Ketika
membicarakan mengenai konsep Marxisme, tentu tidak dapat lepas dari teori teori
Marx sendiri. Namun, perlu di garis bawahi bahwa marxisme bukan merupakan teori
yang di cetuskan oleh Karl Marx sendiri, melainkan berasal dari orang orang
yang memiliki pandangan dan terpengaruh oleh teori teori marx. Marxisme dapat
disebut sebagai dasar atau inti dari ajaran komunisme. Pandangan marxisme
sangat kental dengan konsep materialisme, yaitu menekankan pada hal atau atas
dasar kebendaa. Dengan demikian marxisme dapat dikatakan sebagai filsafat yang
bertolak dari realitas kongret (material) dan dirancang sebagai alat berpikir
untuk melakukan perubahan dunia konkret, dunianya umat manusia. Di sisi lain
marxisme juga dijadikan sebagai alat untuk membongkar tipu daya palsu yang
bersembunyi di balik sistem yang konon “suci dan sopan”. Marxisme juga
membantah kalim klaim moral manipulative yang konon berdasar wahyu tuhan,
tetapi pada kenyataanya adalah “wahyu kerakusan” yang membuat nestapa nasib
manusia karena suatu rekayasa jahat yang sangat di benci tuhan, dengan kata
lain tuhan tentu tidak pernah menurunkan wahyu ketidakadilan selain karena ulah
tangan tangan manusia sendiri.
Semenjak
kelahirannya di akhir abad 19 sampai awal abad 21 ini, marxisme telah banyak
membawa damapak yang luar biasa bagi kehidupan manusia, khususnya guna
mendobrak manipulasi ideologis yang menyembunyikan penipuan missal, selain itu,
marxisme juga menawarkan panduan ideology bagi rakyat yang tertindas. Menurut
orang orang penganut marxis, marxisme merupakan tindakan konkret kea rah
penyelamatan sosial, di sisis lain, bagi penentang ajaran marxis, marxisme
dipandang sebagai momok yang menakutkan. Ia tidak hanya dikecam, melainkan juga
di buru dan di kutuk oleh kaum rekasioner (penentang ajaran marxisme) yang
bertahan melakukan penghisapan dan ketidak adilan orang banyak demi keuntungan
segelintir orang.
Marxisme memang menjadi sebuah pijar optimisme di tengah
tengah masyarakat kapitalis yang penuh kontradiksi dan antagonism kelas, serta
menjadi penentang adanya asumsi bahwa adanya keadilan merata secara nyata di
masyarakat. Lantas, bagaimana sejatinya marxisme tersebut?, banyak ahli yang
menganggap bahwa marxisme merupakan pemikiran ilmiah yang penuh dengan ambigu
dan syarat akan manipulasi ideologi. Di lain sisi, juga ada yang menganggap
bahwa marxisme merupakan ideologi yang berpihak kepada kaum tertindas
(proletar), sehingga dapat disimpulkan bahwa marxisme bukanlah ilmu karena
telah berpihak. Akan tetapi sebagai sebuah ideologi, marxisme mampu menyatukan
filsafat, moralitas, ekonomi politik ke dalam panduan praksis untuk merombak
ketimpangan tatanan structural masyarakat dunia di bawah sistem kapitalisme
yang penuh dengan kebusukan.
Menurut
penganutnya, Marxisme di bagi menjadi tiga komponen. Yang pertama yaitu
filsafat. Sebagaimana yang kita telah ketahui bahwa filsafat menjadi pencetus
lahirnya rasionalitas manusia yang sebelumnya terbungkus secara gelap dalam
dongenng dan mitologi yang membutakan pemahaman umat manusia tentang hakikat
realitas. Seperti halnya fislafat lain, marxisme mencoba menghapus konsep
dongeng atau mitologi dengan menggunakan dasar materialisme (menekankan pada
aspek kebendan),
Di samping
itu, filsafat materialisme merupakan filsafat yang menyangkal kenyataan roh
sebagai pencipta kenyataan. Filsafat materialisme berlandaskan pada pengakuan
eksistensi alam, matahari, bumi, bulan, dan manusia yang diberkati dengan
kesadaran dalam kemampuan berpikir, selain itu materialisme tidak mengakui adanya
hal hal ghaib termasuk menyakini eksistensi adanya tuhan maupun dewa sebabhal
tersebut dianggap menyimpang dari pemikiran rasional. Menurut Marx, "Bukan
kesadaran sosial yang menentukan kenyataan sosial, melainkan kenyataan sosial
yang menentukan kesadaran." Makanya untuk mengerti dan mendefinisikan
sebuah filfasat, teori ataupun ideologi, terutama kita perlu menganalisis
"kenyataan sosial" yang merupakan dasar filsafat itu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa hal yang
mendasari filsafat marxime adalah bentuk lain dari materialisme, yaitu atheisme.
Dasar tersebut diambil dari pengamatan Marx ketika ia memandang bahwa adanya
kegagalan gereja Kristen protestan merespon dan menghadapai tantangan tantangan
global dan social yang terjadi pada abad ke 19. Atheisme bukan merupakan hasil
dari konteks social politik, melainkan merupakan ideologi anti agama.
Komponen
yang kedua yaitu ekonomi politik. Terdapat dua hal yang
melatarbelakangi konsep ekonomi politik tersebut yaitu (1) dia tidak berkembang
dalam tertib social yang terdahulu, melainkan lahir sebagai sebuah aktivitas
yang sadar dari suatu negara revolusioner yang mengenut rancangan yang telah
dipahami sebelumnya. (2) system yang ditumbuhkan sedemikian diharapkan akan
berjalan dengan cara yang direncanakan, dalam pengertian tujuan tujuan yang
terpilih, dan dalam arti cara cara yang ditentukan melalui suatu proses
pengawasan dari alokasi sumber sumber manusia dan materi pada skala nasional. Peranan
factor ekonomi dalam teori marxis tentang perkembangan masyarakat hanya dapat
dimengerti dengan baik apabila isi khusus dari gagasan ekonomi marxis di kuasai
secara utuh. Marxisme merangkum keseluruhan hubungan manusia dalam proses
produksi dan distribusi serta jasa. “Marxisme tidak mempunyai kepentingan dalam
pemilihan ekonomi atau distribusi dari sumber sumber yang langka antara tujuan
tujuan yang bersaing. Tetapi, dalam ekonomi politik marxis, tekanan tidak
diletakkan pada logika pilihan yang abstrak, melainkan pada situasi social yang
menentukan logika logika ini dan tingkah laku agen agen ekonomi. Sehingga dapat
dikatakan Marxisme menolak asumsi konvesional tentang kesamaan seluruh
partisispan dalam pertukaran pasar, dan berusaha menemukan dasar dasar kekuatan
relatif dalam pasar, terutama karena penjual dan pembeli buruh yang
berkepentingan. Menurut teori marxis, penetu penentu akhir dari kekuatan
relative ini harus dicari dalam pemilihan alat alat produksi, yang merupakan
elemen utama hubungan produksi. Mekanisme pembangunan social ekonomi yang
membentuk sasaran utama kepentingan bagi Marxisme digambarkan dalam istilah
interaksi dialektis antara kekuatan dan hubungan hubungan produksi.
Dan komponen yang
terakhir yaitu sosialisme. Dengan melihat bahwa teori teori marxis menghendaki
adanya masyarakat yang memiliki keadilan dan kesejahteraan secara merata, ia
kemudian memiliki gagasan bahwa masyarakat merupakan kelompok kelompok yang
sebenarnya tidak memiliki kelas atau strata sehingga dapat dimungkinkan
terciptanya keadilan. Menurut pandangan marxis, bahwa factor factor ekonomi dan
produksi tidak di pegang oleh para kaum borjuis melainkan di bagi dan dipegang
oleh masyarakat kelas bawah, sehingga sosialisme dapat diartikan sebagai suatu
system social ekonomi yang menghendaki adanya perekonomian yang di pegang oleh
masyarakat kelas bawah dan bukan kaum borjuis.
Daftar pustaka
1.
Ebenstein, Wiliam dan Fogelman, Edwin. 1994. Isme Isme Dewasa Ini. Jakarta: ERLANGGA.
2.
Lloyd, Christopher. 1986. Teori Ssosial dan Praktek Politik. Jakarta: CV Rajawali.
3.
Prabowo, Hary. 2002. Perspektif Marxisme Tan Malaka: Teori dan Praksis Menuju Republik.
Yogyakarta: Jendela.
0 komentar:
Posting Komentar