Sepulang kuliah,
seperti biasa aku selalu bercenngkrama dengan teman teman kosku. Ya, itu adalah
salah satu ara untuk menghidari penatku setelah setengah hari mengikuti
perkuliahan yang membossankan, dan juga menjemukan. Pembicaraan siang ini aku
awali dengan pertanyaan seputar kondisi kosku yang semakin parah. Parah.
Ya…….tapi, tunggu dulu, ini bukan kondisi kamar atau bangunan yang buruk, tapi
ini soal birokrasi. Pintu depan kosku sudah beberapa hari ini rusak dan belum
ada ‘campur tangan’ dari pemilik kos itu sendiri. Ketika di tanya, mereka
selalu mengelak dan mengatakaan bahwa mereka belum menemukan pengganti yang
sama persis dengan model tersebut.
what…….hmmmmmmmm ya
menurut prediksiku sampai kiamatpun mereka tidak dapat menemukan yang sama
persis dengan yang seperti itu. kesal, memang tapi ya itulah resiko mejadi anak
kos. Para pemilik kos tersebut bertindak dengan seenaknya tanap mendengar
keluhan dari client mereka. Sebenarnya, persoalan seperti ini tidak hanya
sekali saya jumpai, baik di sekolahku yang dulu, di kampus yang sekarang atau
bahkan di lingkungan sosial lainnya kerap kali aku menemui orang yang seperti
itu. pengalamanku ini merupakan contoh kecil dari kondisi masyarkat kita yang
bisa di bilang tidak jauh berbeda, apalagi ketika kita berbicara soal
pemerintah, pemimpin, politik dan birokrasi.
Wahhhhhhh sebuah
perpaduan yang pas, untuk mencetak genarasi generasi yang busuk, bajingan dan
korup. Pepatah memang benat “seorang pemimpin merupakan cerminan dari rakyatya.
Jadi, ketika kita melihat pemimpin yang bajingan dan juga korup kita tidak
dianjurkan untuk langsung menyalahkan mereka, tapi lohat dulu kondisi
rakyatnya. Masyarakatknya, apakah sudah baik atau tidak ada bedanya. Apalagi,
jika kita membaicarakan tentang pemerintah tentu tidak lepas dari peran media
media yang dengan suka rela ‘mengharumkan’ nama mereka di balik layar. Akhir
akhir ini, saya sempat bingung ingin memilih tontonan apa yang seseuai
denganku, karena menurutku sekarang sangat sulit membedakan antara yang benar
dan salah.
Berbagai media, baik
Koran, majalah, telivisi, dan media media eletronik lainnya ramai ramai membuat
‘Nabi’ mereka menjadi terkenal. Nabi, ya siapa lagi…..nabi di sini adalah
orangyang terus menerus di puja puja terus menerus di citrakan tanpa henti
meskipun mereka punya segudang kebusukan yang tampaknya tidak nampak di
masyarakat. Di Indonesia, sebagai negara berkembang tentu sangatlah membutuhkan
sumber informasi yang mudah, cepat, dan murah. Namun, di sisi lain keberadaan
dari media media tersebut membuat masyarakt tidak semakin cerdas, namun semakin
bodoh dan membodohkan. Bagaimana tidak, media yang satu rajin mencitrakan tokoh
A, yang lain mencitrakan tokon B dst. Masyarakat sekin bingung, dan mereka di
buat seperti layaknya penggemar dari seorang fans. Hahahaha, konyol memang tapi
itulah faktanya. Masyarakat di ajarkan nilai nilai yang amburadul, merusak.
Masyarakat sedikit demi
sedikit mulai terpengaruh dengan cara berpikir yang hanya menilai tampilan
fisik semata tanpa memandang kualitas dan kapasitas dari pemimpin tersebut.
Dari media, masyarakat mula belajar bagaimana hidup hedonis,konsumtif, dan
seakan akan menuhankan dunia. Hal hal semcam ini tentu jika semakin berlanjut
akan semakin menghancurkan nilai nilai masyarakat yang positif. Lihat
masyarakat saat ini, mereka seperti mnusia tanpa identitas, tanpa jati diri,
dan tanpa prinsip serta pandangan hidup. Mereka dapat dengan mudah di
provokasi, di intimidasi, dan di giring seperti binatang ternak saja mereka.
Kondisi kondisi yang semacam ini berakibat pada hilangnya kebenaran yang
hakiki, kebenaran menjadi kabur dan opinilah yang saat ini menjadi kebenaran
itu sendiri.
Di samping itu, kondisi
sosial kita juga semakin memburuk karena kita terlalu cepat mencerna segala
macam informasi yang di suguhkan oleh media media yang setiap hari terus
menerus mendoktrin kita agar seperti yang mereka harapkan. Jika kita mau
mengerti, sebenanrnya kita sedang berada dalam sebuah ruangan yang sangat
besar, dan di situ kita disuguhi oleh pertujukkan kehidupan yang seakan akan
memang seperti itu kejadiannya. Kita semakin terhanyut, ketika sebagian media
media memberikan apa yang kita inginkan, seperti hiburan, gossip, infotaiment,
dan acara acara yang sebenarnya tidak bermanfaat bagi kita. lantas, apa
pengaruhnya bagi kehidupan kita. ya, seperti yang telah saya singgun tadi,
kebenaran, kejujuran, menjadi sebuah hal yang langka. Masyarakat semakin sibuk
mengurus diri mereka sendiri, masyarakat semakin individualis, dan tidak peka
terhadap lingkungan mereka.
Tak perlu jauh jauh,
lihat mereka mereka yang masih remaja setiap hari mereka sibuk dengan gadget
mereka, sibuk dengan game mereka, sampai sampai orang tua mereka acuhkan. Ya,
media yang baik tentu akan memberikan gambaran kepada kita bagaimana memahami
hidup ini, bagaimana kita membedakan antara yang realita dan juga fiksi. Media
yang baik tentu harus bersikap jujur, independent dan juga transparan. Tapi apa
yang terjadi pada negeri ini sangat bertolak belakang dengan kondisi yang
diharapkan. Lalu, bagaimana kita agar tidak semakin di bodohi oleh media media
busuk itu. hmmmm,tentu tidak lain dan tidak bukan, kita harus cerdas dan
selektif mungkin dalam memilih media sebagai sumber informasi kita. kita
sebagai masyarakat juga harus tahu, siapa yang ada di balik media tersebut dan
apa saja kepentingan yang menyertai mereka. Kita harus paham bagaimana tontonan
dan siaran yang sesuai dengan usia dan kondisi psikis kita. banyaknya kasus
kriminal yang menjerat negeri ini tidak lain dan tidak bukan adalah ulah dari
para orang tua dan orang dewasa yang tidak membatasi tayangan telivisi kepada
anak anak mereka. Mereka dengan mudah menganggap hal itu sepele, tapi
percayalah bahwa apa yang kita lihat sekarang, sangat berpengaruh pada apa yang
kita lakukan kemudian. Jangan pernah langsung percaya pada isu isu sosial yang
berhembus, karena siapa tahu itu hanya pengalihan isu yang sebenarnya lebih
serius.
0 komentar:
Posting Komentar