Ada sebuah kata yang
sampai saat ini menghantui pikiran saya. Ada yang mengatakan buat apa kalian
banyak baca buku, namun bungkam. Tulisan itu di buat oleh teman saya, lebih
tepatnya teman sekelas. Yang saya tahu ia adalah seorang aktivis, atau sok aktivis,
sangat aktif dan juga hiper aktif. Entah mengapa saya langsung emosi membaca
kata demi kata dari kalimat yang ia tulis itu. saya tahau bahwa ada banyak
orang di negeri ini yang menganggap bahwa aktivis adalah orang orang yang aktif
dalam kegiatan kegiatan di luar kampus dan tentuya berorientasi pada gerakan
gerakan perubahan khas idealism mahasiswa. Hahahahaha, memang mahasiswa adalah
mahkluk atau mungkin robot yang telah di desain untuk menerima doktrin sesat
untuk menjadi seorag aktivis walaupun ia tidak mungkin menginginkannya walaupun
sampai mati. Tidak masalah, menjadi mahasiswa sekaligus aktivis atau hanya
menjadi mahasiswa kupu kupu (kuliah pulang) bukanlah sesuatu yang menurut saya
aneh. Sebab, menurut saya setiap orang termasuk mahasiswa memiliki idelaisme
dan pandangan hidup tersendiri yang tentunya berbeda dan tidak dapat disamakan
oleh siapapun di dunia ini. bicara idealism kita ingat ketika tragedy ’98
mengisyaratkan kepada kita bahwa mahasiswa adalah ujung tombak dari keberasilan
itu dan oleh karena itu kemudian mahasiswa berbangga diri dan menganggap
dirinya sebagai pahlawan yang harus di kenang. Pada peristiwa itu, mahasiswa
memang sangat aktif dan berontak menentang sistem yang kaku, busuk, dan korup.
Ketika orde baru runtuh, lantas siapa yang kemudian memegang kendali akan
pemerintahan tersebut, ya..tidak lain dan tidak bukan adalah mereka yang pada
saat itu memakai almamater dan teriak teriak di senayan. Ketika mereka sudah
duduk di posisi yang pada saat itu mereka tentang keras, apakah idealisme yang
mereka gembar gemborkan itu tetap bertahan dan terus menerus mereka teriakkan.
Oww. Tidak, mereka tidak ada bedanya dengan para birokrat yang sebelumnya
mereka injak injak nama baiknya. Yang lebih parahnya lagi, ketika para orang
orang yang mengatas namakan dirinya sebagai aktivis, menganggap aktivis adalah
aktivitas yang hanya dilakukan di luar kampus dan harus berupa gerakan gerakan
baik itu demonstrasi, atau kegiatan kegiatan lain. Sedangkan mereka yang setiap
harinya menulis, di media media elektronik seperti web site atupun blog tidak
mereka anggap sebagai bagian dari kegiatan aktivis itu. di semester dua
kemarin, saya dan beberapa teman saya mengikuti seleksi untuk diterima di
sebuah organisasi paling terkenal di seluruh kampu negeri ini, apalagi kalau
bukan BEM.
Hahaha, sempat tidak berpikir panjang akan hal itu, karena saya
menilai mumpung masih awal awal kuliah mengapa tidak mengikuti hal hal semacam
itu. awalnya saya sempat optimis untuk masuk dalam organisasi itu, akan tetapi
hal itu berubah drastic dan ada semacam kesan aneh. Awalnya saya menyangka
bahwa akan bertemu dengan orang orang ramah yang penuh dengan idelaisme tulus
dari hati untuk senantiasa meneriakkan perlawanan dan berontak pada penguasa,
namun hahahaha…yang saya jumpai hanya orang orang yang ingin eksis dan diakui
bahwa mereka seorang aktivis…… yang lebih parahnya lagi dalam organisasi itu
ada semcam gap yang terdiri dari orang orang yang memiliki prodi yang sama.
Selain itu senioritas pada organisasi itu sangatlah terasa. Fucking…itulah kata
yang mungkin menjadi ekspresi saya ketika memasuki BEM. Padahal organisasi ini
adalah organisasi yang ada di fakultas denngan atmosfer politik yang tinggi.
Memang, BEM adalah wadah yang sangat baik dan vital bagi para calon calon
pemberontak (baca : penjilat) untuk mengembangkan kemapuannya. Mungkin saya
terlalu naïf, terlalu berharap kepada mereka yang mengatas namakan perubahan.
Nyatanya ketika saya beberapa hari bergabung dengan mereka, mereka tidak ada
bedanya dengan OSIS sewaktu SMA. Hahahaha…..saya tidak ada maksud sedikitpun
untuk menghina atau merendahkan organisasi tersebut, namun itulah yang selama
ini aku rasakan. Memang mereka kumpulan orang orang cerdas dan pintar, dan saya
mengakui hal itu, akan tetapi jika melihat tekad mereka, tak ada bedannya
dengan para birokrat birokrat busuk itu. entah mengapa, ketika sebelum
mengawali suatu hal, saya sempat merasa bahwa ada pandangan yang selalu
melintas di pikiran saya. Pikiran tersebut selalu saja muncul ketika saat saat
tertentu, dan yang lebih anehnya lagi ketika hal itu menjadi sebuah kenyataan
dan menjadi kebenaran. Setelah beberapa minggu beranbung dengan mereka, saya
putuskan untuk diam diam keluar dari organisasi tersebut. karena saya merasa
bahwa orang seperti saya tidak akan pernah bisa bekerja sama atau berkelompok
dalam suatu organisasi apapun. Kembal ke topic sebelumnya. Memang jenuh menjadi
para mahasiswa, hidup seperti penuh pemberontakan, apalagi bagi mereka yang
setipa harinya berteriak teriak akan perubahan dan perjuangan.
Namun yang
menjadi permasalahan adalah ketika semau hal itu hanyalah fatamorgana atau
bahkan menjadi boomerang bagi mereka yang melakukannya. Indonesia tidak lagi
berada dalam belenggu penjajahan, dan kita tidak lagi berada dalam kondisi ’98.
Perjuangan yang mereka lakukan saya rasa tidak lagi atas dasar nurani, dan saya
tahu apa yang ada di pikiran mereka. Mereka tidak sepenuhnya bersemangat dalam
memberrontak para birokrat tersebut. karena apa, karena merekalah yang akan
menggantikannya di kursi jabatan. Merekalah yang saat ini menjadi anjing
birokrat. Yaaa anjing birokrat, secara umum anjing bertugas menjaga dan
melindungi, begitu juga mereka. Dengan isu isu korupsi dan perjuangan, mereka
rela berpanas panasan untuk melakukan demo, yang mayoritas adalah bukan
mahasiswa.
Ketika berhasil melakukan apa yang mereka inginkan maka tampaklah
wajah mereka yang sebenarnya. Dan tentunya kita semua akan tahu, ketika mereka
menempati posisi di pemerintahan, mereka juga harus mau dan siap di injak injak
oleh kebodohan dan ketololan yang mereka lakukan. Menjadi seroang aktivis
memang pilihan, dan tentunya menjadi sebuah hal yang langka, namun ketika semua
itu hanya di gunakan sebagai eksistensi belaka maka hancurlah kalian. Karena
setiap apa yang kita lakukan baik itu ucapan, tindakan, atau hanya sebatas
ungkapan semuanya akan dipertanggung jawabkan. Ya…kalau anda memang seorang
aktivis, berusahalah menjadi apa yang anda inginkan , tapi anda juga harus
sadar bahwa menjadi seorang aktivis tidak hanya pada saat mahasiwa, namun
sepanjang waktu. Menjadi aktivis hanya saat menjadi mahasiwa, dan begitu lulus
menjadi seorang birokrat maka bagi saya anda hanyalah seekor pejilat ulung.
Anda lebih hina daripada binatang!!!.
0 komentar:
Posting Komentar