Kehidupan memang tidak ada habinya, seperti melalui sebuah
lorong panjang gelap dan kita tidak tahu ada hal apa yang menimpa diri kita
selanjutnya. Terkadang hidup ini member sedikit cambukan keras agar kita
semakin cepat melalui bagian demi bagian dari lorong iru, ada pula yang
menjadikna lorong tersebut sebagai tantangan yang sebenarnya, dan ada pula
menjadikan lorong panjang itu hanya sebagai pendamping hidup. Hidup sebagai
manusia, bukan hanya sebatas kita menjalaninya, tanpa tahu akan arah dan
konsekuensi.
Hidup ini tidak hanya berkutat seputar makan minum, hura
hura, sex dsb. banyak orang, yang setiap harinya hanya merenungi apa yang
terjadi dan engga untuk bangkit. Ada pula yang sehari harinya terus menerus
berdoa tanpa mau untuk mewujudkan doa doanya tersebut. ada pula beberapa orang
yang sangat sibuk menumpuk numpuk uang, entah digunakan untuk apa yang jelas
mereka telah di takdirkan untuk melakukan itu semua.
Bagaimana seharusnya menyikapi hidup yang semakin hari
seperti merenggut nyawa kita secara pelan pelan yang tanpa kita sadari sudah
menjadi sebuah hal yang biasa. Berbagai masalah hidup yang sering sekali
menjatuhkan kita, tak jarang member pesan kepada kita, bahwa lorong panjang
tersebut belumlah usai. Ada banyak sekali bagian bagian dari lorong panjang
tersebut yang kelak akan memberikan sesuatu hal yang lebih besar dari apa yang
kita dapatkan sebelumnya. Namun, terkadang manusia lekas lupa, dan acuh bahwa
ujian ujian yang kita alami ketika kita mulai hidup adalah salh satu kunci
jawaban serta kata kunci untuk meyelesaikan ujian selanjutnya. Ujian ujian yang
telah menimpa kita baik itu karena sengaja atau hanya dianggap sebagai angin
lalu.
Padahal jika kita paham, apa yang kita lakukan sekarang akan
menjadi buah di masa yang akan mendatang. Di sisi lain, ujian ujian hidup yang
terus menimpa kita, merupakan salah satu cara agar kita berubah untuk
menghadapi yang lebih besar, jika tidak tentu kita akan mengalaminya lagi. Kesadaran
memang diperlukan bagi setiap manusia di bumi ini agar hakikatnya sebagai
mahkluk paling sempurna dapat terus melekat. Masalah masalah yang menimpa kita,
pada umunya adalh cerminan dari masalah yang kita dapatkan pada waktu waktu
sebelumnya.
Lantas, mengapa hal tersebut menimpa kita kembali, dan
mengapa kita lekas belajar dari permasalahan tersebut. entahlah, akupun juga
tidak tahu. Masalah akan selalu menimpa bagi seseorang, bangsa, negara, ketika
mereka sudah mulai lupa akan apa yang mereka dapatkan sebelumnya. Mengingat persoalan
seperti ini, saya menjadi ingat ketika negeri ini dirundung masalah masalah yng
sebetulnya masalah klasik dan seharusnya dapat terselesaikan. Berbagai permasalahan
baik itu sosial, maupun politik terus menerus menghajar bangsa ini, ketika
negeri ini ingin mencoba bangkit dari tidur panjangnya. Tidur panjang, akibat
ter nina bobokan oleh kebahagiaan semu, yang di berikan oleh pemimpin negeri
ini. masa masa keemasan orde baru menjadi sebuah romantika yang terus menerus
membekas dan menjadi suatu hal yang diimpi impikan oleh seluruh orang di negeri
ini.
harga kebutuhan murah, apa apa murah dan mudah didapatkan
menjadi sebuah hal dasar dari keberhasilan pemerintah yang ideal. Namuun,
apakah itu yang sebenarnya di inginkan oleh masyarakat sekarang. Kita tentu
masih ingat ketika era orde baru mengeluarkan program REPELITA 1 -5. Ketika program
itu dimulai, hampir seluruh wilayah di negeri ini mengalami penetrasi dan
progresivitas yang sangat tinggi di bidang ekonomi dan sosial. Pembangunan demi
pembangunan terus menerus di gencarkan. Memang program tersebut sangat trasa
sekali bagi masyarakat di negeri ini. akan tetapi, apakah hal itu berjalan
lancar, tanpa hambatan, tanpa ada kebusukan di belakangnya.
Oww tidak, hal itu tidak berlangsung lama, ketika rakyat
sudah mulai bosan dan tahu bahwa semua yang dilakukan hanya untuk kepentingan
para birokrat negeri ini. keuntungan memang di rasakan rakyat, namun itu tidak
seberapa jika di bandingkan dengan apa yang sudah mereka sembunyikan. Ahhh,
sudahlah, itu jaman dulu, bukan sekarang, sekarang beda. Beda apanya, ya beda. Dan
saya masih sempat bingung dan bimbang ketika membandingkan kinerja pemerintah
dulu dengan sekarang. Ada yang bilang, jika di era orde baru, harga barang sangat
trjangkau, sedangkan hari ini kita mencoba bertahan dengan kondisi yang tidak
pasti.
Saya terkadang ingin tertawa, melihat orang orang yang
sedang berdemo menuntut penurunan harga suatu kebutuhan pokok, misal BBM. Memang,
harga BBM terus menerus bertambah akan tetapi mengapa mereka mereka juga terus
menerus menambah kendaraan bermotor mereka, mengapa mereka lebih suka menggunakan
kendaraan pribadi meskipun kondisi jalanan macet. Itulah yang sebenarnya harus
di benahi. Pola pikir kita masih jauh dnegan negara negara lain yan tentunya
lebih beradab. Masyarakat negeri ini lebih suka mencemooh pemerintah daripada
memberikan solusi dan membenahi kondisi pola pikir mereka.
Hal lain yang tak kalah anehnya adalah soal korupsi. Siapapu
orangnya, baik itu artis, ataupun pejabat jika melakukan korupis terus menerus
di beritakan dan di ekspose secara berlebihan tanpa paham akan privasi
seseorang. Kalau memang mereka terbukti melakukan korupsi yang sudah, adili
yang seadil adilnya. Namun, di negeri ini aneh, ketika mereka ramai ramai
menyalahkan para koruptor tersebut, sedangkan budaya hidup mereka adalah dasar
dari perilaku korupsi itu sendiri. Ingin bukti, coba lihat masyarakat kita
khusunya masyarakat jawa yang kental dengan sikap anti transparan, opportunis,
dan tidak memiliki budaya orientasi waktu.
Dan yang menjadi permasalahan adalah mengapa orang orang
tersebut dapat duduk di kursi jabatan, yang sebenarnya sama sekali cocok bagi
mereka. Yahh, tak lain dan tak bukan karena memang kondisi sosial kita sudah
sejak lama membusuk. Saya tidak akan menyalahkan siapapun, baik mereka yang sudah
sekian triliyun atau para pendemo yang sok menuntut perubahan, namun cuma omong
kosong. Saya tahu pemerintahan kita sudah busuk, akan tetapi mengapa
masyarakatnya ikut ikutan membusuk, mengapa mereka tidak lekas sadar akan sikap
dan budaya mereka.
Dalam beberapa waktu terakhir sedang hangat diberitakan
tentang pemilu yang baru saja kita mulai beberapa hari yang lalu. Saya tahu dan
paham, bahwa kandidat dari maisng maisng partai tersebut sebenarnya memiliki
maksuda dan tujuan yang sama, yaitu mementingkan golongan, meskipun partai
tersebut berlatar belakang agama. Yang menjadi persoalan adalah mengapa mereka
masih bisa bisanya mengangkat isu isu kesejahteraan dsb yang syarat akan visi
misi pro rakyat itu. bukan apa apa memang, mengumbar iklan seperti itu.
Sebetulnya, apakah demokrasi idealnya seperti ini, mengumbar sejuta janji tanpa
paham akan semua konsekuensi.
Menentukan pemimpin dari voting atau pemungutan hasil suara
terbayak menurut saya bukanlah hal benar, dan tidak dapat dibenarkan. Pergantian
pemimpin di negeri ini, menurut saya seperti pergantian pemimpin ketua kelas.
apa artinya, ya…hanya sebagai symbol semata. Jika kita jeli untuk melihat,
bahwa partai partai politik yang ada sebenarnya sangat berhubungan erat, dan
bukan sebagai rival sebagaimana yang diberitakan oleh media.
Dan contoh yang jelas adalah yang digembar gemborkan saat
ini. hahahahahaha, kita tentu sudah tahu kan orangnya, ya…yang suka pake baju
kotak kotak merah itu. sekilas memang terlihat baik, namun itu kan hanya
tampilan luarnya. Masyarakat kita tidak butuh pemimpin cakep kok, tidak butuh
pemimpin yang cantik, namun masyarakat negeri ini butuh pemimpin yang dapat
membuktikan apa yang kita anggap sebagai baik dan benar itu. sebagai salah satu
mahasiswa, saya sempat terkejut ketika ada orang yang begitu di puja puja
layaknya seorang Tuhan.
Bagaimana tidak terpilih dua kali menjadi walikota solo,
adalah modal paling konyol untuk menduduki posisi yang lebih tinggi. Padahal,
menurut pemahaman saya kota yang sebelumnya ia pimpin dan sekaligus menjadi
tempat saya kuliah, tidaklah seperti apa yang diberitakan oleh media. Banyak sekali
masalah masalah serius, mulai pengangguran dan tingginya pelacuran yang belum
di selesaikan oleh ‘si baju kotak’ itu. apalagi kota ini semakin hari semakin
sempit dan padat, karena banyak didirikan mall dan hotel.
Lantas, mengapa ‘si baju kotak’ dapat menjadi Tuhan baru di
masyarakat. pertanyaan cerdas, sekaligus membingungkan. Terkadang, untuk
membuat jalan yang dapat dilewati truk truk besar butuh alat alat yang juga
besar dan cerdas. Begitu juga dengan pencalonan ‘si baju kotak’. Sosok yang
terkesan kalem, ramah dan gemar blusukan ternyata menjadi senjata ampuh agar
truk truk besat itu dapat lalu lalang dengan lancar. Pencalonan jokowi sebagai
presiden sebenarnya sudah direncakan jauh jauh hari sebelum ia duduk sebagai
gubernur DKI. Citra yang terus menerus diberikan oleh media media, menjadi cara
ampun untuk mendoktrin masyarakat.
karena seperti yang kita tahu, masyarakat kita masih terlalu
dini untuk melihat hal hal semacam ini. mereka terlalu cepat mencerna apa yang
disampikan oleh media, meskipun itu adalah kebohongan terbesar yang pernah ada.
Kasus jokowi sebenarnya hampir sama dengan presiden kita SBY. Dulu, ketika
beliau belum memimpin negeri ini, media juga sangat rajin untuk mengiklankan
slogan slogan partai mereka yang anti korupsi. Namun, itu kan hanya iklan dan
benar saja ketika mereka berhasil mendapatkan suara terbanyak, semua sudah tahu
siapa koruptor sebenarnya. Nahh, yang saya takutkan adalah ketika hal tersebut
menjadi dejavu yang akan lebih merugikan masyarakat.
Seharusnya masyarakat harus paham dan sadar bahwa sistem
yang busuk juga akan melahirkan pemimpin yang busuk pula, dan itu pasti
terjadi. Oleh karena itu, di awal saya tadi sudah mengatakan jika masyarakat di
negeri ini tidak sadar apa yang sudah menimpa diri mereka, maka hal itu akan
kembali menimpa diri mereka, jauh lebih besar, jauh lebih buruk. Mengikuti sistem
yang ditetapkan oleh pemerintah, memang tidak salah akan tetapi lebih baik jika
kita selalu paham dan selektif serta waspada terhadap kemungkinan apa saja yang
akan terjadi
0 komentar:
Posting Komentar