Blogger templates

Pages

Labels

Sabtu, 12 April 2014

Runtuhnya Grand Narrative Dalam Wacana Desentralisasi Pendidikan di Indonesia




            Kehidupan manusia akan selalu mengalami perubahan perubahan, baik itu merupakan perubahan dalam lingkungan mereka, maupun perubahan dalam pola pikir mereka. Perubahan tersebut salah satunya terjadi pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, maka peradaban manusia semakin bergerak pada era yang kita sebut sebagai era post modern. Hadirnya post modern dalam perkembangan pemikiran manusia telah membuat era baru yang menarik untuk di kaji. Kehadiran post moden tidak hanya membuat pengaruh yang cukup besar pada dunia akademik, akan tetapi post modern juga membawa pesan pesan kritis yang melakukan analisis ulang terhadap berbagai tradisi yang selama ini diyakini kebenaranyya. Bagi gerakan post modern, manusia tidak akan mengatahui realitas yang obyektif dan benar. Akan tetapi, yang di ketahui oleh manusia saat ini hanyalah sebuah versi dan realitas, bukan keseluruhannya.                                                                                                               

 Arief Budiman, menjelaskan bahwa ibarat terks bacaan, realitas yang diketahui manusia merupakan teks yang sudah dibentuk oleh pengarang. Pada fase ini, postmodern kemudian turun kea rah relativisme. Postmodern pada awalnya hanya berkembang dalam bidang arsitektur, namun kemudian merambah ke seluruh bidang kehidupan manusia. hal tersebut semakin diperkuat ketika Lyotard merusaha mengintergrasikan ke dalam filsafat. Pengintergrasian gerakan postmodern ke dalam filsafat memberika konsekuensi logis pada setiap dasar kehidupan manusia. Hal ini karena filsafat merupakan pengetahuan dasar yang memberikan konstruksi bagi munculnya setiap pemahaman pemahaman dalam masyarakat. post modern dalam filsafat ini berujung pada sikap kritis untuk mengkaji ulang setiap bentuk kebenaran yang selama ini diterima apa adanya. Pada dasarnya gerakan postmodern muncul sebagai kritik atas kegagalan manusia modern dalam menciptakan kondisi sosial yang lebih baik, kondusif dan berkeadilan sosial.                                                                                                                                             
 Adanya perang, gejolak sosial, dan revolusi menimbulkan anarkisme sosial. Keadaan tersebut kemudian melahirkan sejumlah kegelisahan berkitan dengan masalah pengetahuan dasar manusia mengenai modernism yang diklaim mengusung kemajuan, rasionalitas, dan sebagainya. Rasio manusia yang oleh masyarakat modern diyakini sebagai suatu kemampuan otonom, mengatasi kekuatan metafisis dan transcendental. Yang diyakini pula mengatasi semua pengalaman yang bersifat particular dan khusus dan dianggap menghasilkan kebenaran mutlak, universal dan tidak terikat waktu. Pada akhirnya asumsi asumsi mutlak tersebut oleh postmodern mulai ditolak. Mereka berusaha membebaskan diri dari dominasi konsep dan praktik ilmu, filsafat, dan kebudayaan modern. Jika dalam visi modernism penalaran dipercaya sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan yang menghasilkan kebenaran kebenaran universal, maka visi postmodernisme hal ini justru dipandang sebagai alat dominasi terselubung yang kemudian tampail dalam bentuk imperialisme dan hegemoni kapitalis.                                                          

Kaitannya dengan dunia pendidikan, apakah pengaruh postmodern tersebut sudah memasuki dunia pendidikan. Pengaruh postmodern dalam dunia pendidikan di Indonesia memang sangatlah susah untuk di lihat secara sepintas. Namun di sisi lain, kritik kritik yang telah ditampilkan oleh gerakan postmodern yang mengusung tema dekonstruksi, pluralitas, anti kemapanan, diferensiasi dll, tampaknya secara tidak langsung menunjukkan bahwa masalah masalah pendidikan dapat di kaji dengan bentuk keterpengaruhan tersebut. sebagai gerakan sosial pemikiran, postmodern telah berhasil dalam menawarkan opini, melontarkan apresiasi dan menikamkan kritik yang tajam terhadap wacana moderenitas dan kapitalisme global. 

Suatu hal yang menarik, ketika masyarakat postmodern dihadapkan dengan banyak tawaran (alternatif) akan kebenaran pengetahuan yang dikuinya sebagai pilihan. Konsekuensi logisnya kebenaran pengetahuan tidak lagi bersifat homology (kesatuan) melainkan paralogy (keragaman). Keadaan yang demikian tentunya sesuai dengan semangat pengetahuan dasar untuk mengakui adanya pluralitas dalam masyarakat. dengan demikian dapatlah ditelusuri bahwa postmodern lebih berkaitan dengan suatu sikap kritis atas segala bentuk kemapanan yang diciptakan oleh proyek modernisasi.               
                                                                                                                    
 Menurut Lyotard, prinsip homology sudah tidak lagi relevan dengan realitas konstemporer. Prinsip tersebut akan bergeser seiring dengan pengaruh dasyatnya teknologi informasi. Dalam hal ini, Lyotard berusaha mengenalkan suatu pemahaman bahwa postmodern merupakan suatu era atau periode di mana segala sesuatu itu dilegitimasikan. 

Deligitimasi tersebut merupakan akibat logis dari perubahan mendasar dari teknologi informasi yang memberikan berbagai informasi pada masyarakat manapun dan kapanpun. Ketika posisi pengetahuan di legitimiasikan oleh narasi narasi besar (grand narrative) seperti kebebasan, kemajuan, emansipasi, dsb, maka kini, narasi narasi besar tersebut telah mengalami nasib yang sama dengan narasi narasi besar sebelumnya seperti religi, dialektika, roh, subjektivitas, yaitu kehilangan kekuatannya dan menjadi sulit untuk dipercaya. Artinya dalam era ini, narasi narasi besar menjadi tidak mungkin, nilhilisme, dan pluralism permainan bahasa menjadi merajalela. Kondisi ini tentunya menunjukkan bahwa munculnya suatu kepekaan baru terhadap perbedaan perbedaan dan keberanian melawan segala bentuk totalitarisme.   
                                               
Berdasarkan ulasan di atas, yang tentunya menjadi cirri khas dari postmodern maka dapat diketahui di mana letak keterpengaruhan antara dasar dasar pemikiran postmodern terhadap pendidikan di Indonesia. Pedidikan di Indonesia saat ini secara langsung maupun tidak lagsung menunjukkan bahwa dunia pendidikan tidak lagi dipahami sebagai penguatan proses transformasi pengetahuan yang hanya di hegemoni oleh sekolah (pendidikan formal). Dengan demikian, guru tidak lagi dipandang sebagai ‘dewa’ dengan segala kemapuannya untuk melakukan proses pencerdasan masyarakat. gudang daripada ilmu pengetahuan tidak lagi berpusat pada guru. 

Di samping itu, ruang ruang pendidikan tidak lagi berada pada ruang ruang sempit yang kita sebut sebagai sekolah, melainkan masyarakat juga harus menjadi bagian yang penting di dalamnya. Postmodern, dengan mengusung tema tema seerti pluralism, heterogen, adalah bukti bagaimana seharusnya pendidikan tersebut harus di salurkan melalui berbagai kerja dan kegiatan yang tidak hanya di bebankan pada sekolah dan pendidikan formal. Di tambah lagi dengan adanya bukti bahwa tidak jarang sekolah justru memainkan peran dogmatis dan dominannya dalam melakukan transfer of value (transfer nilai), dan stransfer of knowledge (transfer pengetahuan).                                                                                                                 

Peran guru dan para pendidik sering kali menampilkan diri dalam batas batasnya sebagai pembelenggu kreativitas anak didik seperti pengajarang dengan lebih menekankan verbalisme, pola Sistem Kredit Semester, bahkan yang lebih parah mengenai ujian akhir yang menjadi ukuran terakhir dari kemampuan seorang anak sekaligus sebagai representasi bagi penindasan yang dilakukan oleh institusi tersebut terhadap perkembangan kreativitas anak didik. Hal lain yang perlu di cermati adalah mengenai beban dari pelajaran yang semakin berat, sehingga meminimalisasikan kemampuan anak didik untuk melakukan eksperimentasi sesuai kemampuannya secara professional, karena disibukkan dengan beban beban yang cukup membelenggu. 

Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan di Indonesia seolah olah hanya di orientasikan pada pembentukan kemampuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga beban pengajaran seringkali diarahkan pada penguasaan pada bidang bidang tersebut. padahal jika kita menengkok kembali, bahwa perspektif postmodern menganggap masyarakat postmodern justru mengalami degradasi, krisis moral, krisis sosial, yang dimulai dari dominasi IPTEK dengan cara penerapan rasio manusia sebagai ukuran kebenarannya. Rasio manusia tidak lagi dapat diharapkan untuk memberikan jawaban atas berbagai masalah yang muncul dalam masyarakat modern. Sehingga proses pendidikan yang hanya di arahkan pada kepentingan rasio justru akan mendatangkan bencana dan masalah pada nilai kemanusiaan. 

Harkat dan martabat dari manusia tidak hanya dapat dimainkan oleh nalar rasio semata, tetapi juga harus intergratif antara nalar rasioanl dan nalar spiritual. Dalam hal ini tidak berlebihan jika dalam konteks pendidikan nasional pengembangan kemapuan anak didik juga diarakhan pada tiga kemampuan dasar yaitu kognitif, efektif dan psikomotorik.                                                                                

Di sisi lain, terdapat hal lain yang mcukup menjadi perhatian, yaitu wacana tentang desentralisasi pendidikan. Kita tentunya sadar bahwa aturan aturan yang ada saat ini adalah buah dari orde baru yang di nilai kurang demokrasi. Oleh sebab itu memudian di buatlah undang undang yang mengatur sistem pendidikan nasional agar lebih demokratis, yaitu UU No 20 Tahun 2003. Di samping itu, pemerintah juga membuat UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah. Undang Undang tersebut pada intinya menjelaskan adanya kewenangan penuh bagi daerah untuk mengelola daerahnya secara mandiri. Pendidikan di berbagai belahan dunia selalu dipakai sebagai modal dasar pengembangan dan pemilihan kebijakan pembangunan. 

Hampir di semua negara selalu menggunakan pendidikan sebagai proses pencapaian pembentukan kualitas sumber daya manusia sebagai subyek sekaligus obyek pembangunn. Melalui pendidikan proses pemenuhan kualitas sumber daya manusia dan penggalian potensi nasional maupun lokal sebagai pendukung utama keberlangsungan pembangunan dapat terpenuhi. Sebagai bagian atau aspek yang tidak terpusatkan dalam proses pembangunan sosial, maka pendidikan selayaknya harus di kedepankan. Selama ini pendidikan di Indonesia terkesan bahwa pendidikan nasional bukan menjadi agenda atau prioritas utama di samping agenda pembangunan di bidang ekonomi maupun politik.                                                                                                                             

Padahal perlu di garis bawahi, bahwa kedua agenda tersebut tidak akab berjalan dengan baik tanpa di topang dengan pendidikan yang baik pula. Sedangkan, yang terjadi saat ini adalah bahwa proses pendidikan selalu tidak sejalan dengan agenda pembangunan lokal. Proses pendidikan formal sebenarnya perfungsi untuk memenuhi akan kebutuhan kebutuhan mendasar seperti sumber daya yang sanggup menyelesaikan persoalan lokal yang ada. 

Namun, bagaimana mungkinhal tersebut dapat tercapai ketika proses belajarnya tidak pernah bersentuhan dengan kebutuhan kebutuhan yang memang mengakar dalam masyarakat. beberapa proses pendidikan kerap kali keluar dari akar permasalahan yang ada di masyarakat. misalnya saja, kita ketahui bahwa mayoritas masyarakat Indonesia ada di pedesaan yang tidak lain adalah masyarakat agraris, tetapi dalam pratik pendidikanya hampir tidak berorientasi pada masalah masalah yang ada dalam masyarakat desa. Praktik pendidikan yang seperti itu pada akhirnya telah mengasingkan anak didik dari lingkungan sekitarnya. Bahkan tak jarang, produk produk pendidikan melecehkan kehdupan dan pekerjaan masyarakat sekitar misalnya sebagai petani. Hal tersebut terjadi karena anak didik lebih banyak di intervensi dan di doktrin oleh praktik pendidikan model perkotaan dengan cirri khas masyarakat industrialnya, sehingga kemudian muncul rasa tidak percaya diri anak didik terhadap profesi petani dan memilih gaya hidup sebagai priyayi dengan fenomena keluaran pendidikan sebagai pegawai negeri sipil atau minimal pekerja kantoran.                                                                                                                                

 Di sisi lain, ada fakta yang sangat kontradiksi dengan keadaan di atas. Di beberapa daerah pedalaman di Indonesia kita dapat menemui anak anak yang melakukan aktivitas bekerja seperti mencari ikan, berburu, membantu orang tua di ladang dll. Memang, secara sepintas jika melihat hal seperti itu, kita akan berpendapat bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah representasi dari kurang mendukung pembangunan pendidikan. Padahal jika kita menyadari, mereka (anak anak) yang sedang belajar menanam, belajar mencari ikan, ataupun berburu sebenarnya sedang berusaha belajar tentang persoalan riil yang seharusnya dihadapi, bukan persoalan global yang seringkali jauh dari pikirannya. Kegagalan membentuk hasil pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan lokal sebenarnya seringkali menghambat keberhasilan agenda pembangunan daerah yang sudah dirancang. Hal tersebut terjadi karena proses pendidikan tidak langsung bersentuhan dengan persoalan kehidupan yang dihadapi oleh anak didik dan masyarakat sekitar. Dengan adanya persoalan persoalan seperti itu, maka desentralisasi menjadi salah satu alternatif untuk mengatasinya.                                                                                                                                

Desentralisasi pendidikan mengisyaratkan bahwa suatu sistem pendidikan harus bersifat indigenous (pribumisasi) karena di dasarkan pada aspek aspek dasar dari lokalitas masyarakat. hal ini dilakukan agar masyarakat tidak keluar dari akar kebudayaannya. Sistem ini jelas memberikan peluang terjadi pendidikan yang lebih demokratis karena tidak lagi terpusat dalam soal penyusunan kurikulum bahkan soal pengangkatan guru.  Desentralisasi pendidikan merupakan langkah stategis untuk menguatkan daerah dan memberika kebebasan dalam menyusun kurikulum sesuai kompetensi wilayah. Peralihan kewenangan dari pusat ke daerah bertujuan agar setiap daerah mampu memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pendidikan nasional yang disesuaikan dengan kebutuhan kebutuhan daerah.                                   

Dari uraian di atas, tampak jelas betapa pentingnya desentralisasi pendidikan (local narrative) untuk menggantikan sentralisasi pendidikan (grand narrative) yang selama ini menghegemoni sistem pendidikan di Indonesia. Peralihan wacana dari grand narrative ke local narrative ditandai dengan pergeseran peran yang semula sentralistik menuju desentralistik.
















Daftar Pustaka
Rahmat, Ainun Hidayat. 2006. Implikasi Postmodern Dalam Dunia Pendidikan Vol 1. Jurnal       Sosiologi.

0 komentar:

Posting Komentar