Pada abad pertengahan, tepatnya pada abad 18, pada
saat tersebut terjadi permasalahan
permasalahan sosial yang diakibatkan oleh adanya revolusi industri dan revolusi
perancis, akibatnya timbul berbagai masalah, yang khususnya berhubungan erat
dengan masalah sosial, munculnya masalah tersebut ternyata juga ikut berperan
dalam munculnya para sosiolog sosiolog yang memiliki teori teori dalam
menanggapi dan menyelesaikan permasalahan sosial yang muncul pada abad
tersebut. Tokoh tokoh tersebut antara lain yaitu, Auguste Comte, Emile
Durkheim, Karl Marx, Max Weber dan tokoh tokoh sosiologi lainnya. berikut ini
akan dijelaskan beberapa teori yang berasal dari para tokoh tokoh sosiologi
tersebut.
Tokoh yang pertama yaitu auguste comte, auguste comte
memiliki nama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, beliau lahir di
Montpellier Prancis selatan pada 17 Januari 1798. Setelah menyelesaikan
pendidikan di Lycee Joffre dan Universitas Montpellier, Comte melanjutkan
pendidikannya di Ecole Polytechnique di Paris. Masa
pendidikannya di École Polytechnique dijalani selama dua tahun, antara 1814-16.
Masa dua tahun ini berpengaruh banyak pada pemikiran Comte selanjutnya. Di
lembaga pendidikan ini, Comte mulai meyakini kemampuan dan kegunaan ilmu-ilmu
alam. Pada Agustus 1817 Comte menjadi sekertaris, dan kemudian menjadi anak
angkat, Henri de Saint-Simon, setelah comte di usir dan hidup dari mengajarkan
matematika. Persahabatan ini bertahan hingga setahun sebelum kematian
Saint-Simon pada 1825. Saint-Simon adalah orang yang tidak mau diakui pengaruh
intelektualnya oleh Comte, sekalipun pada kenyataannya pengaruh ini bahkan
terlihat dalam kemiripan karir antara mereka berdua. Selama kebersamaannya
dengan Saint-Simon, dia membaca dan dipengaruhi oleh, sebagaimana yang
diakuinya, Plato, Montesquieu, Hume, Turgot, Condorcet, Kant, Bonald, dan De
Maistre, yang karya-karya mereka kemudian di kompilasi oleh menjadi dua karya
besarnya, the Cours de Philosophie Positive dan Systeme de Politique Positive.
Selama lima belas tahun masa akhir hidupnya, Comte semakin terpisah dari
habitat ilmiahnya dan perdebatan filosofis, karena dia meyakini dirinya sebagai
pembawa agama baru, yakni agama kemanusiaan.
Bersamaan
pada saat itu, comte juga mengawali kiprahnya sebagai seorang ahli filsuf dan
juga sebagai ahli sosiologi yang terkenal dengan teori jenjang tiga tahap serta
terori positifnya. Sebelum masuk pada teori comte yang lebih mendalam, terlebih
dulu kita mengetahui latar belakang latar belakang yang mendasari pemikiran
pemikiran dari auguste comte.
Pemikiran
comte lebih banyak dipengaruhi oleh permasalahan sosial yang ia hadapi pada
masa tersebut, antara lain yaitu revolusi perancis. Revolusi perancis yang
berkembang dengan segala aliran pikiran yang berkembang pada masa
itu membuat Comte tidak dapat memahami latar belakang revolusi
perancis dan juga Restorasi Dinasti Bourbon di Perancis yaitu pada masa
timbulnya krisis sosial yang maha hebat dimasa itu. Sebagai seorang ahli pikir,
Comte berusaha untuk memahami krisis yang sedang terjadi tersebut. ia
berpendapat bahwa manusia tidaklah dapat keluar dari krisis sosial yang terjadi
itu tanpa melalui pedoman – pedoman berpikir yang bersifat scientific. Maka
revolusi itu merupakan dasar dari pemikiran comte. Hal
lain yang mendasari pemikiran comte yaitu filsafat
sosial yang berkembang di Perancis pada abad ke-18, aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic terutama yang bernama De
Maistre dan De Bonald. Aliran reaksioner dalam pemikiran Katolik Roma adalah
aliran yang menganggap bahwa abad pertengahan kekuasaan gereja sangat besar,
adalah periode organis, yaitu suatu periode yang secara paling baik dapat
memecahkan berbagai masalah – masalah sosial. Aliran ini menentang pendapat
para ahli yang menganggap bahwa abad pertengahan adalah abad di mana terjadinya
stagmasi didalam ilmu pengetahuan, karena kekuasaan gereja yang demikian besar
di segala lapangan kehidupan. Comte telah membaca karya – karya pemikir
Theocratic dibawah pengaruh Sain– Simont sebagaimana diketahui Sain– Simont
juga menganggap bahwa abad pertengahan adalah periode organic yang bersifat
konstruktif.
TEORI TEORI AUGUSTE COMTE
Pada
intinya, Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian
yaitu Social Statis dan Sosial Dinamis. Sosial statis memiliki pengertian sebagai suatu studi tentang
hukum– hukum aksi dan reaksi antara bagian– bagian dari suatu sistem sosial. Sosial statis merupakan
bagian yang paling elementer dari ilmu sosiologi, tetapi dia bukanlah bagian
yang paling penting dari studi mengenai
sosiologi, karena pada dasarnya sosial statis merupakan
hasil dari suatu pertumbuhan. Bagian yang
paling penting dari sosiologi menurut Auguste Comte adalah apa yang disebutnya
dengan sosial
dynamis, yang didefinisikannya sebagai
teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat. Karena sosial dinamis merupakan studi tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang
sejarah itu sendiri.
Pembagian sosiologi kedalam dua
bagian ini bukan berarti akan memisahkannya satu sama lain. Jika sosial statis merupakan
suatu studi tentang masyarakat yang saling
berhubungan dan akan menghasilkan pendekatan yang paling elementer terhadap
sosiologi, tetapi studi tentang
hubungan– hubungan sosial yang terjadi antara bagian – bagian itu tidak akan
pernah dapat dipelajari tanpa memahaminya sebagai hasil dari suatu
perkembangan. Oleh karena itu, Comte berpendapat bahwa
tidak akan dapat diperoleh, suatu pemahaman yang layak dari suatu masalah
sosial, jika tanpa mengguanakan pendekatan social dynamic atau pendekatan historis.
Social Dynamics
Social dinamis adalah
teori tentang perkembangan manusia. Comte tidak membicarakan tentang asal usul
manusia karena itu berada di luar batas ruang lingkup ilmu pengetahuan. Karena
ajaran filsafat positif yang diajukannya mengatakan bahwa semua ilmu
pengetahuan haruslah dapat dibuktikan dalam kenyataan. Dia berpendapat bahwa di
dalam masyarakat terjadi perkembangan yang terus menerus, sekalipun dia juga
menambahkan bahwa perkembangan umum dari masyarakat tidak merupakan jalan
lurus. Ada banyak hal yang mengganggu
perkembangan suatu masyarakat seperti faktor ras manusia sendiri, faktor iklim
dan faktor tindakan politik. Comte juga berpendapat
bahwa jawaban tentang perkembangan sosial harus dicari dari karakteristik yang
membedakan antara manusia dengan binatang. Menurut Comte, yang membedakan
manusia dengan binatang adalah perkembangan inteligensi manusia yang lebih
tinggi. Kemudian, Comte melahirkan hukum
tentang 3 tingkatan inteligensi manusia atau hukum
3 tahap perkembangan manusia , yaitu pemikiran yang bersifat
theologis atau fictious, metaphisik atau abstrak, scientific atau positive. Sejarah umat manusia sebenarnya ditentukan oleh pertumbuhan dari pemikiran
manusia, hukum tertinggi dari sosiologi haruslah hukum tentang perkembangan
inteligensi manusia.
The Law of
three stages ( hukum tiga tahap )
Merupakan hukum tentang perkembangan
inteligensi manusia, dan yang berlaku tidak hanya terhadap perkembangan
manusia, tetapi juga berlaku terhadap perkembangan individu. Hukum ini
merupakan generalisasi dari tiap bagian dari pemikiran manusia yang berkembang
semakin maju melalui 3 tahap pemikiran, yaitu The Telogical, or Fictitious; The
Metaphysical or Abstract; dan The Scientific, or Positive.
Tahap tingkatan pemikiran yang
bersifat theological atau fictious dibagi kedalam 3 bagian yaitu Fethism, adalah untuk menggambarkan
tingkatan pemikiran yang menganggap bahwa semua gejala yang terjadi dan
bergerak berada dibawah pengaruh dari suatu kekuatan supernatural atau suatu
kekuatan ghaib.
Dalam pemikiran ini, manusia
menginterpretasikan ( menuangkan ) segala hal
sebagai karya (hasil tindakan) dari supernatural being. Oleh para ahli bidang
agama dianggap sebagai tahap perkembangan agama pada tingkatan yang animisme. Tetapi evolusi pemikiran
manusia berlangsung terus. Melalui suatu proses atau daya imajinasi, manusia
mulai menyederhanakan daripada kekuatan-kekuatan gaib yang dianggap menguasai
segala benda-benda dan sesuatu yang bergerak itu. Proses penyederhanaan ini
menuju ke arah tahap pemikiran yang bersifat politheisme. Politheisme, yaitu
tingkat pemikiran bahwa segala sesuatu yang di alam ini dikemudikan oleh
kemauan dewa-dewa. Dalam ini timbulah anggapan bahwa dewalah yang menguasai
gejala-gejala tertentu, dimana masing-masing dewa itu hanya mengatur suatu
kekuatan atau bagian khusus tertentu. Dari tahap pemikiran politheisme, terjadilah
hal-hal yang bersifat kontradiktif, terutama mengenai kekuatan dari berbagai dewa. Ada semacam kekayaan yang timbul dan manusia akhirnya tiba pada
suatu kesimpulan, bahwa dari berbagai dewa-dewa tersebut, pastilah ada suatu
dewa yang dianggap memiliki kedudukan tertinggi, dibandingkan dengan dewa yang
lain. Tahap ini kemudian menjurus
kearah strukturisasi dari para dewa tersebut, yaitu anggapan atau pengakuan
terhadap adanya dewa yang tertinggi yang mengatur dewa-dewa yang lain. Dari
pemikiran penyederhanaan dewa-dewa tersebut, sampailah manusia pada tingkat
pemikiran yang menganggap bahwa hanya ada satu Tuhan yang mengendalikan alam
ini, yang disebut dengan monotheisme.
The Law of
the hierarchie of the sciencies (hierarki dari ilmu pengetahuan)
Di dalam menyusun susunan ilmu
pengetahuan, Comte menyadarkan diri kepada tingkat perkembangan pemikiran
manusia dengan segala tingkah laku yang terdapat didalamnya. Sehingga sering
kali terjadi didalam pemikiran manusia, kita menemukan suatu tingkat pemikiran
yang bersifat scientific. Sekaligus pemikiran yang bersifat teologi didalam
melihat gejala-gejala atau kenyataan-kenyataan.
The Law of the correlation of practical activities
Comte yakin bahwa ada hubungan yang bersifat natural antara cara berfikir yang teologi dengan militerisme. Cara
berfikir teologi mendorong timbulnya usaha-usaha untuk menjawab semua persoalan
melalui kekuatan(force). Karena itu, kekuasaan dan kemenangan selalu menjadi tujuan
daripada masyarakat primitif dalam
hubungan satu sama lain.
Pada tahap yang bersifat metafisika, prinsip-prinsip hukum (khususnya hukum alam) menjadi dasar daripada
organisasi kemasyarakatan dan hubungan antara manusia. Tahap metafisika yang bersifat legalistik demikian
ini merupakan tahap transisi menuju ke tahap yang bersifat positif.
The Law of
the correlation of the feelings
Comte menganggap bahwa masyarakat
hanya dapat dipersatukan oleh feelings. Demikian, bahwa sejarah telah
memperlihatkan adanya korelasi ( hubungan ) antara
perkembangan pemikiran manusia dengan perkembangan dari social sentiment.
Didalam tahap yang teologis, sentiment sosial dan rasa simpati hanya terbatas
dalam masyarakat lokal atau terbatas dalam city state. Tetapi dalam abad
pertengahan, sosial sentiment berkembang semakin meluas seiring dengan
perkembangan agama Kristen. Abad pertengahan adalah abad yang oleh Comte
dianggap sebagai abad dalam tahap metafisis. Tetapi
dalam tahap yang positif/ scientific, simpati sosial berkembang
menjadi semakin universal. Comte yakin bahwa sikap positif dan scientific
pikiraan manusia akan mampu memperkembangkan semangat perasaan sosial(social
simpati).
Social
statics
Dengan social statis dimaksudkan Comte sebagai teori tentang dasar
masyarakat. Comte membagi sosiologi kedalam dua bagian yang memiliki kedudukan
yang tidak sama. Sekalipun social
statics adalah bagian yang lebih elememter didalam sosiologi tetapi
kedudukannya tidak begitu penting dibandingkan dengan social dynamics. Fungsi dari sosial statics adalah untuk mencari hukum – hukum tentang aksi
dan reaksi dari pada berbagai bagian didalam suatu sistem sosial. Sedangkan
dalam sosial statics mencari
hukum – hukum tentang gejala – gejala sosial yang bersamaan waktu terjadinya.
Didalam sosial statics,
terdapat 4 doktrin yaitu doktrin tentang individu, keluarga, masyarakat dan
negara.
0 komentar:
Posting Komentar