Blogger templates

Pages

Labels

Sabtu, 12 April 2014

INTERAKSIONISME SIMBOLIK GEORGE HERBERT MEAD





I. Biografi George Herbert Mead
            Sekilas perjalanan sosiologis dari beliau, George Herbert Mead penulis mencoba untuk menyuratkannya. Beliau lahir di South Hatley Massachussetspada tanggal 27 Februari 1863. Mead mendapat Sarjana Muda pada tahun 1883 di Oberlin College. Saat berkuliah, Mead sangat terpengaruh filsafat dan agama yang sering didiskusikan dengan temannya. Sehingga Mead menjadi sangat krtitis dalam kajian kepercayaan yang bersifat supranatural.

            Pada tahun 1887, Mead meneruskan kuliah di Universitas Harvard dan Universitas Leipzig, lalu beliau menjadi dosen di Universitas Michigan pada tahun 1891 dan setelah itu beliau pindah ke Universitas Chicago pada tahun 1894 atas undangan John Dewey. Dalam kuliah lanjutannya, Mead cenderung tertarik pada kajian psikologi daripada pada kajian filsafat yang beliau dalami sebelumya.
            Mead sebagai staf pengajar, dikenal oleh mahasiswa-mahasiswanya dengan senyumnya yang khas dan menyejukkan. Karyanya Mind, Self, and Societydisusun dari bahan kuliah stenografisnya pada tahun 1928. Mead dikenal juga sebagai seorang psikolog sosial, karena memang pada akhirnya ia banyak berbicara tentang proses berfikir, konsep diri dalam organisasi sosial, dan pola-pola pengambilan peran orang lain sebagai dasar organisasi sosial. Ia menganggap bahwa perkembangan sains dapat mengatasi problem sosial, untuk itu ia aktif dalam kegiatan sosial dan mengupayakan pendirian pemukiman sosial di Universitas Chicago. Ia meninggal tahun 1931 di rumahsakit akibat gagal jantung yang dideritanya.

II. Konseptual Turunan Tokoh-Tokoh
            Mead dalam konsepsinya tentang interaksionisme simbolik mengadopsi teori dari sosiolog klasik Max Weber yang dalam teorinya juga menganalisis tindakan individu. Namun dalam paparan Max Weber, beliau dapat dikatakan lebih cnderung pada tindakan-tindakan individu sebagai birokrat. Bukan individu secara umumnya.
            Namun, level kajian Mead tidak makro seperti kajian-kajian dari Marx, Durkheim, dan Weber. Mead lebih cenderung menerapkan gagasan kemunculan pada proses kesadaran ketimbang menerapkannya pada masyarakat yang lebih luas. Jadi, pikiran dan diri dipandang sebagai bentuk proses sosial yang baru muncul.
            William James dan John Dewey sangat mempengaruhi Mead dalam kajian pragmatisnya, sehingga dengan sedikit campuran kajian psikologi, Mead dapat membentuk suatu skema filosofis dan psikologi sosial yang benar-benar baru. Dapat dikatakan, Mead adalah salah satu penganut aliran Behaviorisme yang melihat individu bukan dari siapa dia, namun melihat pada kerangka perilakunya.
            Mead juga menerapkan teori evolusi sosial dari Charles Darwin untuk mengkaji proses, perubahan, ketidakstabilan, dan perkembangan sebagai materi terpenting dari kehidupan sosial.

III. Analisis Pemikiran Mead Tentang Interksionisme Simbolik
            Kebudayaan adalah hasil dari cipta sebagai keluaran dari proses manipulasi manusia yang berorientasi pada kebutuhan hidup. Menurut Mead, masyarakatlah yang pertama kali muncul lalu diikuti pemikiran-pemikiran yang ada dalam masyarakat. Kelompok sosial yang selanjutnya membentuk kesadaran diri dan perkembangan mental individu.
            Oleh karena itu, Mead juga menyimpulkan alasannya membuat konsep interaksionisme simbolis, yaitu pemakaian konsep psikologi sosial dengan konsekuensi yang melekat padanya. Untuk menganalisis perilaku ataupun tindakan sosial harus dimulai menganalisis perilaku sosial sebagai kompleksitas dari perilaku-perilaku individu yang menjadi bagian-bagian perilaku sosial tersebut. Dan juga, bagi psikologi sosial adalah keseluruhan (masyarakat) mendahului bagian (individu), bukan bagian mendahului keseluruhan, bukan keseluruhan menurut satu atau beberapa bagian.
            Dalam konsep teori Herbert Mead tentang interaksionisme simbolis terdapat prinsip-prinsip dasar yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       manusia dibekali kemampuan berpikir, tidak seperti binatang
b.      kemampuan berpikir ditentukan oleh interaksi sosial individu
c. dalam berinteraksi sosial, manusia belajar memahami simbol-simbol beserta maknanya yang memungkinkan manusia untuk memakai kemampuan berpikirnya
d. makna dan simbol memungkinkan manusia untuk bertindak (khusus dan sosial) dan berinteraksi
e. manusia dapat mengubah arti dan simbol yang digunakan saat berinteraksi berdasar penafsiran mereka terhadap situasi
f. manusia berkesempatan untuk melakukan modifikasi dan perubahan karena berkemampuan berinteraksi dengan diri yang hasilnya adalah peluang tindakan dan pilihan tindakan
g. pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok bahkan masyarakat.

A.    Mind (Akal Budi atau Pikiran)
            Pikiran bagi Mead tidak dipandang sebagai objek, namun lebih ke proses sosial. Mead juga mendefinisikan pikiran sebagai kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama. Menurut Mead, manusia harus mengembangkan pikiran melalui interaksi dengan orang lain. Pikiran manusia sangat berbeda dengan binatang. Namun, juga ada interaksi dan perilaku manusia yang tidak dijembatani oleh pikiran, sehingga terdapat persamaan dengan binatang.
            Pikiran dalam analisis Mead adalah suatu proses internal individu yang menimbang-nimbang tentang kebaikan-keburukan, keuntungan-kerugian sebuah tindakan sebelum individu melakukannya. Pikiran sangat dipengaruhi pengalaman-pengalaman dan memori-memori masa lalu, ini juga yang membedakan antara manusia dengan binatang, yaitu mengambil pelajaran dari suatu pengalaman.
            Misalnya interaksi antara dua anjing, pada dasarnya hanya pertukaran isyarat yang menimbulkan reaksi, singkatnya proses aksi-reaksi. Dan, tidak ada pemakaian akal budi dalam proses itu. Pada manusia dalam proses aksi-reaksi secara umum melibatkan akal budi, manusia mengerti makna dari isyarat atau simbol dari manusia lain, lalu menafsirkannya dengan akal budi, dan di sinilah terjadi proses sosial yang dimkasud oleh Mead di atas.
            Pikiran manusia berorientasi pada rasionalitas. Dengan pikiran itulah manusia bisa melakukan proses refleksi yang disebabkan pemakaian simbol-simbol oleh manusia yang berinteraksi, sebut saja sebagai aktor. Simbol-simbol yang digunakan adalah berbentuk gestur dan bahasa yang bagi Mead dianggap sebagai simbol-simbol signifikan yang akan dibahas selanjutnya. Ciri khas dari pikiran adalah kemampuan individu untuk tidak sekedar membangkitkan respons orang lain dari dalam dirinya sendiri, namun juga respons dari komunitas keseluruhan.
            Namun, apabila dikaji lebih dalam, interaksi antarmanusia lebih memiliki kecenderungan dalam penggunaan bahasa verbal daripada gestur, namun tidak dipungkiri juga pemakaian gestur atau isyarat tubuh sering digunakan.
            Manusia dalam menginteraksikan simbol-simbol dalam kehidupan, baik gestur maupun bahasa, prasyaratnya adalah konsensus bersama suatu kelompok atau organisasi sosial tentang makna dari sebuah simbol. Hal ini juga mengakibatkan perbedaan makna tergantung pada lokal masyarakatnya. Contohnya adalah gestur menggelengkan kepala di masyarakat Indonesia mewakili makna tidak atau tidak setuju, di lain tempat, makna dari menggelengkan kepala adalah mempersetujui atau mengiyakan sesuatu hal, dan ini terjadi di masyarakat India. Namun, selain memiliki perbedaan, ada juga makna universal yang dapat dipakai dalam mengartikan sebuah simbol oleh masyarakat. Seperti, gestur senyuman yang dilakukan seseorang akan mewakili sebuah makna kesenangan atau kebahagiaan, dan makna ini berlaku secara universal di manapun.
            Berbeda dengan bahasa, gestur memiliki lebih sedikit kekayaan makna daripada bahasa jika pemakaian bahasa digunakan pada individu yang dominan dengan komunikasi verbal. Jika dilihat pada individu-individu dengan cacat fisik seperti tuna rungu, sebaliknya gestur sangat mendominasi penginteraksian makna-makna melalui simbol-simbol gestur. Dan gestur-gestur yang digunakan oleh para tuna rungu ini secara universal digunakan tanpa ada perbedaan kultural.

             

B. Aksi (Tindakan) dan Interaksi
Fokus dari interaksionisme simbolik adalah dampak dari makna-makna dan simbol-simbol yang digunakan dalam aksi dan interaksi manusia dalam tindakan sosial yang covert dan overt. Melalui aksi dan interaksi ini pula manusia membentuk suatu makna dari simbol yang dikonstruksikan secara bersama. Suatu makna dari simbol dapat berbeda menurut situasi.
            Aksi atau tindakan sosial pada dasarnya adalah sebuah tindakan seseorang yang bertindak melalui suatu pertimbangan menjadi orang lain dalam pikirannya. Atau, dalam melakukan tindakan sosial, manusia dapat mengukur dampaknya terhadap orang lain yang terlibat dalam serangkaian tindakan itu.
            Dalam proses interaksi, manusia memakai simbol-simbol untuk mengomunikasikan makna-makna dalam diri yang ingin disampaikan. Dan setelahnya proses tadi, manusia lain yang terlibat dalam interkasi tersebut mengintepretasikan simbol-simbol tadi berdasar intepretrasinya sendiri. Secara garis besar terdapat hubungan timbal balik antar aktor dalam berinteraksi.
            Analisis Mead tentang stimulus dan respon masuk dalam kerangka perilaku seperti ini, seperti hewan yang hanya melempar stimulus dan menerimanya sehingga mengeluarkan respon untuk stimulus itu seketika itu juga tanpa mempertimbangkan apapun berdasar pengalaman atau memori.
            Berbeda dengan manusia sebagai individu yang berinteraksi dengan manusia yang lain, perbedaannya dalam interaksi antarmanusia sebagai individu terdapat tempat atau momentum di mana pikiran mengambil tempat dalam proses stimulus-respon tersebut. Manusia sebagai individu memiliki pikiran yang mempengaruhi setiap tindakan yang akan dilakukan olehnya.
            Perbedaan interaksi manusia dengan binatang adalah langsung dan tidak langsung. Binatang langsung merespon apa yang diterimanya dari binatang lain, namun manusia memiliki kesempatan untuk memikirkan tindakan terbaik apa yang menurut subjektifnya yang akan dilakukan. Misal, ada seekor anak kucing yang sedang marah lalu menegakkan bulu-bulu di badannya di hadapan kucing yang lain, maka kucing yang lain akan memberikan secara langsung respon marah dan ingin berkelahi dengan kucing yang melempar stimulus tadi. Sebagai perbandingan, ketika Joko yang bekas korban kecelakaan sepeda motor, maka ia akan lebih berhati-hati dalam memutuskan dia akan menjadi pengendara atau pembonceng karena pengaruh pengalaman atau memori masa lalunya.
            Tindakan menurut Mead menurut analisisnya melalui empat tahapan, yaitu impuls, persepsi, manipulasi, dan konsumasi. Keempat tahap ini menurut Mead menjadi suatu rangkaian dalam melakukan suatu tindakan yang tidak dapat dilepaskan satu per satu.
            Impuls, sama seperti stimulus atau rangsangan yang didapatkan ataupun muncul tiba-tiba pada seorang individu. Dalam kehidupan sosial, impuls bukan hanya sekedar rasa lapar saja, melainkan juga berbagai masalah dapat menjadi impuls bagi individu yang menyebabkan individu harus dapat mencari pemecahan terhadap masalah tersebut.
Persepsi adalah proses tanggapan dan respon terhadap impuls (permasalahan) yang dihadapi individu. Pikiran (Mind) dalam tahap ini sangat berperan penting dalam menyikapi impuls tersebut. Pada tahap persepsi yang memerankan pikiran dalam prosesnya, individu memberi ruang untuk memikirkan dan mempetimbangkan segala sesuatu untuk bertindak, mana yang akan diambil dan dibuang dari pikirannya.
            Manipulasi menjadi tahap ketiga dari serangkaian tahap tindakan. Tahap ini menjadi proses tentang pengambilan keputusan setelah melalui tahap persepsi tadi.
Konsumasi adalah suatu proses di mana individu untuk menentukan melakukan sebuah tindakan atau tidak untuk memenuhi kebuthan yang diciptakan dari impuls tadi. Disini terdapat perbedaan antara manusia dan binatang, dalam tahap ini dan manipulasi, pengalaman masa lalu dilibatkan oleh individu yaitu manusia, berbeda dengan binatang yang dalam dua tahap ini bersifat coba-coba.
            Keempat tahap tersebut di atas dapat dianalogikan seperti ini. Kebutuhan akan pemenuhan pengumpulan tugas mata kuliah Teori Sosial Politik pada hari Rabu minggu depan membuat mahasiswa Sosiologi bingung dalam kebutuhan tersebut. Dengan belajar kelompok dipikirkan sebagai suatu jalan keluar bagi permasalahan tersebut, belajar kelompok pun harus memilih seorang mahasiswa yang mempunyai kompetensi untuk membantu mahasiswa-mahasiswa yang menghadapi permasalahan itu dan Joko adalah mahasiswa yang berkompeten. Keputusannya adalah belajar kelompok di kostnya Joko. Sehingga, pada hari Kamis malam beberapa mahasiswa Sosiologi pun belajar kelompok di kostnya Joko.
C. Self (Diri)
            Diri menurut Mead juga bukan merupakan sebuah objek, namun sebagai subjek sebagaimana pikiran. Diri adalah kemampuan untuk merefleksikan diri sendiri dari perspektif orang lain. Bagi Mead, diri berkembang dari sebuah jenis pengambilan peran, membayangkan bagaimana kita dilihat oleh orang lain. Diri adalah suatu proses sosial yang mempunyai kemampuan:
1. memberikan jawaban atau tanggapan kepada diri sendiri seperti orang lain memberi tanggapan atau jawaban,
2. memberikan jawaban atau tanggapan seperti norma umum memberikan jawaban kepadanya (Generalized Others),
3. mengambil bagian dalam percakapannya sendiri dengan orang lain,
4. menyadari apa yang sedang dilakukannya sekarang dan kesadaran untuk melakukan tindakan pada tahap selanjutnya.
            Menurut Mead, diri itu mengalami perkembangan melalui proses sosialisasi. Ada tiga tahap dalam proses sosialisasi ini, yaitu tahap bermain (Play stage), tahap permainan (Game stage), dan tahap orang lain pada umumnya (Generalized Others).
            Tahap bermain (play stage) penuh dengan kepura-puraan, maksudnya dalam tahap ini, anak-anak mengambil peran atau mengandaikan dirinya sebagai orang lain. Atau “pura-pura menjadi orang lain”. Dalam perkembangan yang ‘pura-pura” ini, proses pemahaman diri sebagai peran pengandaiannya kurang mapan, tidak tertata, dan tidak pada umumnya. Misalnya, seorang anak kecil yang bermain “pasaran” dalam konteks masyarakat Jawa, maka anak itu akan mengandaikan dirinya sebagai seorang pedagang karena bapak ibunya adalah pedagang, namun pemahaman sebagai pedagang hanya dipahami sebagai proses jual beli saja.
            Tahap permainan (game stage) menuntut seorang individu memerankan peran dengan utuh. Kesadaran menempati posisi membawa konsekuensi untuk memenuhi semua hak dan kewajiban yang dibebankan pada posisi itu. Sehingga pada tahap ini kepribadian yang kokoh mulai dibentuk. Misalnya, anak-anak yang tadi hanya bermain pasaran saja, sekarang mulai menempatkan posisinya sebagai pedagang yang bukan pura-pura lagi. Anak kecil tadi yang sudah beranjak dewasa mulai memahami posisi sebagai pedagang dengan segala konsekuensinya.
            Tahap yang ketiga adalah generalized other atau orang lain pada umumnya. Pada tahap ini, setelah kepribadian yang kokoh sudah mulai terbentuk maka kemampuan mengevaluasi diri mereka sendiri dari sudut pandang orang lain atau masyarakat pada umumnya, tidak sekedar dari sudut pandang individu-individu yang tersegmentasi. Disini norma sosial yang berlaku memilki pengaruh yang kuat dalam penentuan tindakan.
            Dalam tahap ini menuntut seorang anak kecil yang sudah beranjak dewasa tadi untuk memiliki kemampuan berpikir serta berempati seperti pedagang lain pada umumnya untuk melakukan suatu tindakan atau mengambil keputusan dalam menentukan harga jualannya.
            Diri menurut Mead adalah kemampuan khas manusia untuk menjadi subjek dan objek (I dan Me). Tahap-tahap perkembangan diri manusia yang telah disebutkan di atas harus mengalami proses komunikasi antarmanusia, aktivitas, serta relasi sosial.
            I dalam analisis Mead menempatkan diri sebagai individu yang sangat subjektif. Oleh karena itu, Iakan memberikan reaksi yang berbeda-beda tiap individu akan suatu rangsangan atau stimulus. Nilai yang dianut oleh tiap individu menyebabkan beragamnya penafsiran dan intepretasi akan sesuatu. juga membuat kehidupan baik individu dan sosial menjadi sangat dinamis. Pada taraf subjektivitas, perilaku individu akan menjadi spontan dan tidak teramalkan. Misalnya saja, untuk penafsiran tentang arti kecantikan akan berbeda dari tiap individu bahkan yang berada di suatu masyarakat yang sama.
            Me lebih stabil daripada I, karena Me adalah kristalisasi dari serangkaian norma yang dibuat secara umum. Artinya, diri sebagai objek akan memberi ruang untuk pengaruh norma sosial atau dengan kata lain, konsep generalized other akan sangat mempengaruhi diri. Me membuat individu dalam bertindak penuh dengan kontrol, sehingga setiap tindakannya akan normatif.
            dalam diri seorang seniman akan lebih kuat daripada pengaruh Me, karena nilai kreativitas yang menghancurkan nilai-nilai konservatif dalam diri seseorang. Lain halnya dengan seseorang yang berjiwa konservatif, orang desa misalnya, mereka akan tetap bertahan hidup di lingkungan pedesaan dengan gaya hidup yang cenderung sama dari waktu ke waktu.
            Dapat disimpulkan bahwa, faktor I dalam kehidupan individu sangat menentukan proses perubahan baik di level individu dan masyarakat pada umumnya. Diri sebagai subjek adalah kemampuan diri untuk memberikan tanggapan terhadap apa yang ia keluarkan atau tujukan kepada orang lain, dan tanggapan yang diberikan tadi juga termasuk dalam serangkaian dari tindakan. Sedangkan diri sebagai objek maksudnya adalah diri tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri namun juga merespon tindakan yang telah dilakukan seperti individu lain merespon.

D. Society (Masyarakat)
            Fokus Mead adalah psikologi, maka tidak heran jika pembahasannya tentang masyarakat dapat dikatakan lemah. Mead melihat masyarakat tidak seperti Durkheim dan Marx yang makro, Mead tidak berbicara tentang masyarakat dalam skala besar beserta struktur di dalamnya. Menurut Mead, masyarakat adalah sekedar organisasi sosial yang memunculkan pikiran dan diri yang dibentuk dari pola-pola interaksi antar individu. Dan norma-norma dalam masyarakat adalah sebagai respon.
            Analisis Mead tentang masyarakat, menggabungkan kajian fenomena mikro dan makro dari masyarakat. Mead mengatakan ada tiga unsur dalam masyarakat yaitu individu biologis, masyarakat mikro, dan masyarakat makro.
            Pada awalnya, konsep individu biologis dimaknai oleh Mead sebagai individu yang polos dan belum mendapatkan pengaruh apa-apa dari lingkungannya. Dan ketika individu itu mulai memasuki wilayah masyarakat yang mikro, maka individu itu akan terpengaruh dalam perilakunya. Dan masyarakat makro itu sendiri terbentuk dari serangkaian kompleks dari perilaku individu yang dipengaruhi oleh lingkungan mikro dari individu itu sendiri, seperti keluarga. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh antara perilaku individu dan masyarakat baik mikro dan makro berhubungan timbal balik.


Daftar Pustaka :
·         Chabib Mustofa, Hand-Out Teori Sosiologi Modern
·         Craib, Ian. 1986. Teori 2 Sosiologi Modern Dari Parson-Harbermas. Rajawali. Jakarta
·         Doyle Paul Johnson, diIndonesiakan Robert MZ Lawang. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern Jilid 2. Gramedia. Jakarta
·         M. Zeitlin, Irving. Memahami Kembali Sosiologi. Gadjah Mada Press. Yogjakarta
·          Rachmad K. Dwi Susilo. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Arruz Media. Yogyakarta
·         Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Prestasi Pustaka: Jakarta
·         Ritzer, George. Douglas J. Goodman. 2009. Teori Sosiologi. Karya Wacana: Yogjakarta.
·         HR Riyadi. 2002. Interaksionsme Simbolik. Averroes. Malang


0 komentar:

Posting Komentar