I. Biografi
George Herbert Mead
Sekilas perjalanan sosiologis dari
beliau, George Herbert Mead penulis mencoba untuk menyuratkannya. Beliau lahir
di South Hatley Massachussetspada tanggal 27 Februari 1863. Mead
mendapat Sarjana Muda pada tahun 1883 di Oberlin College. Saat berkuliah, Mead
sangat terpengaruh filsafat dan agama yang sering didiskusikan dengan temannya.
Sehingga Mead menjadi sangat krtitis dalam kajian kepercayaan yang bersifat supranatural.
Pada tahun 1887, Mead meneruskan
kuliah di Universitas Harvard dan Universitas Leipzig, lalu beliau menjadi
dosen di Universitas Michigan pada tahun 1891 dan setelah itu beliau pindah ke
Universitas Chicago pada tahun 1894 atas undangan John Dewey. Dalam kuliah
lanjutannya, Mead cenderung tertarik pada kajian psikologi daripada pada kajian
filsafat yang beliau dalami sebelumya.
Mead sebagai staf pengajar, dikenal
oleh mahasiswa-mahasiswanya dengan senyumnya yang khas dan menyejukkan.
Karyanya Mind, Self, and Societydisusun dari bahan kuliah
stenografisnya pada tahun 1928. Mead dikenal juga sebagai seorang psikolog
sosial, karena memang pada akhirnya ia banyak berbicara tentang proses
berfikir, konsep diri dalam organisasi sosial, dan pola-pola pengambilan peran
orang lain sebagai dasar organisasi sosial. Ia menganggap bahwa perkembangan
sains dapat mengatasi problem sosial, untuk itu ia aktif dalam kegiatan sosial
dan mengupayakan pendirian pemukiman sosial di Universitas Chicago. Ia
meninggal tahun 1931 di rumahsakit akibat gagal jantung yang dideritanya.
II. Konseptual
Turunan Tokoh-Tokoh
Mead dalam konsepsinya tentang
interaksionisme simbolik mengadopsi teori dari sosiolog klasik Max Weber yang
dalam teorinya juga menganalisis tindakan individu. Namun dalam paparan Max
Weber, beliau dapat dikatakan lebih cnderung pada tindakan-tindakan individu
sebagai birokrat. Bukan individu secara umumnya.
Namun, level kajian Mead tidak makro
seperti kajian-kajian dari Marx, Durkheim, dan Weber. Mead lebih cenderung
menerapkan gagasan kemunculan pada proses kesadaran ketimbang menerapkannya
pada masyarakat yang lebih luas. Jadi, pikiran dan diri dipandang sebagai
bentuk proses sosial yang baru muncul.
William James dan John Dewey sangat
mempengaruhi Mead dalam kajian pragmatisnya, sehingga dengan sedikit campuran
kajian psikologi, Mead dapat membentuk suatu skema filosofis dan psikologi
sosial yang benar-benar baru. Dapat dikatakan, Mead adalah salah satu penganut
aliran Behaviorisme yang melihat individu bukan dari siapa dia, namun melihat
pada kerangka perilakunya.
Mead juga menerapkan teori evolusi
sosial dari Charles Darwin untuk mengkaji proses, perubahan, ketidakstabilan,
dan perkembangan sebagai materi terpenting dari kehidupan sosial.
III. Analisis
Pemikiran Mead Tentang Interksionisme Simbolik
Kebudayaan adalah hasil dari cipta
sebagai keluaran dari proses manipulasi manusia yang berorientasi pada
kebutuhan hidup. Menurut Mead, masyarakatlah yang pertama kali muncul lalu
diikuti pemikiran-pemikiran yang ada dalam masyarakat. Kelompok sosial yang
selanjutnya membentuk kesadaran diri dan perkembangan mental individu.
Oleh karena itu, Mead juga
menyimpulkan alasannya membuat konsep interaksionisme simbolis, yaitu pemakaian
konsep psikologi sosial dengan konsekuensi yang melekat padanya. Untuk
menganalisis perilaku ataupun tindakan sosial harus dimulai menganalisis
perilaku sosial sebagai kompleksitas dari perilaku-perilaku individu yang
menjadi bagian-bagian perilaku sosial tersebut. Dan juga, bagi psikologi sosial
adalah keseluruhan (masyarakat) mendahului bagian (individu), bukan bagian
mendahului keseluruhan, bukan keseluruhan menurut satu atau beberapa bagian.
Dalam konsep teori Herbert Mead
tentang interaksionisme simbolis terdapat prinsip-prinsip dasar yang dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a.
manusia
dibekali kemampuan berpikir, tidak seperti binatang
b.
kemampuan
berpikir ditentukan oleh interaksi sosial individu
c. dalam
berinteraksi sosial, manusia belajar memahami simbol-simbol beserta maknanya
yang memungkinkan manusia untuk memakai kemampuan berpikirnya
d. makna dan
simbol memungkinkan manusia untuk bertindak (khusus dan sosial) dan berinteraksi
e. manusia
dapat mengubah arti dan simbol yang digunakan saat berinteraksi berdasar
penafsiran mereka terhadap situasi
f. manusia
berkesempatan untuk melakukan modifikasi dan perubahan karena berkemampuan
berinteraksi dengan diri yang hasilnya adalah peluang tindakan dan pilihan
tindakan
g. pola
tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok bahkan
masyarakat.
A. Mind (Akal Budi atau Pikiran)
Pikiran bagi
Mead tidak dipandang sebagai objek, namun lebih ke proses sosial. Mead juga
mendefinisikan pikiran sebagai kemampuan untuk menggunakan simbol yang
mempunyai makna sosial yang sama. Menurut Mead, manusia harus mengembangkan
pikiran melalui interaksi dengan orang lain. Pikiran manusia sangat berbeda
dengan binatang. Namun, juga ada interaksi dan perilaku manusia yang tidak
dijembatani oleh pikiran, sehingga terdapat persamaan dengan binatang.
Pikiran dalam analisis Mead adalah
suatu proses internal individu yang menimbang-nimbang tentang
kebaikan-keburukan, keuntungan-kerugian sebuah tindakan sebelum individu
melakukannya. Pikiran sangat dipengaruhi pengalaman-pengalaman dan
memori-memori masa lalu, ini juga yang membedakan antara manusia dengan
binatang, yaitu mengambil pelajaran dari suatu pengalaman.
Misalnya interaksi antara dua
anjing, pada dasarnya hanya pertukaran isyarat yang menimbulkan reaksi,
singkatnya proses aksi-reaksi. Dan, tidak ada pemakaian akal budi dalam proses
itu. Pada manusia dalam proses aksi-reaksi secara umum melibatkan akal budi, manusia
mengerti makna dari isyarat atau simbol dari manusia lain, lalu menafsirkannya
dengan akal budi, dan di sinilah terjadi proses sosial yang dimkasud oleh Mead
di atas.
Pikiran manusia berorientasi pada
rasionalitas. Dengan pikiran itulah manusia bisa melakukan proses refleksi yang
disebabkan pemakaian simbol-simbol oleh manusia yang
berinteraksi, sebut saja sebagai aktor. Simbol-simbol yang digunakan adalah
berbentuk gestur dan bahasa yang bagi Mead dianggap sebagai simbol-simbol
signifikan yang akan dibahas selanjutnya. Ciri khas dari pikiran adalah
kemampuan individu untuk tidak sekedar membangkitkan respons orang lain dari
dalam dirinya sendiri, namun juga respons dari komunitas keseluruhan.
Namun, apabila dikaji lebih dalam,
interaksi antarmanusia lebih memiliki kecenderungan dalam penggunaan bahasa
verbal daripada gestur, namun tidak dipungkiri juga pemakaian gestur atau
isyarat tubuh sering digunakan.
Manusia dalam menginteraksikan
simbol-simbol dalam kehidupan, baik gestur maupun bahasa, prasyaratnya adalah
konsensus bersama suatu kelompok atau organisasi sosial tentang makna dari
sebuah simbol. Hal ini juga mengakibatkan perbedaan makna tergantung pada lokal
masyarakatnya. Contohnya adalah gestur menggelengkan kepala di masyarakat
Indonesia mewakili makna tidak atau tidak setuju, di lain tempat, makna dari
menggelengkan kepala adalah mempersetujui atau mengiyakan sesuatu hal, dan ini
terjadi di masyarakat India. Namun, selain memiliki perbedaan, ada juga makna universal
yang dapat dipakai dalam mengartikan sebuah simbol oleh masyarakat. Seperti,
gestur senyuman yang dilakukan seseorang akan mewakili sebuah makna kesenangan
atau kebahagiaan, dan makna ini berlaku secara universal di manapun.
Berbeda dengan bahasa, gestur
memiliki lebih sedikit kekayaan makna daripada bahasa jika pemakaian bahasa
digunakan pada individu yang dominan dengan komunikasi verbal. Jika dilihat
pada individu-individu dengan cacat fisik seperti tuna rungu, sebaliknya gestur
sangat mendominasi penginteraksian makna-makna melalui simbol-simbol gestur.
Dan gestur-gestur yang digunakan oleh para tuna rungu ini secara universal
digunakan tanpa ada perbedaan kultural.
B. Aksi (Tindakan) dan Interaksi
Fokus dari interaksionisme simbolik adalah dampak
dari makna-makna dan simbol-simbol yang digunakan dalam aksi dan interaksi
manusia dalam tindakan sosial yang covert dan overt.
Melalui aksi dan interaksi ini pula manusia membentuk suatu makna dari simbol
yang dikonstruksikan secara bersama. Suatu makna dari simbol dapat berbeda
menurut situasi.
Aksi atau tindakan sosial pada
dasarnya adalah sebuah tindakan seseorang yang bertindak melalui suatu
pertimbangan menjadi orang lain dalam pikirannya. Atau, dalam melakukan
tindakan sosial, manusia dapat mengukur dampaknya terhadap orang lain yang
terlibat dalam serangkaian tindakan itu.
Dalam proses interaksi, manusia
memakai simbol-simbol untuk mengomunikasikan makna-makna dalam diri yang ingin
disampaikan. Dan setelahnya proses tadi, manusia lain yang terlibat dalam
interkasi tersebut mengintepretasikan simbol-simbol tadi berdasar
intepretrasinya sendiri. Secara garis besar terdapat hubungan timbal balik
antar aktor dalam berinteraksi.
Analisis Mead tentang stimulus dan
respon masuk dalam kerangka perilaku seperti ini, seperti hewan yang hanya
melempar stimulus dan menerimanya sehingga mengeluarkan respon untuk stimulus
itu seketika itu juga tanpa mempertimbangkan apapun berdasar pengalaman atau
memori.
Berbeda dengan manusia sebagai
individu yang berinteraksi dengan manusia yang lain, perbedaannya dalam
interaksi antarmanusia sebagai individu terdapat tempat atau momentum di mana
pikiran mengambil tempat dalam proses stimulus-respon tersebut. Manusia sebagai
individu memiliki pikiran yang mempengaruhi setiap tindakan yang akan dilakukan
olehnya.
Perbedaan interaksi manusia dengan
binatang adalah langsung dan tidak langsung. Binatang langsung merespon apa
yang diterimanya dari binatang lain, namun manusia memiliki kesempatan untuk
memikirkan tindakan terbaik apa yang menurut subjektifnya yang akan dilakukan.
Misal, ada seekor anak kucing yang sedang marah lalu menegakkan bulu-bulu di
badannya di hadapan kucing yang lain, maka kucing yang lain akan memberikan
secara langsung respon marah dan ingin berkelahi dengan kucing yang melempar
stimulus tadi. Sebagai perbandingan, ketika Joko yang bekas korban kecelakaan
sepeda motor, maka ia akan lebih berhati-hati dalam memutuskan dia akan menjadi
pengendara atau pembonceng karena pengaruh pengalaman atau memori masa lalunya.
Tindakan menurut Mead menurut
analisisnya melalui empat tahapan, yaitu impuls, persepsi, manipulasi, dan
konsumasi. Keempat tahap ini menurut Mead menjadi suatu rangkaian dalam
melakukan suatu tindakan yang tidak dapat dilepaskan satu per satu.
Impuls, sama seperti stimulus atau
rangsangan yang didapatkan ataupun muncul tiba-tiba pada seorang individu.
Dalam kehidupan sosial, impuls bukan hanya sekedar rasa lapar saja, melainkan
juga berbagai masalah dapat menjadi impuls bagi individu yang menyebabkan
individu harus dapat mencari pemecahan terhadap masalah tersebut.
Persepsi adalah
proses tanggapan dan respon terhadap impuls (permasalahan) yang dihadapi
individu. Pikiran (Mind) dalam tahap ini sangat berperan penting dalam
menyikapi impuls tersebut. Pada tahap persepsi yang memerankan pikiran dalam
prosesnya, individu memberi ruang untuk memikirkan dan mempetimbangkan segala
sesuatu untuk bertindak, mana yang akan diambil dan dibuang dari pikirannya.
Manipulasi menjadi tahap ketiga dari
serangkaian tahap tindakan. Tahap ini menjadi proses tentang pengambilan
keputusan setelah melalui tahap persepsi tadi.
Konsumasi adalah suatu proses di mana
individu untuk menentukan melakukan sebuah tindakan atau tidak untuk memenuhi
kebuthan yang diciptakan dari impuls tadi. Disini terdapat perbedaan antara
manusia dan binatang, dalam tahap ini dan manipulasi, pengalaman masa lalu
dilibatkan oleh individu yaitu manusia, berbeda dengan binatang yang dalam dua
tahap ini bersifat coba-coba.
Keempat tahap tersebut di atas dapat
dianalogikan seperti ini. Kebutuhan akan pemenuhan pengumpulan tugas mata
kuliah Teori Sosial Politik pada hari Rabu minggu depan membuat mahasiswa
Sosiologi bingung dalam kebutuhan tersebut. Dengan belajar kelompok dipikirkan
sebagai suatu jalan keluar bagi permasalahan tersebut, belajar kelompok pun
harus memilih seorang mahasiswa yang mempunyai kompetensi untuk membantu
mahasiswa-mahasiswa yang menghadapi permasalahan itu dan Joko adalah mahasiswa
yang berkompeten. Keputusannya adalah belajar kelompok di kostnya Joko.
Sehingga, pada hari Kamis malam beberapa mahasiswa Sosiologi pun belajar
kelompok di kostnya Joko.
C. Self
(Diri)
Diri menurut Mead juga bukan
merupakan sebuah objek, namun sebagai subjek sebagaimana pikiran. Diri adalah
kemampuan untuk merefleksikan diri sendiri dari perspektif orang lain. Bagi
Mead, diri berkembang dari sebuah jenis pengambilan peran, membayangkan
bagaimana kita dilihat oleh orang lain. Diri adalah suatu proses sosial yang
mempunyai kemampuan:
1. memberikan
jawaban atau tanggapan kepada diri sendiri seperti orang lain memberi tanggapan
atau jawaban,
2. memberikan
jawaban atau tanggapan seperti norma umum memberikan jawaban kepadanya (Generalized
Others),
3. mengambil
bagian dalam percakapannya sendiri dengan orang lain,
4. menyadari
apa yang sedang dilakukannya sekarang dan kesadaran untuk melakukan tindakan
pada tahap selanjutnya.
Menurut Mead, diri itu mengalami
perkembangan melalui proses sosialisasi. Ada tiga tahap dalam proses
sosialisasi ini, yaitu tahap bermain (Play stage), tahap permainan (Game
stage), dan tahap orang lain pada umumnya (Generalized Others).
Tahap bermain (play stage)
penuh dengan kepura-puraan, maksudnya dalam tahap ini, anak-anak mengambil
peran atau mengandaikan dirinya sebagai orang lain. Atau “pura-pura menjadi
orang lain”. Dalam perkembangan yang ‘pura-pura” ini, proses pemahaman diri
sebagai peran pengandaiannya kurang mapan, tidak tertata, dan tidak pada
umumnya. Misalnya, seorang anak kecil yang bermain “pasaran” dalam
konteks masyarakat Jawa, maka anak itu akan mengandaikan dirinya sebagai
seorang pedagang karena bapak ibunya adalah pedagang, namun pemahaman sebagai
pedagang hanya dipahami sebagai proses jual beli saja.
Tahap permainan (game stage)
menuntut seorang individu memerankan peran dengan utuh. Kesadaran menempati
posisi membawa konsekuensi untuk memenuhi semua hak dan kewajiban yang
dibebankan pada posisi itu. Sehingga pada tahap ini kepribadian yang kokoh
mulai dibentuk. Misalnya, anak-anak yang tadi hanya bermain pasaran saja,
sekarang mulai menempatkan posisinya sebagai pedagang yang bukan pura-pura
lagi. Anak kecil tadi yang sudah beranjak dewasa mulai memahami posisi sebagai
pedagang dengan segala konsekuensinya.
Tahap yang ketiga adalah generalized
other atau orang lain pada umumnya. Pada tahap ini, setelah
kepribadian yang kokoh sudah mulai terbentuk maka kemampuan mengevaluasi diri
mereka sendiri dari sudut pandang orang lain atau masyarakat pada umumnya,
tidak sekedar dari sudut pandang individu-individu yang tersegmentasi. Disini
norma sosial yang berlaku memilki pengaruh yang kuat dalam penentuan tindakan.
Dalam tahap ini menuntut seorang
anak kecil yang sudah beranjak dewasa tadi untuk memiliki kemampuan berpikir
serta berempati seperti pedagang lain pada umumnya untuk melakukan suatu
tindakan atau mengambil keputusan dalam menentukan harga jualannya.
Diri menurut Mead adalah kemampuan
khas manusia untuk menjadi subjek dan objek (I dan Me).
Tahap-tahap perkembangan diri manusia yang telah disebutkan di atas harus
mengalami proses komunikasi antarmanusia, aktivitas, serta relasi sosial.
I dalam analisis Mead menempatkan diri sebagai
individu yang sangat subjektif. Oleh karena itu, Iakan memberikan
reaksi yang berbeda-beda tiap individu akan suatu rangsangan atau stimulus.
Nilai yang dianut oleh tiap individu menyebabkan beragamnya penafsiran dan
intepretasi akan sesuatu. I juga membuat kehidupan baik
individu dan sosial menjadi sangat dinamis. Pada taraf subjektivitas, perilaku
individu akan menjadi spontan dan tidak teramalkan. Misalnya saja, untuk
penafsiran tentang arti kecantikan akan berbeda dari tiap individu bahkan yang
berada di suatu masyarakat yang sama.
Me lebih stabil daripada I,
karena Me adalah kristalisasi dari serangkaian norma yang
dibuat secara umum. Artinya, diri sebagai objek akan memberi ruang untuk
pengaruh norma sosial atau dengan kata lain, konsep generalized
other akan sangat mempengaruhi diri. Me membuat
individu dalam bertindak penuh dengan kontrol, sehingga setiap tindakannya akan
normatif.
I dalam diri seorang seniman akan lebih kuat
daripada pengaruh Me, karena nilai kreativitas yang menghancurkan
nilai-nilai konservatif dalam diri seseorang. Lain halnya dengan seseorang yang
berjiwa konservatif, orang desa misalnya, mereka akan tetap bertahan hidup di
lingkungan pedesaan dengan gaya hidup yang cenderung sama dari waktu ke waktu.
Dapat disimpulkan bahwa,
faktor I dalam kehidupan individu sangat menentukan proses
perubahan baik di level individu dan masyarakat pada umumnya. Diri sebagai
subjek adalah kemampuan diri untuk memberikan tanggapan terhadap apa yang ia
keluarkan atau tujukan kepada orang lain, dan tanggapan yang diberikan tadi
juga termasuk dalam serangkaian dari tindakan. Sedangkan diri sebagai objek
maksudnya adalah diri tidak hanya mendengarkan dirinya sendiri namun juga
merespon tindakan yang telah dilakukan seperti individu lain merespon.
D. Society
(Masyarakat)
Fokus Mead adalah psikologi, maka
tidak heran jika pembahasannya tentang masyarakat dapat dikatakan lemah. Mead
melihat masyarakat tidak seperti Durkheim dan Marx yang makro, Mead tidak
berbicara tentang masyarakat dalam skala besar beserta struktur di dalamnya.
Menurut Mead, masyarakat adalah sekedar organisasi sosial yang memunculkan
pikiran dan diri yang dibentuk dari pola-pola interaksi antar individu. Dan
norma-norma dalam masyarakat adalah sebagai respon.
Analisis Mead tentang masyarakat,
menggabungkan kajian fenomena mikro dan makro dari masyarakat. Mead mengatakan
ada tiga unsur dalam masyarakat yaitu individu biologis, masyarakat mikro, dan
masyarakat makro.
Pada awalnya, konsep individu
biologis dimaknai oleh Mead sebagai individu yang polos dan belum mendapatkan
pengaruh apa-apa dari lingkungannya. Dan ketika individu itu mulai memasuki
wilayah masyarakat yang mikro, maka individu itu akan terpengaruh dalam
perilakunya. Dan masyarakat makro itu sendiri terbentuk dari serangkaian
kompleks dari perilaku individu yang dipengaruhi oleh lingkungan mikro dari
individu itu sendiri, seperti keluarga. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh
antara perilaku individu dan masyarakat baik mikro dan makro berhubungan timbal
balik.
Daftar Pustaka :
·
Chabib
Mustofa, Hand-Out Teori Sosiologi Modern
·
Craib,
Ian. 1986. Teori 2 Sosiologi Modern Dari Parson-Harbermas.
Rajawali. Jakarta
·
Doyle
Paul Johnson, diIndonesiakan Robert MZ Lawang. Teori Sosiologi Klasik
Dan Modern Jilid 2. Gramedia. Jakarta
·
M.
Zeitlin, Irving. Memahami Kembali Sosiologi. Gadjah Mada Press.
Yogjakarta
·
Rachmad K. Dwi Susilo. 2008. 20
Tokoh Sosiologi Modern. Arruz Media. Yogyakarta
·
Raho,
Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Prestasi Pustaka: Jakarta
·
Ritzer,
George. Douglas J. Goodman. 2009. Teori Sosiologi. Karya Wacana:
Yogjakarta.
·
HR
Riyadi. 2002. Interaksionsme Simbolik. Averroes. Malang
0 komentar:
Posting Komentar