Blogger templates

Pages

Labels

Minggu, 13 April 2014

Baudrilard, masyarakat kosumsi


            
Baudrilard, merupakan tokoh post modern yang menitikberatkan pada persoalan ekonomi. Di perjalanan karirnya ia dikenal sebagai seorang Marxian, akan tetapi meskipun Marx dan sebagaian besar Marxis tradisional memfokuskan pada faktor produksi, Baudrilard memfokuskan dirinya dengan
masalah kosumsi. Ketertarikannya pada masalah-masalah kosumsi, menjadikan Amerika sebagai laboraturium sosiologi terbesarnya.

Baudrilard memandang Amerika sebagai rumah masyarakat konsumsi atau konsumen, sedangkan Eropa dianggap sebagai saksi mata suatu  “trend berkenaan dengan model amerika (Baudrilard dalam Poster, 1988: 11). Ia menganggap bahwa obyek konsumsi sebagai sesuatu yang diorganisir oleh tatanan produksi, atau dalam arti, kenyataanya kebutuhan dan kosumsi adalah perluasan kekuatan produktif yang diorganisir.                                 

Menurutnya, konsumsi bukanlah tambahan kecil bagi perputaran capital, tetapi merupakan kekuatan produktif yang penting bagi capital itu sendiri. Dia memandang sistem obyek konsumen dan sistem komunikasi pada dasar periklanan sebagai pembentukan pemikiran (kode signifikansi) yang mengontrol obyek dan individu di tengah masyarakat.              

Melalui obyek, setiap individu dan setiap kelompok menemukan tempat masing-masing pada sebuah tatanan, semuanya berusaha mendorong tatanan ini berdasarkan garis pribadi. Melalui obyek masyarakat terstratifikasi agar setiap orang tetap berada dalam tempat mereka, masyarakat (tingkat yang lebih luas) merupakan apa yang mereka konsumsi dan berbeda dari tipe masyarakat lain berdasarkan atas obyek kosumsi. Mengkonsumsi obyek tertentu menandakan (secara tidak sadar), bahwa kita sama dengan orang yang mengkosumsi obyek tersebut dan kita berbeda dari siapa yang mengkonsumsi obyek lain.                                                                                              

Inilah yang kemudian disebut sebagai kode, mengontrol apa yang kita konsumsi dan apa yang tidak kita konsumsi. Dalam masyarakat, konsumen yang dikendalikan oleh kode, hubungan manusia ditransformasikan dalam hubungan dengan obyek, terutama kosumsi obyek. Menurut Baudrillard, dalam masyarakat konsumsi orang tidak hanya mengonsumsi barang, tetapi juga jasa dan hubungan antarmanusia. Masyarakat konsumsi diidentikkan dengan masyarakat pertumbuhan yang dalam prosesnya merupakan lingkaran setan pertumbuhan yang dihubungkan dengan pemborosan

 Terkait konteks tersebut, pandangan moral tentang pemborosan sebagai disfungsi diambil kembali menurut fungsi-fungsi yang sebenarnya (Baudrillard, 2009: 31-33). Secara moral, pemborosan adalah bentuk perbuatan kesia-siaan, namun dalam siklus pertumbuhan masyarakat yang merupakan lingkaran setan, pemborosan menjadi logis, yaitu sebagai penyeimbang kesenjangan sosial antara kelas dominan dengan kelas bawah. 

Pemborosan dalam kaitannya dengan perilaku konsumen merupakan bagian dari gaya hidup dan budaya konsumerisme yang dipicu oleh cepatnya pergantian mode dalam berbagai barang dan kebutuhan hidup masyarakat konsumsi. Jika kita tarik kesimpulan, Baudrilard berangapan bahwa ketika seseorang mengkosumsi maka yang dikosumsi sebenarnya bukan fungsi barang, namun citra atau nilai yang terkandung dalam barang itu sendiri.                              

Komoditas dibeli sebagai gaya ekspresi dan tanda, prestise, kemewahan, kekuasaan dan sebagainya. Kosumsi berkaitan dengan kepuasan terhadap kebutuhan (obyek butuh, subyek, begitu sebaliknya). Kita tidak membeli apa yang kita butuhkan, tetapi membeli apa yang kode sampaikan pada kita tentang apa yang seharusnya dibeli ( Ritzer, 2010: 197)

Obyek adalah tanda (nilai tanda) dari nilai guna atau nilai tukar kita dapat ambil contoh misal: BMW lebih baik daripada Hyundai, bukan karena ia lebih berguna, tapi karena dalam sistem obyek mobil BMW memiliki status yang lebih tinggi. Di samping itu, Baudrilard mengatakan bahwa konsumerisme merupakan logika untuk memenuhi kepuasan hasrat. Konsumerisme bukan lagi berdasarkan kebutuhan, tapi lebih kepada kepuasan nafsu. 

Kapitalisme memanfaatkan nafsu tersebut untuk terus membelenggu masyarakat dalam jerat konsumerisme. Praktek konsumsi menjadi gaya hidup. Konsumsi menjadi cara pandang baru masyarakat. barang konsumsi di sesuaikan dengan pengalaman dan pandangan filosofi masyarakat setempat. Hal inilah yang membuat masyarakat terjebak dalam budaya konsumerisme.

0 komentar:

Posting Komentar