Kita, Citra, dan Dunia
Alangkah indahnya jika
hidup ini dijalani dengan penuh kesederhanaan dan mengalir apa adanya seperti
air, tenang dan juga menyejukkan. Namun, entah mengapa akhir akhir ini aku
sering melihat orang orang di sekitarku mulai lupa akan diri mereka sendiri.
Aku melihat mereka bukan lagi seperti layaknya manusia manusia bebas yang
kapanpun bisa mengeekspresikan diri mereka tanpa terpengaruh atau terpedaya
lingkungan sekitarnya. Mereka saat ini seperti halnya binatang binatang ternak
yang dengan banggganya di giring ke manapun mereka suka tanpa sadar bahaya
sedang mengancam mereka.
Aku juga sempat bingung
di mana mereka mereka yang dulu. Mereka mereka yang mengatas namakan diri
mereka sebagai mansia sejati yang dilahirkan dengan seribu perbedaaan, tapi
nyatanya merekapun kini hampir seluruhnya berubah menjadi sebuah mahkluk yang
serupa dan seragam. Mungkin ketika aku masih kecil atau kanak kanak aku belum
sempat merasakan adanya fenomena aneh ini, tapi ketika usiaku menginjak dewasa
pengaruh pengaruh di sekitarku membuat diri ini terdorong untuk mengikuti dan
menjadi mahkluk yang sama halnya dengan mereka mereka yang sudah terpengaruh
dan terpedaya.
Mengapa aku bilang
terpedaya, ya tak lain dan tak bukan karena mereka lalai dan lupa mereka tidak
sadar akan kondisi nyaman mereka yang sifatnya semu dan menipu. Mereka
menyadari hal hal yang ada di sekliling mereka sebagai peristiwa yang memang
seharusnya terjadi tanpa terlihat sedikitpun kejanggalan akan hal hal itu. aneh
memang, tetapi ini kenyataannya. Dan akupun kini menjadi salah satu individu
yang mulai risih dan terintimidasi akan hal hal semacam itu. jika dilihat
sepintas, maka mereka tidak ada bedanya dengan manusia manusia lain, tapi pola
pikir mereka sudah sangat buruk dan merusak.
Mereka tidak lagi
menyakini akan perbedaan yang ada, dan sebaliknya persamaan mungkin adalah
kewajiban bagi mereka agar dinaggap menjadi manusia ‘normal’. Konsep normal dan
tidak normal sebenarnya menjadi hal yang sangat subyektif. Mereka menganggap
bahwa orang yang tidak mengikuti adanya mode dan lifestyle secara keseluruhan
menurut mereka adalah sesuatu yang aneh, dan merupakan gejala ketidak normalan.
Mungkin mereka benar, tetapi di sini permasalahannya adalah bukan hanya sekedar
ya atau tidaknya mengikuti suatu trendyang sedang brlangsung, tapi ini sudah
menyangkut masalah jati diri dan pola pikir.
Mereka memang terlihat
seperti manusia manusia modern, yang kesehariannya sangat akrab dengan
teknologi dan gadget terbaru. Namun, apakah mereka sepenuhnya menggunakan
teknologi itu untuk tujuan tujuan yang positif, apakah mereka menggunakannya
dengan efektif. Bisa dikatakan tidak, mereka menggunakan gadget gadget itu
hanya untuk tujuan tujuan yang bisa di bilang tidak terlalu penting, seperti
social media, bermain game, atau sekedar browsing internet.
Teknologi hakikatnya
memang netral, artinya tidak memiliki acuan pasti atau standar yang pasti untuk
dapat menggunakannya. Teknologi bebas di gunakan untuk apa saja, baik itu hanya
sebatas social media, atau di gunakan untuk tujuan tujuan yang lain. Namun
entah mengapa mereka menganggap bahwa penggunaan gadget yang harus terus di
update menjadi sebuah kewajiban bagi mereka. Mereka tidak peduli lagi jika
mereka dikatakan sebagai orang yang sangat tergantung terhadap teknologi.
Teknologi memang sangat
dibutuhkan bagi manusia untuk memudahkan pekerjaannya, akan tetapi jika factor
kepemilikan dari gadget tersebut menjadi sebuah cara untuk memfragmentasi
masyarakat menjadi golongan golongan, tentu itu sudah menyimpang dari tujuan
hakiki dari teknologi tersebut. lantas bagaimana fakta yang ada dalam
masyarakat saat ini. masyarakat baik itu masyarakat maju maupun msyarakat yang
berada dalam fase berkembang sangat haus akan berbagai jenis teknologi yang
ada.
Mereka dengan susah
payah dan kerja keras berupaya untuk mendapatkan gadget gadget terbaru hanya
untuk tujuan prestise dan eksitensi belaka. Seperti yang saya katakana tadi,
bahwa pada masyarakat masyarakat berkembang, segala hal dapat kita jadikan
prestise walaupun itu hanya sebatas kepemilikan suatu barang, khususnya gadget.
Sedkit hal yang saya ungkapkan ini merupakan cerminan kecil dari masyarakat
kita yang terlalu mengagung agungkan citra. Mereka rela menjadi orang lain agar
diri mereka dianggap dalam sebuah kelompok yang mereka anggap sangat baik bagi
mereka.
Padahal sebuah kelompok
itu hanya berisikan orang orang yang bodoh, tolol yang menilai seseorang dari
tampilan luarnya saja. Kehidupan masyarakat yang kemudian terjebak dalam kapitalisme
global membuat mereka tidak lagi bisa keluar dari kubangan itu. kapitalisme
telah masuk ke dalam sendi sendi kehidupan manusia yang menjadikan mereka lupa
akan hakkat hidup mereka. Mereka menjadi sangat materilaistis, pragmatis dan
oportunis. Ya karena hidup mereka telah di desain untuk bergantung pada uang. Beberapa
waktu yang lalu, teman saya sempat bilang, katanya modal untuk bersosialisasi
adalah uang.
Hahaha, saya sempat
tertawa mendengar hal itu, tapi di samping itu saya juga khawatir. Karena jika
hal tersebut terus menerus berlangsung maka manusia akan semakin terpuruk oleh
hal hal yang ada di sekitarnya. Mereka tidak akan ingat lagi akan kejujuran,
intergritas, dan kepekaan sosial. mereka tidak ingat lagi bagaimana menjalin
hubungan sosial yang akrab, karena mereka sudah punya uang sebagai teman sejati
mereka. Mereka akan semakin menjauhi relaitas hidup mereka, dan berlari,
berlindung di media sosial mereka.
Mereka menjadi mudah
terpengaruh, terbujuk dan terdoktrin oleh iklan iklan konyol. Baik buruk suatu
hal bukan lagi menjadi masalah karena segala hal yang kita lakukan adalah
benar, benar menurut diri kita sendiri. Manusia masnusia sekarang sulit
membedakan antara dunia dan fatamorgana, mereka meyakini keduaanya adlah hal
yang sama. Lifestyle dan trend menjadi agama baru, yang tidak pernah kehilangan
umatnya. Lalu kemanakah citra manusia yang sesungguhnya, citra manusia sebagai
mahkluk sempurna.
Saya terkadang sempat
berpikir jika segala hal yang diciptakan manusia adalah Tuhan mereka yang
sebenarnya. Dan lucunya lagi ketika produk teknologi teknologi tersebut semakin
pintar membodohi masyarakat. menjadi mahkluk yang sampai mati akan terus
tergantung memang kodrat kita, tetapi tidak di benarkan jika hal hal semacam
itu dapat merubah diri kita menjadi orang lain, orang yang lupa akan identitas
diri kita.
0 komentar:
Posting Komentar