Pada umumnya, penelitian penelitian yang sudah dilakukan
oleh masyarakat mayoritas menggunakan dua metode atau pendekatan besar yaitu
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Jenis jnis dari penelitian tersebut juga
bermacam macam, namun dua metode tersebut mayoritas digunakan dalam hal
penelitian penelitian sosial. Antara metode kuantitatif dan kualitatif
memeiliki perbedaaan yang sangat mencolok. Dalam perkembangannya, kedua metode
ini sama sama lahir pada abad ke 20. Kedua metode di atas memiliki paradigma
teoritik, gaya, dan asumsi paradigmatik yang berbeda. Masing masing memuat
kekuatan, keterbatasan, mempunyai topik dan isu penelitian sendiri serta
menggunakan cara pendang yang berbeda dalam melihat realitas sosial. oleh karena
itu pemahaman yang mendalam perlu dilakukan untuk mempelajari dasar dasar dari
kedua metode tersebut.
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai
logika penelitian kuantitatif secara lebih luas. Sebelum saya menjelaskan lebih
lnjut mengenai apa itu logika penelitian kuantitatif, akan saya jelaskan
terlebih dahulu apa itu logika penelitian. Logika penelitian dapat diartikan
sebagai sebuah proses penalaran yang dilakukan oleh seorang peneliti, dimana
proses itu sendiri terdiri dari beberapa tahapan yang terurut secara logis
dalam bentuk rantai atau diagram penalaran. Logika penelitian juga dapat
diartikan sebagai struktur pikiran berkenaan dengan proses penelitian, yang
dalam hal ini terdapat perbedaan antara penelitian kuantitatif dan penelitian
kualitatif.
Pada dasarnya metode kuantitatif dilandasi faham positivisme
empirik yang berintikan aktivitas penelitian eksperimental, yang memang telah
memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam berbagai bidang ilmu, dan bahkan
pernah dipandang sebagai satu-satunya pendekatan penelitian yang benar dan
ilmiah. Metode ini berkembang dari tradisi pemikiran empiris Comte, Mill,
Durkeim, Newton dan John Locke. “Gaya” penelitian kuantitatif biasanya mengukur
fakta objektif melalui konsep yang diturunkan pada variable variabel dan dijabarkan
pada indikator-indikator dengan memperhatikan aspek reliabilitas.
Penelitian
kuantitatif bersifat bebas nilai dan konteks, mempunyai banyak “kasus” dan subyek
yang diteliti, sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk data statistik yang
berarti. Hal penting untuk dicatat di sini adalah, peneliti “terpisah” dari
subjek yang ditelitinya. Pandangan tersebut mampu menyeret para peneliti
ilmu-ilmu sosial budaya yang dalam perkembangan aktivitasnya semakin sering
menghadapi beragam permasalahan yang tidak bisa dijawab secara tuntas.
Dari
kenyataan yang dihadapi tersebut para peneliti semakin manyadari bahwa manusia
sebagai subyek dengan segala sifatnya yang subjektif tak mungkin dapat dikaji
secara secara tepat dengan pendekatan ilmu obyektif. Pemaksaan ke arah itu akan
menimbulkan bias fundamental dan mengakibatkan kekeliruan fatal yang menjadi
sumber krisis ilmu-ilmu sosial dimasa kini. Masalah sosial yang kompleks tak
mungkin untuk diuji dengan pandangan partial dan linear.
Didalam ilmu alam
berbagai masalah pokok didasarkan pada kenyataan obyek yang dapat dilihat di
luar diri kita dan bebas sebagai fakta obyektif. Pendekatan kuantitatif umumnya
mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan
variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi
variabel masing-masing dan pemahaman dari luar (outward). Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak
yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen
tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi
serta generalisasi penggunaan model penelitian sejenis.
Selanjutnya, penelitian
kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan
menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisis dan
formula statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna
dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara
kebahasaan dan kulturalnya. Pada
umumnya terdapat 5 tahap dalam logika penelitian, antara lain yaitu:
1.
Perumusan
permasalahan penelitian.
2.
Perumusan
kerangka teoritik.
3.
Penentuan
metodologi penelitian.
4.
Analisis
data.
5.
Penarikan
kesimpulan.
Pada tahap pertama yaitu perumusan masalah merupakan tahap
penting bagi seeorang peneliti untuk mengungkapkan rumusan spesifik dari
masalah yang hendak dipecahkan rumusan masalah hendaknya di kemukakan secara
singkat, padat, jelas, dapat diungkpkan dengan kalimat pernyataan maupun dalam
bentuk kalimat pertanyaan seperti dalam rumusan masalah penelitian. Berkaitan
dengan pemilihan masalah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu
sebagai berikut:
1.
Aktualsitas masalah
Pemilihan masalah harus pula mempertimbangakan apakah
masalah yang diangkat menjadi permasalahan yang memang sedang hangat
dibicarakan dalam dnia keilmuan peneliti. Artinya, jangan memilih masalah
masalah yang sudah usang. Untuk itu, pelacakan informasi tentang tema tema
penelitian dari jurnal jurnal menjdi salah satu kegiatan yang harus dilakukan
oleh seorang peneliti.
2.
Kemudahan dalam hal
pelaksanaan
Apakah masalah yang dipilih dapat dilaksanakan dengan
segala keterbatasan yang dimiliki?. Terkadang seorang peneliti dalam
merencanakan penelitian untuk tugas akhirnya tidak menyadari keterbatasan
keterbatasan yang dimiliki. Pertimbangan tentang lama waktu penelitian, waktu yang dimiliki oleh peneliti dalam
melaksanakan tugas penelitiannya, kemampuan diri baik dari sisi akademik maupun
sisi lainnya, dan berbagai keterbatasan hendaknya sejak awal diperhitungkan
oleh peneliti.
3.
Ketersediaan data
Dalam proses penelitian, pengambilan data merupakan salah
satu aktivitas penelitian yang sangat penting. Dengan begitu data sebagai
“sesuatu” yang hendak di analisis haruslah sejak awal memperkirakan apakah data
terkait dengan tema yang diajukannya dapat dengan mudah diperoleh.
4.
Signifikansi masalah
Kadang kadang seorang mahasiswa atau peneliti, mengambil
tema atau masalah penelitian hanya sekedar ingin atau karena tema tersebut di
nilai mudah baginya baik dalam kases ataupun proses. Penentuan tema atau
masalah penelitian dengan alas an di atas jelas tidak dapat dibenarkan secara
akademik, atau bahkan tidak dapat mengungkapkan alas an pentingnya tema itu
untuk diteliti.
5.
Menarik untuk diteliti
Menarik atau tidaknya suatu penelitian salah satunya
tergantung pada bidang si pembahas. Hanya saja secara umum penelitian
dinyatakan menarik jika penelitian tersebut memiliki sifat khas, unik, serta
mengandung peluang untuk dilakaukan diskusi dan pemecahan terhadap masalah yang
diteliti.
Tahap selanjutnya yaitu perumusan kerangka teoritik. Pada
bagian ini peneliti memaparkan teori teori yang akan digunakannya dalam
penelitian yang sedang dilaksanakn. Tentu saja pembaharuan pustaka sangat
diutamakan dan penting untuk dilakukan dalam pencantuman teori ini. Artinya,
jika ada seseorang ahli menulis buku dan buku terbaru yang d ditulis pihak yang
bersangkutan sudah ada, sebaiknya merujuk pada buku yang terbaru. Tahap ketiga
adalah metodologi penelitian. Dalam menentukan metoodologi penelitian, seorang
peneliti harus tahu betul dan mengerti metodologi yang akan di gunakan, apakah
akan memakai format kuantitatif ataukah memakai kualitatif.
Penggunaan
metodologi penelitian kualitatif berbeda dengan penggunaan metodologi
penelitian kuantitatif bukan sekedar karena menghadapi perbedaan “ subjek
matter “, atau karena disiplin ilmu yang berbeda, tetapi secara mendasar karena
perbedaan keyakinan keilmuan yang bersumber pada penggunaan paradigma berpikir
yang berbeda ( smith, 1984 ). Bilamana kita bisa memahami perbedaan itu secara
tepat maka kita akan mampu memisahkan kedua metdologi penelitian tersebut
dengan penuh kesadaran dan berada pada penglihatan batas yang jelas. Dengan
demikian didalam melakukan aktivitas penelitian, kita tak akan mudah tersesat
atau dengan sangat gegabah mencampur-adukkan beragam pengertian dasar dari dua
jenis metodologi tersebut.
Tahap yang keeepat yaitu analisis data. Analisis
data menurut patton, adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke
dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian besar. Selain itu, bogdan dan
taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci secara formal
untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis seperti yang disrankan oleh data
dan sebagian usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Dari
beberapa pengeritan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis data berfungsi
untuk mengorganisasikan data. Data data tersebut dapat berupa gambar, foto,
dokumen berupa laporan,
Biografi, artikel, dsb. Banyak cara yang dapat digunakan
dalam menganalisis data baik pada metode kuantatif dan kualitatif. Dan yang
terakhir adalh penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan diartikan sebagai
hasil akhir dari segala proses penelitian mulai dari merumuskan masalah,
pengambilan data, sampai analisis data.
Struktur logika
penelitian sebagaimana di ambil dari pemikiran Bryman diatas berpola siklus
mulai dari teori hipotesa observasi analisis data temuan temuan, kemudian
berakhir kembali pada teori. Posisi masalah yang dirumuskan oleh peneliti (
eksplisit dinyatakan dalam proposal ) dalam hal ini dapat dikatakan “
mendahului “ posisi teori. Perlu diperhatikan benar disisni adalah, bahwa
masalah penelitian tidak akan pernah nampak/kelihatan tanpa dilihat melalui
teori. Artinya, masalah penelitian hanya ada kalau orang memiliki bekal teori
untuk melihatnya.
Memperlihatkan gejala atau fakta ( sebagian dari perilaku
manusian dalam kebersamaannya dengan sesama atau mungkin dalam kebersamaannya dengan
alam dan pencipta di suatu pihak ) dengan pikiran pikiran tertentu (
teori-teori ) dipihak lain dapat menghasilkan apa yang disini kita sebut-sebut
sebagai masalah penelitian. Masalah penelitian ini nanti harus dapat
dijawab/dipecahkan dengan atau lewat penelitian bersangkutan. Peneliti sangat
mungkin tertarik untuk menjawab secara tentatif ( menduga-duga ) atas masalah
tadi.
Jika demikian orang harus mendeduksikan teori-teori tertentu,
memberlakukan pernyataan asumtif yang tadinya dianggap umum atau luas sifat
kebenarannya kedalam gejala atau beberapa gejala yang saling dikaitkan secara
khusus/sempit. Jawaban yang bersifat dugaan ( yang masih harus dibuktikan
kebenarannya dengan data empiris/lapangan ) itulah hipotesa. Hipotesa pada umumnya terdiri dari dua atau lebih
variabel yang dikaitkan satu dengan yang lain ( dikorelasikan, dicari hubungan
kausalitasnya, dibandingkan, dst ). Contoh hipotesa :
“ sikap a-politis generasi muda
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan sikap a-politis generasi muda
pedesaan “
contoh hipotesa di atas mengandung dua
variabel
(a)
Sikap a-politis
generasi muda perkotaan, dan
(b)
Sikap a-politis
generasi muda pedesaan.
Kedua
variabel ini hendak dibandingkan dan diduga yang pertama lebih tinggi dibanding
yang kedua. Tetapi untuk bisa dibandingkan maka konsep pokok dalam variabel
harus diberi arti khusus, yakni dengan memilih aspek tertentu sehingga
memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi. Inilah yang disebut operasionalisasi. Suatu variabel sering mengandung banyak konsep,
dan semua konsep selayaknya didefinisikan secara khusus, yakni dengan memilih
aspek-aspek tertentu dari suatu konsep. Konsep pokok dalam variabel-variabel
seperti yang dicontohkan di atas
adalah sikap a-politis.
Sikap
a-politis misalnya didefinisikan sebagai kecenderungan perasaan tidak suka atau
tidak tertarik kepada masalah-masalah politis yang akan dilihat/diukur dari (
sebagian, seluruh, atau masih akan ditambah lagi ) penggunaan media massa ( rubrik, acara apa yang paling diminati
), aktivitas diluar bangku kuliah/sekolah ( menjadi anggota, ikut menyumbang, duduk
dalam kepengurusan organisasi yang punya aset terhadap pengambilan keputusan
politis dsb. Setelah
ada operasionalisasi konsep/variabel maka peneliti dapat pergi ke lapangan guna
mengumpulkan data.
Data direkam/dicatat kemudian diproses untuk kemudian dianalisis. Dalam penelitian
kuantitatif, data berupa kuantum ( bilangan ), yakni menunjuk intensitas dan
atau ekstensitas dari gejala yang diamati. Karena data lebih banyak merupakan bilangan,
maka peneliti sering kali berfikir tentang satuan-satuan untuk menunjuk
intensitas dan ekstensitas tadi : usia berapa tahun, datang rapat berapa kali,
menyumbang berapa rupiah untuk organisasi dan atau mengongkosi
kegiatan-kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan politik dsb. Dalam pengolahan data,
maka persoalan utama adalah mentransformasikan jawaban responden ( kalau yang diteliti
kebetulan adalah manusia entah individu atau kelompok ) ke dalam bentuk
tabel-tabel atau grafik.
Dengan memperhatikan ukuran-ukuran bagi kategorisasi
yang dibuat peneliti bisa memasukkan responden mana masuk dalam kategori mana. Analisis data dalam
pada itu adalah membaca kecenderungan angka-angka atau tepatnya data-data yang
ada. Dalam hubungan ini sangat mungkin peneliti membutuhkan teknik analisis statistik, terutama
untuk mengetahui ada atau tidaknya keterkaitan suatu variabel dengan variabel
lainnya tadi ( ada korelasinya tidak, ada perbedaannya atau tidak, apakah
variabel menjadi penyebab munculnya variabel y atau tidak, dsb ). Hasil analisis inilah
sebenarnya temuan-temuan penelitian, yakni setalah peneliti menafsirkannya
dengan cara menunjukkan konsekuensi-konsekuensi dari hasil analisis.
Termasuk
disini adalah : jawaban apa atas masalah penelitian, hipotesa diterima atau
ditolak dalam tingkat signifikasi tertentu, teori-teori mana yang mendapat
penguatan dan teori-teori mana yang ditambah. Dengan kata lain
penegasan-penegasan apa yang bisa dibuat, saran-saran apa yang bisa dikemukakan
dst. Temuan-temuan ini, terutama yang berupa proposisi-proposisi akan bermakna
kontributif bagi pengembangan ilmu khususnya khazanah ilmu.
Daftar pustaka
Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian
Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif . Yogyakarta: Erlangga.
Terima kasih atas infonya bang, sekarang lebih mengerti tentang subjek dan objek. salam dari lastquestions.blogspot.com
BalasHapus