Hukum,
merupakan elemen penting dalam menjaga keselarasan ditengah tengah masyarakat
khususnya untuk menjaga kepentingan kepentingan individu agar tidak berbenturan
dengan kepentingan individu individu lainnya. Di samping itu hukum juga
merupakan sistem terpenting dalam pelaksanaa rangkaian kekuasaan kelembagaan
mulai dari penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi, perantara
utama hubungan sosial dan masyarakat terhadap kriminalitas dan lain-lain. Hukum
memiliki beberapa jenis yang cukup beragam, antara lain yaitu hukum pidana/hukum
public, hukum perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara, hukum
administrasi negra/hukum tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat, hukum
islam, hukum agrarian, hukum bisnis dan hukum lingkungan. Di indonesia sendiri,
sebagai negara yang plural dan multicultural terdapat beberapa aturan atau
hukum yang masih dipertahankan yaitu sistem hukum-hukum Eropa, hukum
Agama dan hukum Adat.
Hukum perdata dan pidana
berbasis pada hukum
Eropa konntinental, khususnya dari belanda karena wilayah Indonesia
dulunya adalah wilayah jajahan Belanda. Masa-masa tersebut membrikan pengaruh
terhadap hukum di Indonesia hingga kini. Kemudian hukum Agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau Syari’at
Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan.
Yang terakhir adalah hukum Adat yang diserap oleh perundang-undangan atau
yurisprudensi yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wiliyah Nusantara. Oleh karena itu,
dalam penerapan hukum hukum tersebut tidak dapat maksimal sebab beberapa daerah
masih mempertahankan hukum hukum adat mereka di samping mereka menaati hukum
hukum positif (pidana) yang di buat dan diatur oleh pemerintah.
Berbicara mengenai hukum apalagi di
indonesia tentu yang terlintasdi benak dan pikiran kita adalah berbagai kasus
pelanggaran hukum yang setiap hari mewarnai layar kaca dan media media massa di
sekitar kita. Berbagai kasus hukum tersebut terjadi pada masyarakat kelas bawah
sampai kelas atas, dari aparatur pemerintah tingkat atas sampai yang paling
sederhana atau bawah. Sungguh ironis ketika mendengar seorang yang
mencuri buah dari kebun tetangganya karena lapar harus dihukum kurungan
penjara, sedangkan para pihak yang jelas-jelas bersalah seperti koruptor yang
merajalela di negara ini justru dengan bebas berlalu lalang di pemerintahan,
bahkan menempati posisi yang berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan
negara kita ini. jika pun ada yang tertangkap, mereka justru mendapatkan
fasilitas yang tidak seharusnya mereka peroleh.
Kasus yang lain seperti
seorang maling ayam yang harus dijatuhi hukuman kurungan penjara dalam hitungan
Tahun. Ini sangat berbeda dengan para pejabat pemerintah atau mereka yang
mempunyai banyak uang yang memang secara hukum terbukti bersalah namun dengan
mudahnya membeli keadilan dan mempermainkan hukum sesuka mereka. Keduanya dalam
kondisi yang sama namun dapat kita lihat bagaimanakah hukum itu berjalan dan
dimanakah hukum itu berlaku. Contoh diatas adalah sebagian kecil dari hal-hal
yang terjadi disekitar kita. Namun dari hal tersebut yang akhirnya membuat
orang-orang di negara ini akan mengagmbarakan bahawa hukum negara kita TIDAK ADIL. Di masyarakat pun sudah
tidak asing lagi dengan pernyataan bahwa “hukum Indonesia runcing kebawah tapi tumpul
keatas. Pernyataan tersebut timbul bukan semata-mata karena
ketidakadilan dalam satu perkara. Beberapa kasu diatas adalah bukti dan
penjelasannya. Bagi mereka yang mempunyai kuasa dan harta, hukum telihat begitu
mudah untuk diatur.
Mengingat
hal ini, setiap kita akan bertanya “apa penyebabnya ?”. Begitu banyak penyebab
sistem hukum di Indonesia bermasalah mulai dari sistem peradilannya, perangkat
hukumnya, dan masih banyak lagi. Diantara hal-hal diatas, hal yang terutama
sebenranya adalah ketidak konsistenan penegakan hukum. Seperti contoh kasus
diatas. Hal tersebut sangat mengggamabarakan sangat kurangnya konsistensi
penegakan hukum di negara ini, dimana hukum seolah-olah bahkan dapat dikatakan
dengan pasti dapat DIBELI. Di sisi lain, pelanggaran hukum di indonesia menapaki
babak baru ketika pelanggaran hukum tersebut dilakukan oleh aparat aparat
penegak hukum itu sendiri seperti polisi, hakim, jaksa dll. Kasusnya pun
beragam mulai dari karupsi, jual beli kasus, jual beli penagguhan penahanan,
tawar menawar tuntutan, dan masih banyak lagi kasus kasus yang saat ini semakin
kompleks untuk di tangani karena pelakuknya merupakan oknum penegak hukum itu
sendiri.
Dari penuturan
singkat di atas kemudian timbul pertanyaan, bagaimana sebenarnya penerapan
hukum di indonesia saat ini?, apa saja factor factor yang menyebabkan hukum di
indonesia melemah dan dipenuhi dengan pelanggaran pelanggaran hukum?, dan
bagaimana dampak yang ditumbulkan dengan adanya berbagai pelanggaran
pelanggaran hukum terseebut?. Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut, kita
perlu sedikit menengok ke belakang, lebih tepatnya kita melihat bagaimana latar
belakang hukum negeri ini tercipta. Indonesia, seperti yang kita ketahui
dulunya merupakan negara terjajah, negara yang menjadi perebutan diantara
negara negara penjajah atau klonial mulai dari portugis, spanyol, belanda
hingga jepang. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa sudah cukup lama
negara ini “berteman” dengan negara negara colonial tersebut. belanda yang 3.5
tahun menjajah negara indonesia ternyata cukup memberikan warna baru pada
bangsa ini. Dengan waktu yang cukup lama tersebut, banyak hal hal baru yang
kemudian di adopsi oleh bangsa ini termasuk dalam hal hukum atau aturan aturan.
Hukum hukum yang di anut oleh masyarakat indonesia saat itu adalah hukum
colonial dan bukan hukum raja, ataupun hukum adat.
Seperti
yang kita kenal, bahwa colonial belanda sangatlah rakus dan serakah terhadap
kekayaan bangsa ini. Oleh sebab itu, mereka membuat berbagai aturan dan
kebijakan yang tentunya menguntungkan mereka akan tetapi di sisi lain sangat
memberatkan rakyat indnesia saat itu. Parahnya, cara cara hukum colonial
tersebut pada akhirnya telah di adaptasi oleh masyarakat dan menjadikan itu
sebagai hal yang wajar. Di samping itu, kondisi masyarakat yang masih berlatar
belakang feodalisme, tentunya tidak dapat memberontak dengan sistem yang
colonial buat, karena sistem tersebut juga di buat oleh raja raja yang pada
saat itu masih berkuasa dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama.
Hal
tersebut tidak berubah ketika era colonial tersebut berubah di jaman mereka
saat ini. Dasar dasar hukum colonial tersebut ternyata masih dipertahankan
serta diadopsi oleh pemerintah kita sehingga sebenarnya jika kita sadar bahwa
hukum yang kita terapkan saat ini adalah refleksi dari hukum colonial dahulu.
Kondisi yang demikian tentunya tidak dapat merubah kedaan menjadi lebih baik.
Masyarakat masih saja di jejali dengan setumpuk aturan aturan serta undang
undang yang tidak tahu apa esensinya. Di sisi lain, aturan yang pemerintah buat
ternyata tidak dapat menyelesaikan maslah masalah kompleks yang saat ini
bermunculn dan justru memperkeruh masalah masalah tersebut. masalah masalah
yang sebetulnya dapat diselesaikan dengan mudah, kini mendapati prosedur
porsedur yang sangat membingungkan. Di tambah lagi dengan sistem birokrasi
pemerntah kita yang bisa di bilang kaku, juga menyebabkan semakin kompleksnya
permasalahan negeri ini.
Hukum
yang hakikatnya digunakan untuk mengatur sebagal aktivitas masyarakat agar
tidak terjadi benturan kepentingan, kini malah menjadi suatu masalah baru. apalagi
dengan adanay kondisi masyarakat yang multicultural menyebabkan timbulnya
banyak persepsi apakah dalam menghadapai suatu masalah harus mementingkan hukum
pidana terlebih dahulu, hukum adat atau hukum agama atau hukum hukum yang lain.
Hukum di indonesia saat ini dapat di ibaratkan seperti pisau yang terbalik
yaitu tajam di bawah, tumpul di atas. Bagaimana tidak, kasus kasus besar
seperti rekening gendut milik petinggi petinggi POLRI, kasus gayus, kasus
century, dan kasus simulator SIM dengan mudahnya memudar begitu saja tanpa
penjelasan yang berarti. Hal tersebut bertolak belakang dengan kasus kasus
sepele seperti pencurian ayam, pencurian ranting kayu, sandal jepit yang
kasusnya di ekspose habis habisan dan di bawa ke meja hijau. Ini menjadi
pertanyaan besar, apa yang sebenarnya yang terjadi pada pemerintah dan lembaga
lembaga penegak hukum kita.
Apakah
hukum dan aturan aturan yang sedemikian banyaknya tersebut hanya berlaku bagi
rakyat dan bukan kepada mereka. Apakah hukum yang mereka buat merupakan produk
yang kapan saja bisa diperjual belikan. Yang jelas, bahwa kondisi seperti ini
bukan karena peraturan peraturan yang salah, akan tetapi lebih mengarah pada
pelaksana dari atura aturan tersebut. di era globaliasi seperti sekarang ini,
masih saja masyarakat mempertahankan budaya budaya kolot mereka yaitu
feodalisme, masyarakat lebih banyak melakukan hal hal bohong, sehingga inti dari
ajaran feodalisme seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) masih tumbuh
subur tak terkendali. Di tambah lagi dengan adanya masyarakat yang memiliki
sifat fatalistic (pasrah ) menyebabkan kondisi ini tidak berubah. Ada beberapa
factor yang menyebabkan hukum di indonesia ini menjadi lemah antara lain yaitu:
1.
Budaya
Seperti
yang kita singgung di atas, bahwa budaya feudal masih sangat melekat pada
masyarakat kita di era modern atau globalisasi seperti sekarang ini. Masyarakat
sepertinya masih enggan untuk beranjak dari keadaan beberapa puluh tahun silam
ketika indonesia masih dalam sistem kerajaan. Budaya yang demikin ternyata
sudah menjadi identitas yang tidak dapat hilang. Oleh karena itu aturan aturan
yang dicitakan oleh pemerintah, tidak dapat berjalan sebagaimana mensitnya atau
lebih tepatnya gagal. Karena aturan aturan tersebut hanya menjadi sebuah
formalitas bangsa ini. Di samping itu, secara sadar ataupun tidak sadar, bahwa
kita merupakan bangsa yang sering menciptakan sistem sendiri tapi sampai detik
ini kita tidak dapat menjalankan satu sistempun yang kita buat. Masyarakat kita
terlalu banyak membuat formalitas formalitas yang sebenarnya hanya untuk
memperbaiki citra yang sudah lama memburuk.
2.
Kesejahteraan sosial
Di
era globalisasi seperti sekarang ini hampir semua hal bisa di nilai dengan
materi. Semakin tinggi jabatan seseorang maka juga semakin besar peluangnya
untuk melakukan tindakan pelanggaran hukum. Oleh karena itu, mayoritas orang
kemudian berlomba lomba memperkaya diri mereka dengan berbagai cara tanpa
memandang hal tersebut salah atau tidak. Semua orang tidak memperdulikan
tanggung jawab yang mereka emban saat mereka belum bekerja seperti sekarang
ini. Di sisi lain, tuntutan hidup yang dari kehari semakin mencekik membuat
sebagian orang berpikir praktis, sempit dan pragmatis terhadap apa yang mereka
lakukan. Mereka rela menggadaikan jabatan mereka demi memeperoleh uang.
3.
Intervensi politik dan ekonomi
Suatu
hal jika sudah dimasuki oleh unsur politik, maka hal tersebut dapat dikatakan
hancur atau rusak. Seperti halnya dunia hukum kita, yang sangat rentan di
itervensi oleh politik. Beberapa orang yang merasa memilike kekuasaan dan
otoritas merasa memiliki hak lebih untuk menyikapi persoalan persoalan yang
membelit mereka. Oleh karena itu, mereka kemudian dengan mudah membeli dan
memanipulasi keputusan keputusan hakim, jaksa dan polri agar mereka terbebas
dari masalah masalah hukum yang membelit mereka. Di samping itu, sebagian oknum
penegak hukum kita sepertinya tidak ada bendaya dengan para pelaku pelanggarab
hukum.
4.
Intergritas hakim
Jika
budaya feudal masih melekat pada masyarakat, maka intergritas juag tidak ada
bedanya. Intergritas pada bangsa ini seperti antara ada dan tiada. Bagaimana tidak
masyarakat tentunya akan lebih suka “ikut ikutan” daripada “berbeda”. Oleh
karena itu, ketika orang orang di sekitarnya berbuat korupsi dan semacamnya,
maka ia juga akan bertindak seperti itu. kita ambil contoh misal kasus UNAS
baik dari SD, SMP hingga SMA selau saja di warnai dengan tindakan contek masal.
Di level sarjana kita, sering kita temui kasus kasus plagiatisme. Jika dalam
skala kecil saja mereka sudah melakukan pelanggaran, apalagi sudah di level
pemerintah dan lembaga hukum.
Hukum
di mata masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang stabilitas
kehidupan mereka. Akan tetapi, pada saat ini keadaan sangatlah bertolak
belakang dan jauh dari harapan. Hukum yang diharapaka dapat menjadi pelindung
terhadap HAM ternyata di salah gunakan untuk beragam kepentingan mulai dari
ekonomi sampai dengan politik. Hukum tidak lagi menjadi pembatas dalam perilaku
manusia, karena hukum dan sebagal aturan aturan yang ada di dalamnya kini
kapanpun dan siapapun dapat membeli dan memanipulaisnya. Di sisi lain yang
lebih parah bahwa para oknum penegak hukum saat ini juga sama buruknya dengan
para pelanggar hukum.
Mereka dengan sesukannya mengingkari tanggung jawab
mereka untuk menegakkan dan menjaga eksistensi hukum yang pemerintah buat.
Tentunya, jika hal trsebut terus berlangsung, maka masyarakat juga semakin
meragukan akan aturan aturan dan hukum yang di buat oleh pemerintah. Di tambah
lagi dengan banyaknya oknum penegak hukum yang malah melakukan pelanggaran
hukum itu sendiri. Aturan yang semula di taati oleh masyarakat, kini hanya
menjadi formalitas belaka tanpa ada kesadaran untuk mentaatinya. Masyarakat
semakin lama semakin apatis terhadap lembaga lembaga penegak hukum dan
pemerintah, karena mereka tidak dapat menjalankan sistem sebagaimana mestinya.
Masalah -masalah hukum dan keadilan bukan
lagi sekedar masalah teknis prosedural untuk menentukan apakah suatu perbuatan
bertentangan atau tidak dengan peraturan
perundang-undangan, atau apakah
sesuai atau tidak
dengan hukum kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat
Indonesia. Pola-pola transaksional
dalam hukum marak terjadi.
Namun, profesionalisme aparat
penegak hukum bukanlah
merupakan harapan semu bagi
bangsa ini. Hukum
memang belum berjalan
dengan baik dan belum
menunjukkan taringnya bagi para
penyeleweng keadilan. Di
satu sisi, masih
ada golongan masyarakat
yang memiliki keyakinan kuat bahwa hukum masih dapat ditegakkan di bumi
Indonesia ini. Etika dan moral yang baik belum mengakar dalam darah aparat
penegak hukum, sehingga menyebabkan kurangnya
rasa percaya dari
masyarakat terhadap penegakan
hukum itu sendiri.
Padahal etika dan moral merupakan bagian yang paling
terpenting dalam menjalankan profesi apapun. Kondisi penegakan hukum sekarang
dapat diibaratkan sebagai benang ruwet yang harus segera diurai. Pada
dasarnya perlu ada
reformasi internal aparat
penegak hukum secara
konsisten, profesional dan berkelanjutan berkaitan dengan penegakan
etika profesi hukum. Dalam mengurai keruwetan
tersebut diperlukan kesungguhan
dari pihak eksekutif,
legislatif, yudikatif, serta elemen masyarakat sendiri.
Persoalan yang kompleks
di lapangan harus
dihadapi dengan integritas
tinggi aparat penegak hukum
berkaitan dengan reformasi
sistem yang harus
segera diwujudkan.
Persoalan
yang kompleks tersebut antara lain judicial corruption(korupsi pada
lembaga penegak hukum) yang telah membudaya dan pola berpikir aparat penegak
hukum yang harus dilepaskan dari kultur lama. Hukum yang berkembang menunjukkan
degradasi nilai-nilai kemanusiaan yang mencemaskan yang diperlihatkan dengan
aksi kekerasan, pressure massa, anarkisme,
melawan petugas, dan
lain-lain. Hal tersebut
dapat terjadi karena penegakan hukum
tak berjalan sesuai
dengan harapan sehingga
masyarakat melakukan upaya penegakan hukum dengan cara mereka
sendiri melalui bentuk-bentuk pengadilan massa.
Daftar Pustaka
Soemanto,
RB. 2012. Sosiologi Hukum : Filsafat,
Teori dan Masalah. Surakarta : Sebelas Maret University Press.
0 komentar:
Posting Komentar