Jean
francois lyotard merupakan tokoh filosof poststrukturalis yang kemudian lebih
kita kenal sebagai seorang pelopor filsafat postmodernisme yang terkenal. Jean
francois lyotard terkenal dengan gagasanya mengenai penolakan narasi besar
(grand narasi atau metanarasi), yaitu suatu cerita besar yang memiliki
legitimasi untuk menyatukan, universal dan total. Penolakan narasi besar
dartikan sebagai penolakan terhadap universalitas, penyatuan dan totalitas.Oleh
karena itu, pandangannya ini kemudian menjadi ciri khas yang membedakan antara
filsafat postmodernisme dengan filsafat modernisme.
Jean
francois lyotard dalam pemikirannya dipengaruhi oleh beberapa tokoh terkenal seperti
karl marx, Nietzsche, Immanuel kant dan segmund freud. Pengaruh karl marx
tersebut sangat tampk pada penolakan terhadap kesadaran universal, sedangkan
pengaruh Nietzsche berada dalam hal bahwa tidak ada perspektif yang dominan
dalam ilmu pengetahuan. Sementara itu yang diambil dari Immanuel Kant adalah
konsep Kant yang membedakan antara domain teoritis (ilmiah), praktis (etis),
dan estetis dimana masing-masing memiliki otonomi, aturan dan kriteria sendiri.Pengaruh Sigmund Freud berada dibalik pemahaman Lyotard
tentang politik hasrat.
Biografi
Jean
francois lyotard lahir pada tahun 1924 di versailes kota kecil di sebelah
selatan kota paris. Lyotard lahir dari pasangan jean pierre lyotard dan
Madeleine. Awal karir lyotard bermula ketika ia mulai belajar filsafat di
Sorbonne setelah perang dunia ke II dan mendapat gelar agra’gation de
philosophie pada tahun 1950an. Kemudian pada tahun 1950 – 1952 ia mengajar di
sekolah menegah di kota konstantine, aljazair timur. Karirnya kemudian dilanjutkan
dengan menjadi seorang professor filsafat di universitas paris VII. Jabatan
tersebut ia pegang sampai usia pensiunnya di tahun 1989. Sebelum memasuki usia
pension, tepatnya pada tahun 1956 – 1966, lyotard juga berprofesi sebagai
anggota dewan redaksi jurnal sosialis Sosialisme an Berbarie (Sosialisme dan
keadaan barbar).
Di samping itu ia juga menjadi
seorang anggota dewan redaksi surat kabar sosialis Pouvoir Ouvier. Saat itu,
lyotard sangat menentang keras adanya kebijakan pemerintah terkait dengan perang
di aljazair, dan ikut dalam gerakan yang terjadi di perancis pada tahun 1968.
Tahun 1950 – 1960 menjadi era di mana ia di kenal sebagai seorang aktivis yang
beraliran marxis yang terkemuka. Tahun 1954 lyotard menerbitkan buku pertamanya
“La seorang marxis, akan tetapi kelompoknya selalu kritis dan menolak
interpretasi dogmatis teehadap pemikiran marx seperti yang dilakukan oleh
stalinisme, trotkyisme, dan maoisme. 1971 ia berhasil memperoleh gelar doctor
sastra dengan disertasi yang berjudul discours, figure (diskursus, figure) yang
membahas tentang problem bahasa dengan fenomenologi.
Karya
karya Jean Francois Lyotard
Beberapa
karya yang telah dihasilkan oleh lyotard antara lain yaitu:
1.
La
phenomenology (1954)
2.
Discours,
figure ( 1971)
3.
De’rive
a’ partire de Marx et Freud (1973)
4.
Libidinal
Economy (1973)
5.
La
condition postmodernisme, rapport sur le savior / the postmodern condition : A
Report on Knowledge (1979). Dalam bukunya tersebut lyotard menulis secara
lengkap mengenai postmodernisme sebagai fenomena budaya yang lebih luas. Ia
memandang postmodernisme muncul sebelum dan setelah postmodernisme dan
merupakan sisi yang berlawanan dari modernism. Beberapa diantaranya adalah
gerakan perpindahan dari fondasionalisme menuju anti fondasionalisme, dari teori
besar (grand theory) menuju teori yang spesifik, dari sessuatu yang universal
menuju ke sesuatu yang bersifat lokal, dari kebenaran yang tunggal menuju ke
kebenaran yang beragam. Semua gerakan tersebut mencerminkan tantangan
postmodernist kepada modernist. Sikap kritis yang berumber pada filsuf seperti
Nietzsche, rosseau, Schopenhauer yang menanggapi modernism dengan penuh
kecurigaan. Sikap sikap kritis tersebut nantiya akan berkembang menjadi satu
mainstream yang dekenal dengan postmodernisme.
6.
the different
: phrase in dispute (1986). Dalam buku ini, lyotard memberikan landasan
filosofis tentang keadilan pada sensivitas kita pada perbedaan. Lyotard
menngungkapkan tentang “rezimentase” yang salah satunya dilakukan lewat
diskursus.
7.
The
inhuman : reflection on time (1988). Menyatakan bahwa umat manusia berada dalam
cengkraman kebutuhan untuk meninggalkan system matahari dalam jangka waktu 4
miliar tahun.
8.
The
postmodern explained to children : correspondence (1982 – 1985 ). Dalam buku
ini, ia membahas pemikiran post postmodern dalam bidang estetika dan kaitan
dengan seni awant – garde. Dala buku ini lyotard memulai pembahasan dengan
menunjukkan keruntuhan bentuk bentuk sosail yang serng di asosiasikan dengan
modernitas.
Pemikiran
pemikirannya
1. Runtuhnya
narasi besar (grand narasi)
Meskipun
pada tahun 1950 dan 1960 ia adalah aktivis politik dengan pandangan-pandangan
Marxis namun, pada tahun 1980an Lyotard menjadi seorang filosof postmodernisme
non-Marxis. Oleh karena itu, postmodernisme menjadi sebuah keterlepasan
mendasar dari pemikiran totaliter yang diwakili oleh Marxisme. Sebelum
terbitnya buku The Differend : Phrases in Dispute, Lyotard sudah
menunjukkan arah perubahan filosofis ini.Pada tahun
1954 terbit buku pertama Lyotard yang berjudul La Phenomenologie yang
merupakan buku pengantar dalam memahami fenomenologi Husserl. Meskipun ia
pengikut kelompok Marxis akan tetapi ia selalu kritis dan menolak interpretasi
dogmatis terhadap pemikiran Marx seperti yang dilakukan Stalinisme,
Trotskyisme, dan Maoisme.
Dua
belas tahun kemudian setelah terbit buku pertamanya tersebut yakni tahun 1966,
ia resmi menyatakan keluar dari Marxis karena merasa kecewa dengan kegagalan
gerakan Marxis untuk membangun masyarakat sosialis yang adil sebagaimana
digembar-gemborkan selama ini. Sebaliknya, Marxisme berusaha menciptakan
masyarakat yang homogen yang hanya dapat diwujudkan dengan cara kekerasan dan
pelanggaran hak-hak azasi manusia. Lyotard sangat tidak setuju dengan
keseragaman atau upaya menyeragamkan apalagi upaya tersebut dicapai dengan
jalan kekerasan. Baginya, salah satu karakteristik masyarakat postmodern adalah
individualis dan kebebasan untuk berbeda dengan yang lain.
Istilah postmodern
tersebut merupakan kritik terhadap filsafat modernyang ia
perkenalkan pertama kali di dalam bukunya yang terkenal “La Condition
Postmoderne, Rapport sur le Savoir” terbit tahun 1979. Di buku tersebut, ia
mengatakan bahwa telah terjadi perkembangan dan perubahan yang luar biasa pada
pengetahuan, sains dan pendidikan pada masyarakat informasi. Perkembangan dan
perubahan tersebut telah menggiring masyarakat tersebut pada suatu kondisi yang
dia sebut sebagai postmodern.
Selama
empat puluh tahun terakhir ilmu dan teknologi yang terdepan menjadi semakin
terkait erat dengan bahasa, teori-teori linguistik, masalah komunikasi dan
sibernetik, komputer dan bahasanya, persoalan penerjemahan, penyimpanan
informasi, dan bank data.Transformasi teknologi berpengaruh besar pada
pengetahuan. Miniaturisasi dan komersialisasi mesin telah merubah cara
memperoleh, klasifikasi, penciptaan, dan ekspoitasi pengetahuan. Lyotard
percaya bahwa sifat pengetahuan tidak mungkin tidak berubah di tengah konteks
transformasi besar ini. Status pengetahuan akan berubah ketika masyarakat mulai
memasuki apa yang disebut zaman postmodern.
Pada tahap
selanjutnya, pengetahuan tidak lagi menjadi tujuan dalam dirinya sendiri namun
pengetahuan hanya ada dan hanya akan diciptakan untuk dijual.
Dalam buku tersebut, pemikiran Lyotard umumnya berkisar tentang posisi
pengetahuan di abad teknologi informasi ini, khususnya tentang cara ilmu
dilegitimasikan melalui, yang disebutnya, “narasi besar” (grand narrative),
seperti kebebasan, kemajuan, emansipasi kaum proletar dan sebagainya. Menurut
Lyotard, narasi-narasi besar ini telah mengalami nasib yang sama dengan
narasi-narasi besar sebelumnya seperti religi, negara-kebangsaan, kepercayaan
tentang keunggulan Barat dan sebagainya, yaitu mereka pun kini menjadi sulit
untuk dipercaya. Dengan kata lain, dalam abad ilmiah ini narasi-narasi besar
menjadi tidak mungkin, khususnya narasi tentang peranan dan kesahihan ilmu itu
sendiri.
Dalam kerangka ini pula, aspek
mendasar yang dikemukakan oleh Lyotard pada dasarnya merupakan upaya tentang
kemustahilannnya membangun sebuah wacana universal nalar sebagaimana diyakini
oleh kaum modernis.Bagi Lyotard dengan postmodernismenya
menganggap bahwa untuk mengaktifkan ilmu pengetahuan adalah dengan menghidupkan
perbedaan-perbedaan, keputusan-keputusan, dan keterbukaan pada tafsiran-tafsiran
baru.Ia tidak percaya bahwa ilmu pengetahuan dapat diwadahi oleh suatu badan
pemersatu yang berupa sistem stabil. Sebab menurutnya, ilmu pengetahuan itu
tumbuh sebagai sistem yang organik, dalam arti tidak homogen apalagi tertutup
pada eksperimentasi dan permainan berbagai kemungkinan wacana. Dari perspektif
Lyotard ini, secara jelas kita dapat memahami bahwa postmodernisme adalah usaha
penolakan dan bentuk ketidakpercayaan terhadap segala “Narasi Besar” filsafatmodern;
penolakan filsafat metafisis, filsafat sejarah dan segala bentuk pemikiran yang
mentotalisasi seperti Liberalisme, Marxisme, atau apapun.
Dengan
demikian, Postmodernisme, di samping menolak pemikiran yang totaliter, juga
menunjukkan dan menganjurkan kepekaan kita terhadap perbedaan dan memperkuat
toleransi terhadap kenyataan yang tak terukur.Postmodernisme dengan demikian
lahir untuk menolak anggapan-anggapan modernisme yang membawa keyakinan bahwa
filsafat melalui rasio sebagai sarananya mampu merumuskan hal-hal yang dapat
berlaku secara universal. Postmodernisme menolak cara pandang tunggal atau
paradigma tunggal dan sebaliknya menyatakan bahwa terdapat banyak paradigma
atau perspektif dalam melihat realitas dunia. Pandangan ilmu yang obyektif
universal harus digantikan oleh hermeneutika tentang realitas.
Memudarnya
kepercayaaan kepada narasi besar disebabkan oleh proses delegitimasi atau
krisis legitimasi, dimana fungsi legitimasi narasi-narasi besar mendapatkan
tantangan-tantangan berat. Sebagai contoh, delegitimasi adalah apa yang dialami
ilmu sejak akhir abad ke-19 sebagai akibat perkembangan teknologi dan ekspansi
kapitalisme. Dalam masyarakat pasca industri, ilmu mengalami delegitimasi
karena terbukti tidak bisa mempertahankan dirinya terhadap legitimasi yang
diajukannya sendiri.Legitimasi ilmu pada narasi spekulasi yang mengatakan bahwa
pengetahuan harus dihasilkan demi pengetahuan di masa capitalist
technoscience tidak bisa lagi dipenuhi. Pengetahuan tidak lagi dihasilkan
demi pengetahuan melainkan demi profit dimana kriteria yang berlaku bukan lagi
benar-salah, melainkan kriteria performatif yaitu, menghasilkan semaksimal
mungkin dengan biaya sekecil mungkin.
2.
Language
games (permainan bahasa)
Postmodernisme,
diartikan Lyotard sebagai
ketidakpercayaan terhadap metanarasi (metanarrative) atau narasi besar (grand
narrative). Selama ini (dalam abad modern) ilmu pengetahuan ilmiah atau sains,
sebagai salah satu wacana (discourse), mengklaim dirinya sebagai satu-satunya
jenis pengetahuan yang valid. Namun sains (ilmu pengetahuan ) tak dapat
melegitimasi klaim tersebut oleh karena ternyata aturan main sains bersifat
inheren serta ditentukan oleh konsensus para ahli (ilmuwan) dalam lingkungan
sains itu sendiri. Sains kemudian melegitimasi dirinya dengan merujuk pada
suatu meta-wacana (meta-discourse); secara konkrit sains melegitimasi dirinya
dengan bantuan beberapa narasi besar seperti dialektika Roh, heurmenetika
makna, emansipasi subjek yang rasional, dan penciptaan kesejahteraan umat
manusia.
Di era
postmodern modus legitimasi semacam itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
Bagi Lyotard, sains terbukti hanyalah salah satu permainan bahasa (language
game) di antara banyak permainan hanyalah satu jenis pengetahuan di antara
aneka jenis pengetahuan lainnya. Oleh karena itu modus legitimasi pengetahuan
dengan narasi besar di bawah satu ide untuk menciptakan satu kebenaran tunggal
(totalisasi sistem pemikiran atau homology) harus diganti dengan paralogy,
yaitu pengakuan akan aneka macam narasi kecil (little narrative) dan sistem
pemikiran plural. Paralogi lebih memungkinkan untuk menganalisa kondisi
masyarakat postmodern yang telah kehilangan narasi besarnya seperti
rasionalisme, empirisme, materialisme, Idealisme, kapitalisme, sosialisme dan
sebagainya. Realitas tidak bisa disatukan di dalam sebuah kerangka besar,
karena setiap unsur yang ada bekerja dengan logikanya sendiri, dan setiap unsur
bermain satu sama lain dengan bahasa masing-masing. Inilah permainan bahasa,
dengan demikian logika kondisi postmodern adalah pluralisme.
Menurut Lyotard pada era
informasi di mana kerumitan dianggap semakin meningkat semakin jauhlah
kemungkinan adanya penjelasan tunggal atau ganda tentang pengetahuan atau ilmu.
Seperti yang dikemukakan oleh Lyotard: “Ilmu pengetahuan tidak memiliki
metabahasa umum di mana semua keberagaman bahasa lain dapat diterjemahkan dan
dievaluasi. Sebuah permainan bahasa menunjukkan bahwa tidak ada konsep atau
teori yang dapat menangkap bahasa dalam totalitasnya secara memadai jika upaya
untuk melakukannya merupakan suatu permainan bahasa itu sendiri.Oleh sebab itu,
di sini, permainan bahasa juga tidak bisa dipercaya karena mereka adalah bagian
dari permainan bahasa yang juga anggota keberagaman permainan bahasa. Lyotard
menulis tentang diskursus spekulatif sebagai suatu permainan bahasa permainan
dengan aturan-aturan tertentu yang biasa dianalisis dengan melihat keterkaitan
pernyataan satu sama lain.
Ada
tiga karakteristik dalam setiap permainan bahasa.Pertama, setiap aturan dalam
permainan itu tidak mendapatkan legitimasi dari dirinya sendiri melainkan
merupakan hasil kontrak di antara pemainnya (eksplisit maupun tidak). Kedua,
jika tidak ada aturan maka tidak ada permainan; suatu modifikasi kecil sekali
pun terhadap sebuah peraturan akan mengubah permainan itu. Ketiga, setiap
pernyataan harus dianggap sebagai suatu “move” dalam permainan. Karakteristik
ketiga ini dipakai Lyotard sebagai prinsip pertama yang mendasari keseluruhan
metodenya: mengeluarkan suatu pernyataan (move) adalah bertarung – dalam
konteks suatu permainan – dan tindakan mengeluarkan pernyataan semacam itu
berada dalam domain “general agonistic” (pertarungan pernyataan/argumentasi).
Prinsip “pertarungan pernyataan” ini membawa Lyotard pada prinsip kedua, yakni
bahwa ikatan sosial dari “move-move” bahasa (language “moves”).
menurut Lyotard, ada tiga jenis permainan
bahasa yang lazim dimainkan, yaitu:
1. The denotative game
Fokus
permainan bahasa ini adalah pada apa yang benar atau salah. Ini adalah suatu
permainan ilmiah yang sederhana, dimana fakta-fakta sajalah yang
diperhitungkan.Perhatikan bahwa makna denotatif adalah sederhana dan dengan
satu makna, sedangkan arti konotatif rumit, mendalam dan individual.
2. The prescriptive game
Fokus
permainan bahasa ini adalah pada baik dan buruk, adil dan tidak adil.Ini
berarti penggunaan nilai-nilai, yang lebih sosial daripada fakta-fakta
denotatif.
3.
The
technical game
Mana
fokusnya adalah pada apa yang efisien atau tidak efisien. Ini lebih faktual,
meskipun nilai dapat dimasukkan.Permainan bahasa ilmu
adalah permainan bahasa denotatif.Aturan main permainan bahasa denotatif adalah
sebuah pernyataan harus disertai bukti dari pihak yang mengajukan pernyataan
untuk meyakinkan pihak kedua sebagai pihak yang wajib memberikan persetujuan
atau penolakan berdasarkan bukti yang diajukan oleh pihak pertama.Ilmu adalah
permainan bahasa yang didalamnya terkandung aturan-aturan normatif (misalnya,
pembuat proposisi tidak boleh membuat proposisi tanpa menyediakan bukti yang memperkuat
proposisinya, pihak kedua tidak bisa memberikan bukti melainkan persetujuan
atau penolakannya). Ilmu dihadapkan pada kenyataan bahwa ia tidak bisa
memberlakukan aturan mainnya secara universal hingga berhak menilai mana
pengetahuan absah dan mana yang tidak. Lyotard yakin bahwa kita memasuki fase
dimana logika tunggal yang diyakini kaum modernis sudah mati digantikan oleh
pluralitas logika atau paralogi.
Kesimpulan
Dari beberapa pemikiran jean
francois lyotard di atas, dapat kita ketahui secara mendasar bahwa lyotard
merupakan seorang tokoh filsuf yang menggagas pemikiran baru yang di kenal
dengan istilah postmodernisme. Dari pemikiran lyotard di atas dapat kita
ketahui bahwa cirri utama pemikiran postmodern adalah menolak adanya sesuatu
yang bersifat tunggal. Artinya postmodernisme mencoba untuk menjauhkan
pemikiran kita dari kebenaran yang hanya bersumber dari satu sumber saja dengan
kata lain postmodernisme mencoba menghadirkan relaitas yang majemuk dan
memberikan banyak alternative. Lyotard juga di kenal sebagai tokoh filsuf yang
menolak gerakan marxisme, lyotard berpendapat bahwa ia sangat tidak setuju
dengan keseragaman atau upaya menyeragamkan apalagi upaya tersebut dicapai
dengan jalan kekerasan. Baginya, salah satu karakteristik masyarakat postmodern
adalah individualis dan kebebasan untuk berbeda dengan yang lain.
Di
samping itu, perlu juga di garis bawahi bahwa munculnya postmodernisme di
tandai dengan adanya penolakan terhadap narasi besar atau metanarasi yang
mencoba menggeneralisasikan teori di tempat dan waktu yang berbeda.Padahal
menurut lyotard, teori hanya berlaku untuk keadaan atau waktu tertentu saja.Lyotard
juga menolak tentang adanya kebenaran objektif yang universal, yaitu suatu kebenaran
yang diyakini oleh masyarakat luas sebagai kebenaran mutlak.Sebab Lyotard menganggap
sains sebagai suatu permainan bahasa, yang menghasilkan suatu kebenaran
tunggal.Lyotard meyakini bahwa suatu kebenaran di era postmodern ini
sesungguhnya adalah bersifat pluralism.Selain itu, berfikir bahwa semua
kebenaran itu hanyalah suatu permainan bahasa.
Daftar Pustaka
1.
Ritzer,
George. 2010. Teori Sosiologi Postmodern.
Yogyakarta : Kreasi Wacana.
2.
Ritzer, George. 2010. Teori Sosiologi. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
3.
http://id.wikipedia.org/wiki/Jean-Fran%C3%A7ois_Lyotard
(diakses pada tanggal 4 september 2013
pukul 09:00WIB)
4.
http://sosok.kompasiana.com/2013/02/02/jean-francois-lyotard-530713.html
(diakses pada tanggal 4 september 2013
pukul 09:00WIB)
5.
http://kampusbebeck.blogspot.com/2010/05/bebeck-berkenalan-dengan-jean-francois.html
(diakses pada tanggal 4 september 2013
pukul 09:00WIB)
6.
http:/en.wikipedia.org/wiki/postmodernism
0 komentar:
Posting Komentar