Blogger templates

Pages

Labels

Jumat, 13 Juni 2014

Kita, Citra, dan Dunia



Kita, Citra, dan Dunia
Alangkah indahnya jika hidup ini dijalani dengan penuh kesederhanaan dan mengalir apa adanya seperti air, tenang dan juga menyejukkan. Namun, entah mengapa akhir akhir ini aku sering melihat orang orang di sekitarku mulai lupa akan diri mereka sendiri. Aku melihat mereka bukan lagi seperti layaknya manusia manusia bebas yang kapanpun bisa mengeekspresikan diri mereka tanpa terpengaruh atau terpedaya lingkungan sekitarnya. Mereka saat ini seperti halnya binatang binatang ternak yang dengan banggganya di giring ke manapun mereka suka tanpa sadar bahaya sedang mengancam mereka. 


Aku juga sempat bingung di mana mereka mereka yang dulu. Mereka mereka yang mengatas namakan diri mereka sebagai mansia sejati yang dilahirkan dengan seribu perbedaaan, tapi nyatanya merekapun kini hampir seluruhnya berubah menjadi sebuah mahkluk yang serupa dan seragam. Mungkin ketika aku masih kecil atau kanak kanak aku belum sempat merasakan adanya fenomena aneh ini, tapi ketika usiaku menginjak dewasa pengaruh pengaruh di sekitarku membuat diri ini terdorong untuk mengikuti dan menjadi mahkluk yang sama halnya dengan mereka mereka yang sudah terpengaruh dan terpedaya. 

Mengapa aku bilang terpedaya, ya tak lain dan tak bukan karena mereka lalai dan lupa mereka tidak sadar akan kondisi nyaman mereka yang sifatnya semu dan menipu. Mereka menyadari hal hal yang ada di sekliling mereka sebagai peristiwa yang memang seharusnya terjadi tanpa terlihat sedikitpun kejanggalan akan hal hal itu. aneh memang, tetapi ini kenyataannya. Dan akupun kini menjadi salah satu individu yang mulai risih dan terintimidasi akan hal hal semacam itu. jika dilihat sepintas, maka mereka tidak ada bedanya dengan manusia manusia lain, tapi pola pikir mereka sudah sangat buruk dan merusak. 

Mereka tidak lagi menyakini akan perbedaan yang ada, dan sebaliknya persamaan mungkin adalah kewajiban bagi mereka agar dinaggap menjadi manusia ‘normal’. Konsep normal dan tidak normal sebenarnya menjadi hal yang sangat subyektif. Mereka menganggap bahwa orang yang tidak mengikuti adanya mode dan lifestyle secara keseluruhan menurut mereka adalah sesuatu yang aneh, dan merupakan gejala ketidak normalan. Mungkin mereka benar, tetapi di sini permasalahannya adalah bukan hanya sekedar ya atau tidaknya mengikuti suatu trendyang sedang brlangsung, tapi ini sudah menyangkut masalah jati diri dan pola pikir. 

Mereka memang terlihat seperti manusia manusia modern, yang kesehariannya sangat akrab dengan teknologi dan gadget terbaru. Namun, apakah mereka sepenuhnya menggunakan teknologi itu untuk tujuan tujuan yang positif, apakah mereka menggunakannya dengan efektif. Bisa dikatakan tidak, mereka menggunakan gadget gadget itu hanya untuk tujuan tujuan yang bisa di bilang tidak terlalu penting, seperti social media, bermain game, atau sekedar browsing internet.

Teknologi hakikatnya memang netral, artinya tidak memiliki acuan pasti atau standar yang pasti untuk dapat menggunakannya. Teknologi bebas di gunakan untuk apa saja, baik itu hanya sebatas social media, atau di gunakan untuk tujuan tujuan yang lain. Namun entah mengapa mereka menganggap bahwa penggunaan gadget yang harus terus di update menjadi sebuah kewajiban bagi mereka. Mereka tidak peduli lagi jika mereka dikatakan sebagai orang yang sangat tergantung terhadap teknologi. 

Teknologi memang sangat dibutuhkan bagi manusia untuk memudahkan pekerjaannya, akan tetapi jika factor kepemilikan dari gadget tersebut menjadi sebuah cara untuk memfragmentasi masyarakat menjadi golongan golongan, tentu itu sudah menyimpang dari tujuan hakiki dari teknologi tersebut. lantas bagaimana fakta yang ada dalam masyarakat saat ini. masyarakat baik itu masyarakat maju maupun msyarakat yang berada dalam fase berkembang sangat haus akan berbagai jenis teknologi yang ada. 

Mereka dengan susah payah dan kerja keras berupaya untuk mendapatkan gadget gadget terbaru hanya untuk tujuan prestise dan eksitensi belaka. Seperti yang saya katakana tadi, bahwa pada masyarakat masyarakat berkembang, segala hal dapat kita jadikan prestise walaupun itu hanya sebatas kepemilikan suatu barang, khususnya gadget. Sedkit hal yang saya ungkapkan ini merupakan cerminan kecil dari masyarakat kita yang terlalu mengagung agungkan citra. Mereka rela menjadi orang lain agar diri mereka dianggap dalam sebuah kelompok yang mereka anggap sangat baik bagi mereka. 

Padahal sebuah kelompok itu hanya berisikan orang orang yang bodoh, tolol yang menilai seseorang dari tampilan luarnya saja. Kehidupan masyarakat yang kemudian terjebak dalam kapitalisme global membuat mereka tidak lagi bisa keluar dari kubangan itu. kapitalisme telah masuk ke dalam sendi sendi kehidupan manusia yang menjadikan mereka lupa akan hakkat hidup mereka. Mereka menjadi sangat materilaistis, pragmatis dan oportunis. Ya karena hidup mereka telah di desain untuk bergantung pada uang. Beberapa waktu yang lalu, teman saya sempat bilang, katanya modal untuk bersosialisasi adalah uang. 

Hahaha, saya sempat tertawa mendengar hal itu, tapi di samping itu saya juga khawatir. Karena jika hal tersebut terus menerus berlangsung maka manusia akan semakin terpuruk oleh hal hal yang ada di sekitarnya. Mereka tidak akan ingat lagi akan kejujuran, intergritas, dan kepekaan sosial. mereka tidak ingat lagi bagaimana menjalin hubungan sosial yang akrab, karena mereka sudah punya uang sebagai teman sejati mereka. Mereka akan semakin menjauhi relaitas hidup mereka, dan berlari, berlindung di media sosial mereka. 

Mereka menjadi mudah terpengaruh, terbujuk dan terdoktrin oleh iklan iklan konyol. Baik buruk suatu hal bukan lagi menjadi masalah karena segala hal yang kita lakukan adalah benar, benar menurut diri kita sendiri. Manusia masnusia sekarang sulit membedakan antara dunia dan fatamorgana, mereka meyakini keduaanya adlah hal yang sama. Lifestyle dan trend menjadi agama baru, yang tidak pernah kehilangan umatnya. Lalu kemanakah citra manusia yang sesungguhnya, citra manusia sebagai mahkluk sempurna. 

Saya terkadang sempat berpikir jika segala hal yang diciptakan manusia adalah Tuhan mereka yang sebenarnya. Dan lucunya lagi ketika produk teknologi teknologi tersebut semakin pintar membodohi masyarakat. menjadi mahkluk yang sampai mati akan terus tergantung memang kodrat kita, tetapi tidak di benarkan jika hal hal semacam itu dapat merubah diri kita menjadi orang lain, orang yang lupa akan identitas diri kita.

0 komentar:

Posting Komentar