Beberapa
hari lagi kita akan merayakan pesta demokrasi. Tepatnya pada tanggal 9 april
2014. Ya….sekali lagi, Indonesia akan mengalami babak baru perpolotikan untuk 5
tahun ke depan. Tidak hanya itu, berbagai jenis media massa baik itu media
cetak, ataupun media eletronik ramai ramai bergemuruh meneriakkan slogan slogan
dan jargon para kandidat dari partai partai politik tersebut. hemmmm, saya
hanya termenung dan tertawa dalam hati ketika melihat semua itu. apa itu cukup,
ow… tidak, anda tahu jalan jalan yang sering kita lewati setiap harinya, kini
berubah menjadi slide show terpanjang dan terbesar yang menampilkan berbagai
tokoh dari drama kelas kakap.
Memang, promosi adalah sarana paling vital guna
menonjolkan eksistensi dan kapasitas dari masing masing kandidat, baik itu
caleg, ataupun capres dan cawapres. Akan tetapi, kemudian timbul pertanyaan,
seberapa besar dan efektifkah kita dapat memahami visi misi, intergritas, dan kapasistas
hanya berdasarkan baliho dan spanduk yang di tanam di bahu jalan, sedangkan
jika kita membaca satu persatu visi misi mereka, hampir semua meneriakkan yang
orang lain lain teriakaan seperti janji janji kesejahteraan, anti korupsi, pro
rakyat dsb. demokrasi memang erat dengan hal hal yang saya sebutkan, namun
bagaimana jika demokrasi yang kita “sembah” sekarang adalah demokrasi
procedural belaka dan buka substansi. Pada beberapa waktu yang lalu, saya
melihat dan mebaca berita di berbagai media media elektronik termasuk media
sosial, di media seperti itu sepertinya semua hal di legalkan termasuk ketika
seseorang mengumbar kebodohan mereka untuk di sebarkan kepada orang lain yang
pada awalnya cerdas dan kemudian
terpengaruh dan menjadi bodoh.
Mengapa saya berkata demikian, yaa tidak lain
karena saya sangat kesal kepada mereka yang mengatas namakan demokrasi, gembar
gembor soal demokrasi namun tidak tahu menahu akan dampak yang ditimbulkan dari
ideology dan segala elemen yang menyertainya. Yang lebih parahnya lagi, ada
beberapa orang menjadikan demokrasi sebagai “{kebutuhan wajib” seperti halnya
ketika kita makan nasi setiap harinya, hahahahahahaha…..konyol memang. Demokrasi
memang terdengar sangat baik dan transparan atau mungkin merupakan sistem yang
sempurna bagi mayoritas orang, terutama mereka para penyembah demokrasi, namun
di belakang semua itu terdapat masalah masalah serius yang mereka abaikan.
Demokrasi, mendasarkan pada pilihan terbanyak,dan bukan pilihan yang benar dan
tidak melalui kesepakatan bersama. Artinya, ketika seseorang memiliki suara
terbanyak merekalah yang akan menjadi pemimpin kelak, walaupun orang tersebut
tergolong orang yang berkapasitas rendah.
Banyak kasus yang terjadi di negeri
ini, danmalah menjadi sebuah dejavu yang di nanti nanti oleh mereka yang haus
akan demokrasi dan politik praktis. Tak perlu jauh jauh dehh….kita tentunya
masih ingat ketika SBY memimpin selama 2 kali periode atau 10 tahun. Pada
awalnya, SBY merupakan panglima TNI yang sebelumnya belum se eksis sekarang atau
pada saat menjadi presiden. Akan tetapi hal itu semua berubah, ketika partai
yang diusung, menampilkan sosok sosok familiar seperti AS yang di iklannya
sangat semangat meneriakkan isu isu anti korupsi dengan tegas dan lantang. Di
sisi lain, keberadaan partai democrat merupakan aprtai baru di negeri ini pada
waktu itu. oleh sebab itu, sontak masyarakat seperti terdistorsi untuk
mengikutinya. Masyarakat menganggap bahwa sesuatu yang baru, akan menghasilkan
sesuatu yag baru pula.
Memang benar, partai demokrat kemudian meningkat drastic
eksistensinya di masyarakat. dan entah mengapa saya pada waktu itu juga
terpengaruh oleh iklan iklan tersebut. pilpres pun tiba, dan secara mengegetkan
partai demokrat memimpin dengan angka yang cukup menajubkan. Di awal awal
kepemimpinan SBY, mungkin kita tahu bahwa saat itu adalah masa masa suram
ketika indonesia mulai di landa isu isu dan bencana bencana aneh seperti
tsunami, dan terorisme yang menurut saya sangat aneh untuk dimengerti. Awal
kepimpinan SBY, cukup menunjukkan hasil yang memuaskan khusunya dalam hal
kesejahteraan. Di samping itu, bau bangkai perpolitikan ternyata masih
terbelenggu rapi lewat berbagai program yang dilakukan. Namun, hal itu tidak
berlangsung lama. pencalonan SBY pada tahap kedua ini mulai menunjukkan titika
terang akan semua realitas yang selama ini di tutup tutupi.
Angelina sondakh,
nasarudi dkk merupakan actor yang sudah bosan bermain main dan kehilangan celah
dalam bermanuver. Di sisi lain, isu isu terrorisme yang marak beberapa waktu
yang lalu hanyalah sebagai selingan dari pementasan drama politik yang kita
tonton setiap harinya. Tapi, ya sudahlahh…..mungkin saya dan masyarakat sudah
lama muak, dicekoki oleh hal hal seperti itu. beberapa hari yang lalu, ketika
saya buka facebook saya menemukan sebuah status yang intinya mengintimidasi
orang orang yang tidak patuh pada “Tuhan Demokrasi” karena ia menilai bahwa
orang orang tersebut tidak cerdas. Hahaha…..yang saya akui iya memang cerdas,
dan mungkin terlalu cerdas….terlalu cerdas untuk menunjukkan ketololannya.
Entah mengapa ia berkata seperti itu, padahal setahu saya mengikuti demokrasi
sama sesatnya dengan para pengikut paham satanisme.
Yang jelas menurut saya
berpikirlah sebelum bertindak, walaupun akhirnya anda bungkam atau malah di
bungkam oleh sesuatu yang mengatas namakan dirinya sebagai sebuah kecerdasan.
Kembali lagi kepada topic, ketika anda menganggp demokrasi itu sebagai hal yang
baik, ya sudah cernalah dalam dalam di pikiran anda, akan tetapi jangan sekali
kali anda meracuni pikiran orang orang yang anda anggap sebagai orang bodoh
yang tidak tahu akan demokrasi, atau anti demokrasi. Karena seperti yang kita
tahu, kebenaran yang pasti hanya berasal dari Allah SWT dan bukan dari manusia.
sedangkan demokrasi yang anda anut dan sembah bukan berasal dari Allah SWT,
Allah tidak pernah dan tidak akan pernah mengajarkan manusia untuk mengkikuti
demokrasi.
0 komentar:
Posting Komentar