Blogger templates

Pages

Labels

Sabtu, 12 April 2014

Pengaruh Individualisme Terhadap Perkembangan Budaya korupsi di Indonesia




MAKALAH
Sosiologi Sistem Sosial Budaya Indonesia


logo-uns2.jpg
Di susun oleh:
Hardika Nandra Krisdiyanto
D0311034

Jurusan Sosiologi
Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik
Universitas Sebelas Maret
SURAKARTA
2011




Kata Pengantar
Assalamualaikum.wr.wb.
            Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah sosiologi sistem sosial budaya indonesia ini dengan baik Makalah ini di susun sebagai salah satu tugas mata kuliah sosiologi sistem sosial budaya indonesia.Makalah ini di susun untuk lebih menjelaskan mengenai pengaruh individualisme terhadap budaya korupsi di indonesia ini dengan bahasa yang lebih mudah untuk di mengerti dan di pahami.
            Akhir kata,mungkin dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaika dan kesempurnaan.akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,sehingga makalah ini dapat terselesaikan
Wassalamualaikum wr.wb.

                                            Penulis


Hardika nandra krisdiyanto





Pendahuluan
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari berbagai aktivitas,fakta,tindakan,perubahan sosial maupun fenomena serta fakta sosial yang terjadi pada ruang lingkup manusia .Manusia pada hakekatnya  merupakan mahkluk zoon politicon(mahkluk sosial:aristoteles)yaitu mahkluk yang pada dasarnya selalu memiliki keinginan atau naluri untuk bergaul,oleh karena itu manusia disebut sebagai mahkluk sosial.Selain di kenal sebagai mahkluk sosial,manusia juga di kenal juga sebagai mahkluk individu,kata individu sendiri berasal dari kata in dan devided,dalam bahasa inggris kata in berarti tidak,sedangkan kata devided memiliki makna tidak terbagi.Kata individu mengartikan sebagai kesatuan yang terbatas,kata individu bukan berarti sebagai manusia yang tidak dapat di bagi.Dalam pengertian ini individu disebut sebagai kesatuan terbatas yaitu seseorang.Dalam konteks ini manusia/seseorang sebagai mahkluk individu tidak lagi disebut sebagai mahkluk sosial,yang selau membutuhkan orang lain,tetapi lebih menekankan pada suatu proses yaitu proses peningkatan ciri ciri individualitas pada seseorang,yang disebut aktualisasi diri.Manusia disebut sebagai mahkluk individu jika pola tingkah lakunya sudah  bersifat spesifik dalam dirinya dan tidak lagi menuruti pola tingkah laku umum(sebagai mahkluk sosial).
Saat menjadi seorang individu,terkadang manusia mengenyampingkan urusan atau bahkan kepentingan masyarakat atau kelompok untuk memperkuat identitasnya.Oleh karena itu,tak jarang tindakan manusia sebagai seorang individu,mengarah dan menjerumus menuju hal hal yang negativ,seperti korupsi,kolusi dan nepotisme serta tindakan negatif yang berorientasi pada kepentingan diri sendiri(vested interest).Tentunya jika hal hal seperti ini dibiarkan maka akan merubah tatanan sosial budaya pada suatu negara,seperti indonesia yang merupakan negara multikultural terbesar di dunia.


Untuk itulah makalah ini mendiskusikan pertanyaan pertanyaan sebagai berikut:
Ø  Bagaimana awal perkembangan kasus korupsi di indonesia hingga menjadi  suatu budaya yang menghancurkan  bangsa ini sendiri?
Ø  Faktor faktor apa sajakah yang menyebabkan korupsi di indonesia semakin marak ?
Ø  Bagaimana hubungan antara budaya korupsi di indonesia dengan multikulturalisme di indonesia saat ini?
Ø  Bagaimana cara pencegahan budaya koruspsi ini agar tidak terus berkembang dan merugikan bangsa indonesia?













Sejarah awal perkembangan budaya korupsi di Indonesia
Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni : zaman kerajaan(feodal), zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini.budaya korupsi di indonesia ini pada prinsipnya di latar belakangi oleh adanya kepentingan pribadi untuk memperkaya diri sendiri maupun secara bersama serta keinginan memiliki kekuasaan secara penuh. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dll, mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasan yang disertai dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut.Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan (foedal) ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar dalam tatanan pemerintahan negara indonesia dikemudian hari.
Fase kedua yaitu  Fase Zaman Penjajahan(kolonial). Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah kolonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan budak politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, misalnya demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang tidak lain merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan merampas hak dan kehidupan rakyat Indonesia.
Fase ketiga yaitu Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini. Sekali lagi, pola kepemimpinan yang cenderung otoriter, anti-demokrasi dan anti-kritik, membuat jalan bagi terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka.Hal itulah yang menyababkan tumbuh suburnya tindak korupsi di negara Indonesia.












Faktor faktor peyebab berkembangnya budaya korupsi di Indonesia
Ø  Aspek Prilaku individu 
 Apabila dilihat dari segi pelaku korupsi, sebab-sebab seseorang melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan. Sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain : sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup yang wajar,  kebutuhan hiduop yang mendesak, gaya hidup konsumtif, tidak mau bekerja keras, ajaran-ajaraan agama kurang diterapkan secara benar.
Ø  Aspek Organisasi Kepemerintahan
 Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil atau peran terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Bilamana organisasi tersebut tidak membuka peluang sedikitpun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi. Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini meliputi: kurang adanya teladan dari pimpinan,tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di instansi (lembaga) pemerintah kurang memadai,manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.
Ø  Aspek Peraturan Perundang-Undangan
Tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan, yang dapat mencakup: adanya peraturan perundang-undangan yang monolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan “konco-konco”(pendukung) presiden, kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, peraturan kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu, lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan. Beberapa ide strategis untuk menanggulangi kelemahan ini telah dibentuk oleh pemerintah diantaranya dengan mendorong para pembuat undang-undang untuk melakukan evaluasi atas efektivitas suatu undang-undang
Ø  Aspek Pengawasan
 Pengawasan yang dilakukan instansi terkait (KPK) kurang bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya : adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi (lembaga),kurangnya profesionalisme pengawas, kurang adanya koordinasi antar pengawas, kurangnya kepatuhan terhadap etika hukum maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri. Hal ini sering kali para pengawas tersebut terlibat dalam praktik korupsi. belum lagi berkaitan dengan pengawasan ekternal yang dilakukan masyarakat dan media juga lemah, dengan demikian menambah deretan citra buruk pengawasan APBD yang sarat dengan korupsi. Hal ini  sejalan dengan pendapatnya Baswir (1996) yang mengemukakan bahwa negara kita yang merupakan birokrasi patrimonial dan negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi itu.
Semua faktor-faktor itu sangat mempengaruhi diri individu untuk melakukan kejahatan korupsi. Hal ini disebabkan kurangnya rasa kesadaran akan pentingnya tanggung jawab moral bagi mereka yang memiliki jabatan dan kekuasaan. Oleh karena itu, meskipun terkesan sebagai mimpi dan harapan yang muluk, memperbaiki kesadaran seseorang dan mengembalikan rasa tanggung jawab moralnya adalah salah satu cara yang paling ampuh untuk mencegah dan menghentikan korupsi di negeri ini. Pendidikan agama dan aksi memperkuat iman adalah metode yang mesti ditingkatkan demi mendapatkan orang-orang yang memiliki hati nurani bersih dan mau bekerja demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.


Keterkaitan antara perilaku individualisme dengan budaya korupsi di Indonesia
Berkembangnya budaya korupsi di indonesia tak lepas dari beberapa permasalahan lama yaitu sejarah,indonesia di kenal luas karena sejarahnya,pada masa kerajaan hindu buddha,praktek korupsi sudah mulai muncul pada lingkungan kerajaan.Pada masa itu para raja,bangsawan maupun bawahan raja melakukan korupsi untuk meningkatkan kekeayaan serta kekuasaannya saat memerintah,hal ini berlanjut pada saat indonesia berada pada masa kolonial atau masa penjajahan .Pada masa tersebut tindakan korupsi tidak lagi dilakukan oleh para pejabat pemerintah kolonial  sendiri,tetapi di lakukan oleh para tokoh tokoh lokal seperti tumenggung(pejabat setingkat kabupaten atau provinsi) dengan cara menarik upeti dari rakyat yang kemudian akan diserahkan kepada pejabat kolonial tersebut.
Setelah indonesia lepas dari jeratan belenggu penjajahan,praktek korupsi semakin banyak,khususnya pada masa pemerintahan soekarno (demokrasi terpimpin) serta pada masa pemerintahan soeharto (orde baru).Pola pemerintahan yang otoriter serta anti demokrasi(anti kritik mengkritik) akan menjadikan budaya korupsi semakin berkembang.Apalagi dengan tingkat multikultural yang sangat tinggi di indonesia budaya korupsi ini seakan akan sulit untuk di cegah karena sudah menjadi sebuah akar dari kegiatan politik dan pemerintahan di indonesia yang akan merusak dan bahkan dapat menghancurkan negara itu sendiri jika praktek korupsi terus saja merajalela tanpa di sikapi secara serius.
Pada masa sekarang pemerintah sedang gencar gencarnya melakukan suatu tindakan dalam menyikapi tindak dan perilaku korupsi di indonesia yang samakin bertambah,namun apadaya pemerintah yang terkesan lamban dalam berkompromi,serta bertindak tidak dapat cepat memberantas korupsi dan malah memperumit masalah karena terjadi kekisruhan dalam tubuh pemerintah sendiri,akibatnya pemerintah kurang fokus terhadap perilaku perilaku korupsi tersebut dan malah terkesan menutup mata terhadap hal tersebut. Di tambah lagi dengan kurang berlakunya hukum di negara indonesia yang terkesan mudah untuk di manipulasi,sehingga pelaku korup tersebut bebas melakukan aksinya,sedangkan masyarakat/rakyat biasa malah dijadikan sebagai kambing hitam atas peristiwa tersebut.
Selain itu, secara sosiologis dapat kita analisis bahwa kecenderungan korupsi yang menyebar dan menjamur dikalangan masyarakat umum, juga tidak lepas dari pemikiran yang dipraktekkan oleh Orde Baru saat pemerintahan Soeharto. Pemikiran masyarakat telah secara otomatis terpengaruh oleh lingkungan sosial yang terbentuk dari kekuasaan yang otoriter tersebut. Wajar kemudian ketika sebagian besar pejabat-pejabat pemerintahan hingga tingkat daerah (Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Lurah hingga kepala dusun sekalipun), juga ikut bertindak sama dengan prilaku yang diterapkan oleh kekuasaan Orde Baru yang otoriter dan sewenang-wenang. Pejabat pemerintah lokalpun, tak segan untuk menggunakan kekuasaanya demi memperkaya diri sendiri dengan menghisap serta menindas masyarakat. Dan pada akhirnya, masyarakat terkesan diam dan  tak berani bertanya apalagi melakukan protes akibat dominannya kekuasaan yang terjadi. Akibatnya,munculah budaya politik yang terbangun ditengah masyarakat cenderung (apatis) acuh tak acuh. Misalnya banyaknya masyarakat yang berlomba-lomba untuk menjadi Bupati atau Camat meski harus menghabiskan biaya yag tak sedikit dalam pemilihannya dengan satu pemikiran, “Bukankah biaya yang saya keluarkan ini tak seberapa jika dibandingkan dana yang akan saya dapatkan di pemerintahan jika berkuasa nanti? Bahkan bisa berlipat-lipat jumlahnya”. Sungguh situasi yang sangat menyedihkan ditengah kondisi dan kehidupan masyarakat yang semakin terpuruk. Korupsi sebenarnya merupakan sebuah masalah ekonomi yang berakar pada struktur sosial-politik masyarakat Indonesia. Korupsi bukanlah sebuah masalah moral semata, seperti yang dikatakan oleh sebagian besar orang yang meyakininya. Sekalipun tentu saja masalah moral memiliki peran penting dalam menyuburkan praktek korupsi di Negara kita, akan tetapi peran tersebut tidak tidak terlepas dari struktur politik kekuasaan yang memberikan ruang untuk munculnya masalah korupsi ini. Secara hakiki, korupsi merupakan bentuk kekerasan struktural yang dilakukan oleh Negara dan pejabat pemerintahan terhadap masyarakat. Betapa tidak, korupsi yang kian subur akan semakin membuat beban devisit anggaran Negara semakin bertambah. Hal ini kemudian akan mengakibatkan sistem ekonomi menjadi berubah dan berujung kepada semakin tingginya inflasi yang membuat harga-harga kebutuhan masyarakt kian melambung tinggi. Eknomi biaya tinggi ini berakibat terjadinya ketidakseimbangan antara daya beli masyarakat dengan tingkat harga komoditas terutama komoditas bahan pokok. Masyarakat cenderung dipaksa untuk menerima keadaan ini, meski ambruknya sistem ekonomi kita ini, adalah akibat dari ulah para pejabat yang mengkorupsi uang Negara demi kepentingan pribadi, kelompok dan golongan masing-masing. Intinya, masyarakat dipaksa untuk menanggung beban yang tidak dilakukannya.
Banyak kasus korupsi yang sampai sekarang tidak diketahui ujung pangkalnya. Salah satunya adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh seorang pegawai pajak golongan IIIA, yang sempat menggegerkan Mabes Polri, Gayus Tambunan. Keterkejutan semua orang terhadap apa yang telah dilakukan oleh Gayus Tambunan adalah suatu hal yang wajar. Karena apabila kita melihat dari statusnya yang hanyalah seorang pegawai negeri biasa, tetapi memiliki tabungan yang begitu banyak, senilai Rp. 25 Miliar, tentu saja hal ini mengundang tanya. Apalagi kalau bukan korupsi? Padahal, pekerjaan Gayus sehari-hari cuma menjadi penelaah keberatan pajak (banding) perorangan dan badan hukum di Kantor Pusat Direktorat Pajak. Mengingat gaji pegawai pajak setingkat golongan IIIA hanyalah berkisar antara Rp 1.655.800 sampai Rp 1.869.300 per bulan, Hal ini menegaskan bahwa seorang Gayus Tambunan pasti telah melakukan kecurangan yang dapat merugikan Negara dan masyarakat banyak. Perkembangan terkini dari penanganan kasus korupsi Gayus Tambunan semakin membuat masyarakat jengah. Gayus Tambunan sebagai tersangka korupsi seolah-olah memiliki kuasa sahingga dia selalu mendapatkan perlakuan istimewa.

Terakhir, dia kembali mendapatkan perlakuan istimewa di depan hukum, yaitu kepolisian hanya menjeratnya dengan pasal gratifikasi, di mana dia hanya dapat dihukum maksimal 3 tahun penjara. Dalam berbagai perkara yang pernah ada, seseorang yang terjerat pasal gratifikasi sering lolos dari jeratan hukum. Hal ini kemudian menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegak hukum dalam menangani kasus Gayus.
Kasus Gayus merupakan salah satu contoh kasus tindak korupsi yang menuai banyak protes di kalangan masyarakat karena kasusnya yang tidak kunjung terselesaikan.hal ini tentunya menjadi acuan,bahwa hukum di negara indonesia  kurang berfungsi sebagai mana mestinya yaitu sebagai pengawas sekaligus pengatur tindak perilaku masyarakat.tidak bisa kita pungkiri bahwa tingkat praktek korupsi di kalangan pejabat indonesia sudah sangat tinggi,Hal ini tentunya menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.Bisa di katakan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sudah menurun,bahkan masyarakat cenderung apatis(acuh tak acuh) terhadap pemerintah.Apalagi penanganan kasus korupsi yang dilakukan pemerintah terkesan lamban,berbelit belit serta tidak transparan misalnya, pemeriksaan seorang pejabat legislatif (anggota DPRD) yang harus menunggu izin dan keputusan dari Menteri Dalam Negeri, atau pejabat pemerintahan daerah yang harus menunggu persetujuan presiden, dll, menjadi salah satu kendala utama yang harus mampu pemerintah carikan solusi yang tepat. Pemerintah dalam hal ini dituntut untuk membuat kebijakan (policy) yang bertujuan untuk mempelancar proses pemberantasan korupsi sehingga daapt berjalan cepat, efisien dan efektif tanpa harus dihalangi oleh aturan-aturan yang telampau birokratis.tentunya hal ini memeerlukan upaya upaya memberantas dan membasmi korupsi di indonesia.Upaya ini bukan hanya sekedar kampanye untuk peningkatan nilai dan moral seseorang,tetapi lebih mendalam,menutup dan mencari akar permasalahannya.


Dengan cara:Pertama, Negara melalui pemerintah harus melakukan perbaikan kondisi hidup masyarakat secara menyeluruh, terutama dalam konteks perbaikan ekonomi. Negara dalam hal ini bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat, baik secara batin maupun lahiriah, primer maupun sekunder, fisik dan non-fisik secara seimbang. Jika kehidupan masyarakat indonesia terus menerus berada dalam kemiskinan, maka keinginan untuk mencari jalan pintas demi memperkaya diri, akan terus muncul dan berkembang dalam pikiran masyarakat kita. Sebab masalah korupsi bukan hanya masalah penegakan dan kepastian hukum saja, namun masalah korupsi juga erat kaitannya dengan masalah sosial, ekonomi dan politik.
Yang kedua yaitu membangun sistem kekuasaan yang demokratis.Karena prilaku korup juga turut ditopang oleh sistem yang mendorongnya. Jika kekuasaan berwujud sentralistik, otoriter dan menindas, maka bukan tidak mungkin korupsi akan terus menerus terjadi. Kita memerlukan sebuah sistem pemerintahan yang demokratis, transparan, tidak anti kritik, serta meemiliki wujud penghormatan yang tinggi terhadap masyarakat sipil
.Ketiga, Membangun akses kontrol dan pengawasan masyarakat terhadap pemerintah. Penanganan masalah korupsi ini tidak bisa dilakukan dengan cara memusatkan kendali pada satu badan atau menyerahkan penanganannya pada pemerintah saja.Keempat, Penguatan institusi-institusi aparatur penegak hukum. Kejujuran penegak hukum, harus mulai dibangun secara kuat. Hal ini dimaksudkan agar proses penanganan korupsi dapat berjalan secara efisien.
Yang terakhir adalah dengan perbaikan sistem dan mutu pendidikan. Hal ini memungkinkan untuk menamankan prilaku yang bersih, jujur dan bertanggung jawab bagi siswa-siswa sekolah sedini mungkin. Selama ini, tak jarang dari para pengajar tersebut memberikan contoh yang buruk kepada anak didiknya yang kelak akan diadopsinya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja menjual ijazah dan nilai, bisnis buku/modul pelajaran, pungutan liar hingga cara mengajar yang kaku, otoriter dan cenderung menekan anak-anak didiknya. Jika hal tersebut di atas tidak mampu kita praktekkan secara serius, maka tidak ada jaminan bahwa perilaku korup masyarakat Indonesia akan hilang dengan sendirinya. Bisa jadi justru akan semakin subur tanpa dapat kita hentikan bersama-sama.
Tentunya bentuk bentuk upaya tersebut tidak akan berjalan dengan baik,jika masyarakat sendiri tidak memiliki kesadaran terhadap hal hal tersebut.Upaya upaya tersebut hanyalah sebagai pencegah,dan sesungguhnya yang bisa memperbaiki perilaku korup tersebut hanyalah kesadaran dari para pejabat pemerintah yang melakukan tindak korupsi tersebut,serta kesadarn masyarakat untuk merubah norma dan perilakunya yang mengarah pada tindak perilaku korupsi.















DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, Muhammad. kleptokrasi: Persengkongkolan Birokrat-Korporat sebagai Pola White-Collar Crime di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2010.
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, cetakan ke duapuluh tujuh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005
Suradika, Agus. RELASI KORUPSI DAN KEKUASAAN: Antara Cermin Budaya dan Penanggulangannya, http://www.docstoc.com/docs/5936230/Agus-Suradika-Korupsi-dan-Kekuasaan, diakses tanggal 7 Desember, 2010
Djafar, Wahyudi. Perselingkuhan Birokrasi dan Korupsi, http://www.legalitas.org/content/perselingkuhan-birokrasi-dan-korupsi, diakses tanggal 7 Desember, 2010
Rastika, Icha. Andi Kosasih Dituntut 10 Tahun. Kompas.com 23 November 2010. http://nasional.kompas.com/read/2010/11/23/16344531/Andi.Kosasih.Dituntut.10.Tahun, diakses tanggal 7 Desember, 2010.

Taufiqqurahman, Muhammad. Mencari Jejak Gayus Tambunan di Warakas. detikNews 24 Maret 2010. http://www.detiknews.com/read/2010/03/24/104528/1324145/10/mencari-jejak-gayus-tambunan-di-warakas, diakses tanggal 7 Desember 2010.
Kompas.JagoKeuangandariWarakas.http://koran.republika.co.id/koran/0/106988/Jago Keuangan dari Warakas, diakses tanggal 7 Desember 2010.
“Corrupt | Define Corrupt at Dictionary.com”. Dictionary.reference.com. Retrieved 2010-12-06.




0 komentar:

Posting Komentar