Blogger templates

Pages

Labels

Sabtu, 12 April 2014

Permasalahan Profesionalisme Para Oknum Penegak Hukum




            
 Hukum, merupakan elemen penting dalam menjaga keselarasan ditengah tengah masyarakat khususnya untuk menjaga kepentingan kepentingan individu agar tidak berbenturan dengan kepentingan individu individu lainnya. Di samping itu hukum juga merupakan sistem terpenting dalam pelaksanaa rangkaian kekuasaan kelembagaan mulai dari penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi, perantara utama hubungan sosial dan masyarakat terhadap kriminalitas dan lain-lain. Hukum memiliki beberapa jenis yang cukup beragam, antara lain yaitu hukum pidana/hukum public, hukum perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negra/hukum tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat, hukum islam, hukum agrarian, hukum bisnis dan hukum lingkungan. Di indonesia sendiri, sebagai negara yang plural dan multicultural terdapat beberapa aturan atau hukum yang masih dipertahankan yaitu sistem hukum-hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat.  


                                                                            
Hukum perdata dan pidana berbasis pada hukum Eropa konntinental, khususnya dari belanda karena wilayah Indonesia dulunya adalah wilayah jajahan Belanda. Masa-masa tersebut membrikan pengaruh terhadap hukum di Indonesia hingga kini. Kemudian hukum Agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Yang terakhir adalah hukum Adat yang diserap oleh perundang-undangan atau yurisprudensi yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wiliyah Nusantara. Oleh karena itu, dalam penerapan hukum hukum tersebut tidak dapat maksimal sebab beberapa daerah masih mempertahankan hukum hukum adat mereka di samping mereka menaati hukum hukum positif (pidana) yang di buat dan diatur oleh pemerintah.                                                                                                       
Berbicara mengenai hukum apalagi di indonesia tentu yang terlintasdi benak dan pikiran kita adalah berbagai kasus pelanggaran hukum yang setiap hari mewarnai layar kaca dan media media massa di sekitar kita. Berbagai kasus hukum tersebut terjadi pada masyarakat kelas bawah sampai kelas atas, dari aparatur pemerintah tingkat atas sampai yang paling sederhana atau bawah. Sungguh ironis ketika mendengar seorang yang mencuri buah dari kebun tetangganya karena lapar harus dihukum kurungan penjara, sedangkan para pihak yang jelas-jelas bersalah seperti koruptor yang merajalela di negara ini justru dengan bebas berlalu lalang di pemerintahan, bahkan menempati posisi yang berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan negara kita ini. jika pun ada yang tertangkap, mereka justru mendapatkan fasilitas yang tidak seharusnya mereka peroleh.     
                                           
Kasus yang lain seperti seorang maling ayam yang harus dijatuhi hukuman kurungan penjara dalam hitungan Tahun. Ini sangat berbeda dengan para pejabat pemerintah atau mereka yang mempunyai banyak uang yang memang secara hukum terbukti bersalah namun dengan mudahnya membeli keadilan dan mempermainkan hukum sesuka mereka. Keduanya dalam kondisi yang sama namun dapat kita lihat bagaimanakah hukum itu berjalan dan dimanakah hukum itu berlaku. Contoh diatas adalah sebagian kecil dari hal-hal yang terjadi disekitar kita. Namun dari hal tersebut yang akhirnya membuat orang-orang di negara ini akan mengagmbarakan bahawa hukum negara kita TIDAK ADIL. Di masyarakat pun sudah tidak asing lagi dengan pernyataan bahwa “hukum Indonesia runcing kebawah tapi tumpul keatas. Pernyataan tersebut timbul bukan semata-mata karena ketidakadilan dalam satu perkara. Beberapa kasu diatas adalah bukti dan penjelasannya. Bagi mereka yang mempunyai kuasa dan harta, hukum telihat begitu mudah untuk diatur.                                      

Mengingat hal ini, setiap kita akan bertanya “apa penyebabnya ?”. Begitu banyak penyebab sistem hukum di Indonesia bermasalah mulai dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, dan masih banyak lagi. Diantara hal-hal diatas, hal yang terutama sebenranya adalah ketidak konsistenan penegakan hukum. Seperti contoh kasus diatas. Hal tersebut sangat mengggamabarakan sangat kurangnya konsistensi penegakan hukum di negara ini, dimana hukum seolah-olah bahkan dapat dikatakan dengan pasti dapat DIBELI. Di sisi lain, pelanggaran hukum di indonesia menapaki babak baru ketika pelanggaran hukum tersebut dilakukan oleh aparat aparat penegak hukum itu sendiri seperti polisi, hakim, jaksa dll. Kasusnya pun beragam mulai dari karupsi, jual beli kasus, jual beli penagguhan penahanan, tawar menawar tuntutan, dan masih banyak lagi kasus kasus yang saat ini semakin kompleks untuk di tangani karena pelakuknya merupakan oknum penegak hukum itu sendiri.               

 Dari penuturan singkat di atas kemudian timbul pertanyaan, bagaimana sebenarnya penerapan hukum di indonesia saat ini?, apa saja factor factor yang menyebabkan hukum di indonesia melemah dan dipenuhi dengan pelanggaran pelanggaran hukum?, dan bagaimana dampak yang ditumbulkan dengan adanya berbagai pelanggaran pelanggaran hukum terseebut?. Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut, kita perlu sedikit menengok ke belakang, lebih tepatnya kita melihat bagaimana latar belakang hukum negeri ini tercipta. Indonesia, seperti yang kita ketahui dulunya merupakan negara terjajah, negara yang menjadi perebutan diantara negara negara penjajah atau klonial mulai dari portugis, spanyol, belanda hingga jepang. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa sudah cukup lama negara ini “berteman” dengan negara negara colonial tersebut. belanda yang 3.5 tahun menjajah negara indonesia ternyata cukup memberikan warna baru pada bangsa ini. Dengan waktu yang cukup lama tersebut, banyak hal hal baru yang kemudian di adopsi oleh bangsa ini termasuk dalam hal hukum atau aturan aturan. Hukum hukum yang di anut oleh masyarakat indonesia saat itu adalah hukum colonial dan bukan hukum raja, ataupun hukum adat.                                                                                                                   
 Seperti yang kita kenal, bahwa colonial belanda sangatlah rakus dan serakah terhadap kekayaan bangsa ini. Oleh sebab itu, mereka membuat berbagai aturan dan kebijakan yang tentunya menguntungkan mereka akan tetapi di sisi lain sangat memberatkan rakyat indnesia saat itu. Parahnya, cara cara hukum colonial tersebut pada akhirnya telah di adaptasi oleh masyarakat dan menjadikan itu sebagai hal yang wajar. Di samping itu, kondisi masyarakat yang masih berlatar belakang feodalisme, tentunya tidak dapat memberontak dengan sistem yang colonial buat, karena sistem tersebut juga di buat oleh raja raja yang pada saat itu masih berkuasa dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama.                                                                               

Hal tersebut tidak berubah ketika era colonial tersebut berubah di jaman mereka saat ini. Dasar dasar hukum colonial tersebut ternyata masih dipertahankan serta diadopsi oleh pemerintah kita sehingga sebenarnya jika kita sadar bahwa hukum yang kita terapkan saat ini adalah refleksi dari hukum colonial dahulu. Kondisi yang demikian tentunya tidak dapat merubah kedaan menjadi lebih baik. Masyarakat masih saja di jejali dengan setumpuk aturan aturan serta undang undang yang tidak tahu apa esensinya. Di sisi lain, aturan yang pemerintah buat ternyata tidak dapat menyelesaikan maslah masalah kompleks yang saat ini bermunculn dan justru memperkeruh masalah masalah tersebut. masalah masalah yang sebetulnya dapat diselesaikan dengan mudah, kini mendapati prosedur porsedur yang sangat membingungkan. Di tambah lagi dengan sistem birokrasi pemerntah kita yang bisa di bilang kaku, juga menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan negeri ini.                       

 Hukum yang hakikatnya digunakan untuk mengatur sebagal aktivitas masyarakat agar tidak terjadi benturan kepentingan, kini malah menjadi suatu masalah baru. apalagi dengan adanay kondisi masyarakat yang multicultural menyebabkan timbulnya banyak persepsi apakah dalam menghadapai suatu masalah harus mementingkan hukum pidana terlebih dahulu, hukum adat atau hukum agama atau hukum hukum yang lain. Hukum di indonesia saat ini dapat di ibaratkan seperti pisau yang terbalik yaitu tajam di bawah, tumpul di atas. Bagaimana tidak, kasus kasus besar seperti rekening gendut milik petinggi petinggi POLRI, kasus gayus, kasus century, dan kasus simulator SIM dengan mudahnya memudar begitu saja tanpa penjelasan yang berarti. Hal tersebut bertolak belakang dengan kasus kasus sepele seperti pencurian ayam, pencurian ranting kayu, sandal jepit yang kasusnya di ekspose habis habisan dan di bawa ke meja hijau. Ini menjadi pertanyaan besar, apa yang sebenarnya yang terjadi pada pemerintah dan lembaga lembaga penegak hukum kita.                                
                                                                                                                 
 Apakah hukum dan aturan aturan yang sedemikian banyaknya tersebut hanya berlaku bagi rakyat dan bukan kepada mereka. Apakah hukum yang mereka buat merupakan produk yang kapan saja bisa diperjual belikan. Yang jelas, bahwa kondisi seperti ini bukan karena peraturan peraturan yang salah, akan tetapi lebih mengarah pada pelaksana dari atura aturan tersebut. di era globaliasi seperti sekarang ini, masih saja masyarakat mempertahankan budaya budaya kolot mereka yaitu feodalisme, masyarakat lebih banyak melakukan hal hal bohong, sehingga inti dari ajaran feodalisme seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) masih tumbuh subur tak terkendali. Di tambah lagi dengan adanya masyarakat yang memiliki sifat fatalistic (pasrah ) menyebabkan kondisi ini tidak berubah. Ada beberapa factor yang menyebabkan hukum di indonesia ini menjadi lemah antara lain yaitu:

1.      Budaya 

Seperti yang kita singgung di atas, bahwa budaya feudal masih sangat melekat pada masyarakat kita di era modern atau globalisasi seperti sekarang ini. Masyarakat sepertinya masih enggan untuk beranjak dari keadaan beberapa puluh tahun silam ketika indonesia masih dalam sistem kerajaan. Budaya yang demikin ternyata sudah menjadi identitas yang tidak dapat hilang. Oleh karena itu aturan aturan yang dicitakan oleh pemerintah, tidak dapat berjalan sebagaimana mensitnya atau lebih tepatnya gagal. Karena aturan aturan tersebut hanya menjadi sebuah formalitas bangsa ini. Di samping itu, secara sadar ataupun tidak sadar, bahwa kita merupakan bangsa yang sering menciptakan sistem sendiri tapi sampai detik ini kita tidak dapat menjalankan satu sistempun yang kita buat. Masyarakat kita terlalu banyak membuat formalitas formalitas yang sebenarnya hanya untuk memperbaiki citra yang sudah lama memburuk.

2.      Kesejahteraan sosial
Di era globalisasi seperti sekarang ini hampir semua hal bisa di nilai dengan materi. Semakin tinggi jabatan seseorang maka juga semakin besar peluangnya untuk melakukan tindakan pelanggaran hukum. Oleh karena itu, mayoritas orang kemudian berlomba lomba memperkaya diri mereka dengan berbagai cara tanpa memandang hal tersebut salah atau tidak. Semua orang tidak memperdulikan tanggung jawab yang mereka emban saat mereka belum bekerja seperti sekarang ini. Di sisi lain, tuntutan hidup yang dari kehari semakin mencekik membuat sebagian orang berpikir praktis, sempit dan pragmatis terhadap apa yang mereka lakukan. Mereka rela menggadaikan jabatan mereka demi memeperoleh uang.

3.      Intervensi politik dan ekonomi
Suatu hal jika sudah dimasuki oleh unsur politik, maka hal tersebut dapat dikatakan hancur atau rusak. Seperti halnya dunia hukum kita, yang sangat rentan di itervensi oleh politik. Beberapa orang yang merasa memilike kekuasaan dan otoritas merasa memiliki hak lebih untuk menyikapi persoalan persoalan yang membelit mereka. Oleh karena itu, mereka kemudian dengan mudah membeli dan memanipulasi keputusan keputusan hakim, jaksa dan polri agar mereka terbebas dari masalah masalah hukum yang membelit mereka. Di samping itu, sebagian oknum penegak hukum kita sepertinya tidak ada bendaya dengan para pelaku pelanggarab hukum.

4.      Intergritas hakim
Jika budaya feudal masih melekat pada masyarakat, maka intergritas juag tidak ada bedanya. Intergritas pada bangsa ini seperti antara ada dan tiada. Bagaimana tidak masyarakat tentunya akan lebih suka “ikut ikutan” daripada “berbeda”. Oleh karena itu, ketika orang orang di sekitarnya berbuat korupsi dan semacamnya, maka ia juga akan bertindak seperti itu. kita ambil contoh misal kasus UNAS baik dari SD, SMP hingga SMA selau saja di warnai dengan tindakan contek masal. Di level sarjana kita, sering kita temui kasus kasus plagiatisme. Jika dalam skala kecil saja mereka sudah melakukan pelanggaran, apalagi sudah di level pemerintah dan lembaga hukum. 

            Hukum di mata masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang stabilitas kehidupan mereka. Akan tetapi, pada saat ini keadaan sangatlah bertolak belakang dan jauh dari harapan. Hukum yang diharapaka dapat menjadi pelindung terhadap HAM ternyata di salah gunakan untuk beragam kepentingan mulai dari ekonomi sampai dengan politik. Hukum tidak lagi menjadi pembatas dalam perilaku manusia, karena hukum dan sebagal aturan aturan yang ada di dalamnya kini kapanpun dan siapapun dapat membeli dan memanipulaisnya. Di sisi lain yang lebih parah bahwa para oknum penegak hukum saat ini juga sama buruknya dengan para pelanggar hukum. 

Mereka dengan sesukannya mengingkari tanggung jawab mereka untuk menegakkan dan menjaga eksistensi hukum yang pemerintah buat. Tentunya, jika hal trsebut terus berlangsung, maka masyarakat juga semakin meragukan akan aturan aturan dan hukum yang di buat oleh pemerintah. Di tambah lagi dengan banyaknya oknum penegak hukum yang malah melakukan pelanggaran hukum itu sendiri. Aturan yang semula di taati oleh masyarakat, kini hanya menjadi formalitas belaka tanpa ada kesadaran untuk mentaatinya. Masyarakat semakin lama semakin apatis terhadap lembaga lembaga penegak hukum dan pemerintah, karena mereka tidak dapat menjalankan sistem sebagaimana mestinya.     
                                            
Masalah -masalah hukum dan keadilan bukan lagi sekedar masalah teknis prosedural untuk menentukan apakah suatu perbuatan bertentangan atau tidak  dengan  peraturan  perundang-undangan,  atau  apakah  sesuai  atau  tidak  dengan  hukum kebiasaan  yang  berlaku  dalam  masyarakat  Indonesia.  Pola-pola  transaksional  dalam  hukum marak  terjadi.  Namun,  profesionalisme  aparat  penegak  hukum  bukanlah  merupakan  harapan semu  bagi  bangsa  ini.  Hukum  memang  belum  berjalan  dengan  baik  dan  belum  menunjukkan taringnya  bagi  para  penyeleweng  keadilan.  Di  satu  sisi,  masih  ada  golongan  masyarakat  yang memiliki keyakinan kuat bahwa hukum masih dapat ditegakkan di bumi Indonesia ini. Etika dan moral yang baik belum mengakar dalam darah aparat penegak hukum, sehingga menyebabkan kurangnya  rasa  percaya  dari  masyarakat  terhadap  penegakan  hukum  itu  sendiri.      
                                                                            
 Padahal  etika dan moral merupakan bagian yang paling terpenting dalam menjalankan profesi apapun. Kondisi penegakan hukum sekarang dapat diibaratkan sebagai benang ruwet yang harus segera diurai.  Pada  dasarnya  perlu  ada  reformasi  internal  aparat  penegak  hukum  secara  konsisten, profesional dan berkelanjutan berkaitan dengan penegakan etika profesi hukum. Dalam mengurai keruwetan  tersebut  diperlukan  kesungguhan  dari  pihak  eksekutif,  legislatif,  yudikatif,  serta elemen masyarakat sendiri. Persoalan  yang  kompleks  di  lapangan  harus  dihadapi  dengan  integritas  tinggi  aparat  penegak hukum  berkaitan  dengan  reformasi  sistem  yang  harus  segera  diwujudkan.  

 Persoalan  yang kompleks tersebut antara lain judicial corruption(korupsi pada lembaga penegak hukum) yang telah membudaya dan pola berpikir aparat penegak hukum yang harus dilepaskan dari kultur lama. Hukum yang berkembang menunjukkan degradasi nilai-nilai kemanusiaan yang mencemaskan yang diperlihatkan dengan aksi kekerasan, pressure  massa,  anarkisme,  melawan  petugas,  dan  lain-lain.  Hal  tersebut  dapat  terjadi  karena penegakan  hukum  tak  berjalan  sesuai  dengan  harapan  sehingga  masyarakat  melakukan  upaya penegakan hukum dengan cara mereka sendiri melalui bentuk-bentuk pengadilan massa.










Daftar Pustaka


Soemanto, RB. 2012. Sosiologi Hukum : Filsafat, Teori dan Masalah. Surakarta : Sebelas Maret University Press.



0 komentar:

Posting Komentar