Era modernisasi
berkembang pesat bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan iptek di satu sisi berdampak positif bagi percepatan mobilisasi
manusia, di sisi lain juga menimbulkan dampak negative bagi manusia itu
sendiri. modernisasi yang tidak lagi dapat terbendung mengakibatkan bergesernya
nilai nilai moral dan masyarakat baik itu masyarakat negara maju maupun
masyarakat yang hidup di negara negara berkembang seperti indonesia ini.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar
tidak lepas dari perkembangan peradaban modern itu sendiri. sebagai negara
berkembang, modernisasi di Indonesia telah di jalankan sedemikian rupa dan
disesuaikan dengan keadaan pada negara negara asalnya seperti Amerika, dan
negara negara Eropa. Perkembangan arus modernisasi juga menghasilkan suatu
syndrome yang kita kenal dengan istilah globalisasi. Ya, mungkin antara
modernisasi dan globalisasi memiliki pemaknaan yang hampir serupa sama, tapi
tidak sesederhana itu.
modernisasi dapat kita maknai secara umum
sebagai keadaan di mana terjadi transformasi besar besaran terhadap
perkembangan peradaban manusia yang ditandai dengan adanya pemanfaatkan
teknologi dan ilmu pengetahuan secara besar besaran sehingga berdampak langsung
pada kehidupan manusia. sedangkan globalisasi adalah suatu kondisi yang
diciptakan oleh modernisasi itu sendiri, yaitu keadaan di mana terjadi
penyeragaman terhadap cara berpikir masyarakat sehingga seolah olah satu dunia
hanya memiliki satu sistem komando.
Indonesia sendiri walaupun masih tergolong
negara berkembang, arus meodernisasi dan globalisasi sungguh terasa di sini.
Buktinya banyak sekali masyarakat kita yang sudah melek akan teknologi bahkan
tergolong pecandu teknologi. Akan tetapi perkembangan teknologi dan globalisasi
yang tidak disertai dengan mental yang mapan hanya akan menghasilkan output
yang buruk pula.
Cara berpikir masyarakat di era globalisasi
ini sangat menunjung tinggi hal hal yang bersifat baik. Baik di sini adalah
baik bukan dari segi substansi akan tetapi baik dari segi citra. Globalisasi
sebagai suatu tatanan baru memberikan pemahaman pemahaman dangkal kepada
masyarakat tentang apa yang kita nilai sebagai baik buruk, benar salah.
Hasilnya masyarakat ketika menilai sesuatu, mereka hanya melihat sisi luarnya
saja. Ditulisan kali ini, saya akan membahas bagaimana globalisasi berdampak
pada perubahan pola pikir masyarakat yang hanya melihat sisi luarnya saja yang
terangkum dalam sebuah lirik lagu koil yang berjudul “Ini Semua Hanyalah
Fashion.
Hmmmm langsung saja
kita menuju ke bait pertama lagu ini
“…terpukau menatap wajah jelita menggoda
terkesima mendengar pidato sang pahlawan
mencari kebenaran dalam dua pilihan
untuk dianggap benar dan diakui….”
terkesima mendengar pidato sang pahlawan
mencari kebenaran dalam dua pilihan
untuk dianggap benar dan diakui….”
bait
pertama lagu ini menunjukkan bahwa masyarakat kita telah di suguhkan sebuah
kondisi atau simulasi yang mereka tidak lagi dapat bedakan apakah ini kenyataan
atau hanya imajinasi mereka saja. Gglobalisasi yang syarat akan ambisi untuk
mendapatkan sesuatu yang ideal, baik malah melahirkan suatu konstruksi yang
menyesatkan bagi masyarkat itu sendiri. baik dan buruk tidak lagi dimaknai
bagaimana hal tersebut didapatkan akan tetapi lebih kea rah bagaimana baik dan
buruk itu di tampilkan. Kita dapat melihat bahwa sekarang ini banyak sekali
iklan iklan baik itu kosmetik, make up,gadget atau hal lain yang mencoba
mendoktrin kita bagaimana sesungguhnya kondisi ideal tersebut. pada kahirnya
masyarakat kemudian akan berlomba lomba menjadi apa yang sudah di berikan oleh
iklan-iklan tersebut agar serupa dengan konstruksi media tersebut. begitu juga
dengan kondisi politik negeri ini.
masyarakat
yang memimpikan seorang pemimpin yang merakyat, jujur dan sederhana hanya
bermambisi untuk menampilkan sosok tersbut, bukan malah mendapatkannya. Tak
heran, ketika tuntutan masyarkat begitu tinggi akan sosok figure pemimpin yang
sedemikian rupa, hal tersebut malah dimanfaatkan oleh sebuah partai untuk
mewujudkan seorang ‘Nabi’ yang sangat didambakan rakyat indonesia. mungkin
tidak perlu saya jelaskan siapa partai dan tokoh yang saya maksud dan tentu
anda sudah mengetahuinya. Mencari pemimpin atau bahkan menjadi pemimpin bukan
suatu perkara mudah seperti halnya ketika kita ingin menjadi seorang artis atau
model. pemimpin yang memiliki kualitas dan kapasitas mumpuni tentu tidak dapat
kita lihat secara sekilas bahkan melihat sisi luarnya saja.
Hal
tersebut berbeda dengan keadaan masyarakat kita. sesorang yang sebenarnya
memiliki track record biasa biasa saja telah melejit menjadi ‘Nabi’ yang punya
banya umat. Praktis hal tersebut menuai perdebatan sengit di masyarakat. di
satu sisi ada masyarakat yang kritis menolak pencaloan tokoh tersebut menjadi
pemimpin dan di satu sisi lainnya sangat mengagung agungkan tokoh tersebut.
“…kita bergaya bagai patriot
peduli politik kenyataannya
kita mencari idola dalam majalah
fashion!!
fashion!!..”
peduli politik kenyataannya
kita mencari idola dalam majalah
fashion!!
fashion!!..”
Di bait selanjutnya telah jelas di katakan
bahwa masyarakat kita mulai bergaya bagai patriot yang menganggap asumsi mereka
benar dan masyarakat lainnya harus mengakuinya padahal yang kita perdebatkan
sesungguhnya adalah suatu kebodohan yang membuat kita semakin terfragmentasi
menjadi bagian bagian kecil yang justru memecah beah intergrasi masyarakat.
era demokrasi di mana masyarakat masih
premature akan definisinya membuat mereka kemudian ber’masturbasi’ seolah olah
mereka sudah paham bagaimana menjadi seorang warga negara yang benar. Perilaku
masyarakat yang sebenarnya belum melek politik tapi dipaksakan paham politik
malah menghasilkan generasi generasi idiot sok paham politik. Merekapun tidak
lagi dapat membedakan mana pemimpin, mana artis idola. Era demokrasi
sesungguhnya tidak sekedar memilih pemimpin dengan melalui perdebatan
perdebatan, bahkan sejatinya demokrasi sangat mengurangi akan perdebatan
tersebut karena hanya akan membuat suatu kebenaran tersbut menjadi bias dan
kabur.
“….terpaku di depan layar televisi
melihat gambar mencari suatu arti
terjebak dalam penjara tanpa terali
menghirup kebebasan yang semu ini…”
melihat gambar mencari suatu arti
terjebak dalam penjara tanpa terali
menghirup kebebasan yang semu ini…”
ketika
masyarakat berada dalam kondisi “kesadaran palsu” maka mereka akan lebih mudah
terombang ambing dan mudah untuk terpovokasi seperti layaknya domba domba yang
sedang di gembala. Globalisasi yang syarat akan supremasi media mebuat opini
masyarakat mudah dibentuk. Media sekali lagi memegang peran penting dalam
proses pencalonan pemimpin diera modernisasi sekarang ini. para pemimpin yang
memiliki kualitas biasa biasa saja, praktis memiliki segudang pretasi fiktif
yang tentunya di bentuk oleh media media nakal tersebut. tak hanya itu, era
globalisasi menuntun kita pada suatu perang kompleks yang disebut sebagai
perang pemikiran.
Artinya, kita hidup bukan untuk mencari
kebenaran hakiki akan tetapi lebih kea rah bagaiama kita dapat membenarkan
argument kita. oleh karena itu, selain menggunakan politik pencitraan para politisi
dan calon ‘Nabi tersebut juga senang meneriakkan argument argument menyesatkan
terkait rival politiknya. Akibatnya masyarakat menjadi bingung mana yang akan
dipercaya. Secara tidak langsung setiap hari kita yang akrab dengan media, baik
itu media eletronik seperti telivisi, media cetak dan media sosial seperti
facebook, twitter, dll telah menjadikan media media tersebut sebagai ‘mata dan
telinga’ kita. media di era globalisasi selain menjadi sarana untuk mendapatkan
dan menyalurkan informasi juga ampuh dalam mendoktrin masyarakat baik secara
sadar ataupun tidak.
Mungkin
dari kalian kalian ada yang sudah sadar jika pola pikir kita selama ini yang
menentukan bagaimana memahami sesuatu, bertindak, berbicara bahkan berpikir
telah diatur dan dikonstruksi oleh media media massa yang setiap hari menjejali
otak kita. globalisasi adalah sistem yang mendorongk kita menjadi pribadi
pribadi yang memiliki pola pikir sama dan seragam. Artinya apa ketika kita
menjumpai sesuatu yang berbeda maka hal tersebut dianggap sebagai patologi akut.
Globalisasi
adalah sistem di mana kita di konstruksi dan di doktrin agar menjadi sebagai
robot yang selalu menurut kepada sistem penguasa. kebebasan yang ada saat ini
adalah kebebasan semu, yang sebenarnya sangat jauh dari hakikat kebebasan itu
sendiri. sistem demokrasi yang disertai dengan saudaranya kapitalisme merupakan
suatu dogma yang wajib kita ikuti di era sekarang ini. masyarakat yang kurang paham
akan hal hal trsebut termasuk juga konsekuensinya terpaksa harus mengikuti
ajaran ajaran tersebut baik suka ataupun tidak. Demokrasi dan kapitalisme yang
konon katanya syarat akan kebebasan sebenarnya adalah sebuah paradok yang
menjebak kita secara perlahan. Kebebasan yang kita rasakan saat ini hanya
memberikan sedikit pilihan yaitu pilihan untuk ‘dianggap atau ‘disngkirkan’.
0 komentar:
Posting Komentar